FTZ PICU LAJU EKONOMI DI PERBATASAN
Kamis, 14 Maret 2013 (sumber : ANTARA)
Tapi dengan pembenahan di sana sini, lokasi terdepan Indonesia justru menjadi ujung tombak perekonomian negara.
Jika kita mengandaikan rumah adalah sebuah negara, maka daerah perbatasan adalah terasnya.
Layaknya beranda, selayaknya perbatasan dipoles dengan bunga warna-warni untuk menarik kumbang untuk singgah, mencicipi sarinya dan kemudian menyebar benih tanaman lain yang dibawanya.
Beranda yang cantik tentu akan memikat orang yang lalu lalang, membuat para tetangga kagum hingga menaikan citra pemilik rumah.
Begitulah kawasan perbatasan NKRI di Kepulauan Riau. Pemerintah berupaya memolesnya dengan dandanan bermerek "Kawasan Perdagangan Bebas dan Kepulauan Bebas" untuk menarik penanam modal mengucurkan modalnya di Batam, Bintan dan Karimun.
Alhasil, kawasan tiga serangkai itu mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi 8,1 persen pada 2012, di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Terus berkembang Wakil Menteri PPN/Kepala Bappenas, Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan BBK adalah ujung tombak Indonesia dalam meraih persaingan di pasar ASEAN. Dibandingkan daerah lain di Indonesia, infrastruktur Batam lebih bagus. Meski begitu, masih kalah dibanding kawasan sejenis di Malaysia atau Singapura.
KPBPB BBK, kata dia, masih potensial menghadapi persaingan kawasan sejenis pada beberapa tahun ke depan. "Saya percaya beberapa tahun ke depan kawasan ini makin dinamis," kata Lukita.
Menurut Wakil Menteri, beberapa tahun ke depan, perkembangan kawasan itu semakin dinamis. Di sub-regional, persaingan kawasan sejenis makin kuat. Meski begitu, Batam, Bintan dan Karimun (BBK) masih dapat bertahan.
Pernyataan Wakil Menteri tentunya tidak asal "bunyi". Terbukti, sepanjang Januari hingga Februari saja,13 perusahaan asing berminat menanamkan investasi mereka di KPBPB Batam senilai 17,1 juta dolar Amerika Serikat.
Direktur PTSP dan Humas Badan Pengusahaan Batam Dwi Djoko Wiwoho mengatakan bidang usaha yang diminati oleh perusahaan yang menyampaikan aplikasi mereka pada Januari 2013 meliputi industri selang, industri alat kesehatan, restoran, perdagangan, dan jasa penunjang minyak dan gas bumi lepas pantai.
Perusahaan tersebut, kata dia, berasal dari Singapura, Rusia, Turki, Australia. Badan Pengusahaan (BP) Batam menargetkan sebanyak 90 pengusaha asing berinvestasi di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Batam (FTZ) dengan nilai investasi minimal 350 juta dolar AS pada 2013.
Sayangnya, penanaman modal di KPBPB BBBK masih terkonsentrasi di Batam. Sekretaris Dewan KPBPB BBK Jon Arizal mengatakan sebanyak 70 persen investasi BBK berada di Batam.
Menurut Jon, terdapat beberapa kendala sehingga investasi masih terkonsentrasi di Batam, di antaranya infrastruktur, konektifitas dan lahan.
Ia mengatakan penanam modal masih memilih Batam ketimbang Bintan dan Karimun karena infrastruktur darat dan lautnya lebih memadai. Ketersediaan listrik di Batam lebih baik.
Selain itu, jarak Batam-Singapura juga menyebabkan Batam unggul dibanding KPBPB BBK yang lain. Lahan menjadi permasalahan selanjutnya.
Di Batam sebagian besar wilayah dikuasai BP Batam yang kemudian mengalokasikannya kepada penanam modal. Sedang di Bintan dan Karimun belum jelas kepemilikannya. "HPL-nya belum jelas," katanya.
Pengamat FTZ yang juga anggota DPR RI daerah pemilihan Kepri Harry Azhar Azis mengatakan pemerataan investasi menjadi salah satu masalah KPBPB BBK.
"Masalah FTZ, belum meratanya konsentrasi industri di wilayah BBK. Konsentrasi PMA dan PMDN berada di Kota Batam," kata Harry.
Dalam jangka panjang ketimpangan investasi itu pada akhirnya menyebabkan FTZ gagal.
Ia mengatakan untuk menyebarkan investasi di wilayah KPBPB yang lain, perlu pengembangan infrastruktur darat dan pelabuhan.
"Dukungan pemerintah pusat juga harus diubah, karena selama ini pengembangan Kawasan FTZ BBK hanya terfokus pada pengembangan Otorita Batam," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar