BATAM (HK)- Masih berlangsungnya reklamasi pantai di Pulau Bokor, Tiba, Batam oleh PT Power Land, membuat nelayan Tanjunguma yang menamakan diri Marlin (Menyatukan Aspirasi Lingkup Internal Nelayan), Batam gerah. Nelayan pun mendatangi Kantor Lurah Tanjunguma dan Bapedalda Batam, Jumat (5/10).
Kedatangan puluhan nelayan ke kedua instansi tersebut untuk mempertanyakan ada tidaknya surat Bapedalda terkait penghentian aktivitas PT Power Land tersebut. Pasalnya, sampai detik ini aktivitas reklamasi masih berlangsung.
"Bapedalda bilang aktivitas sudah dihentikan karena Amdal lagi dalam proses pengurusan. Tapi, kenyataan di lapangan aktivitas masih berlangsung. Makanya kami minta tolong Pak Lurah untuk menfasilitasi kami," kata Ketua Marlin, Tengku Isjah di Kantor Lurah Tanjunguma, kemarin.
Nelayan Kampung Agas, Tanjunguma mendatangi Kantor Lurah Tanjunguma, sekitar pukul 10.00 WIB. Selain mempertanyakan Amdal, nelayan juga meminta Lurah Tanjunguma, Muhammad Fauzi turun tangan memfasilitasi nelayan dengan PT Power Land yang melakukan reklamasi di area tangkapan mereka.
"Kami datang kemari (Kantor Lurah Tanjunguma), untuk meminta pak Lurah membantu kami memediasi nelayan dengan perusahaan dan juga dengan pihak Bapedalda," ujar nelayan lainnya, Abdul Karim.
Ia mengatakan, point penting yang nelayan minta adalah perusahaan segera memberikan konpensasi ke nelayan. Pasalnya, aktivitas tersebut mengancam area tangkap para nelayan. Padahal, aktifitas penangkapan ikan merupakan tulang punggung hidup nelayan.
Secara rinci, ada tiga bentuk kompensasi yang diminta nelayan ke PT Power Land. Pertama, meminta mesin 25 PK dengan both pancung 28 kaki. Karena mereka harus menangkap ikan di tengah laut setelah wilayah tangkapannya di ambil perusahaan.
Kedua, meminta konpensasi dalam bentuk uang tunai. Selama adanya aktivitas reklamasi di area tangkapan, penghasilan mereka terus merosot. Bahkan mereka sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Terakhir meminta Pemko Batam agar benar-benar memperhatikan para nelayan, dengan merancang program nelayan yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Ini penting agar kedepan tidak ada lagi demo-demo yang dilakukan nelayan.
"Tiga tuntuan kami ini, setidaknya menjadi perhatian serius bagi perusahaan dan Pemko," ujar Wili Abdul Rahman, warga setempat yang juga mantan anggota DPRD Kota Batam.
Sementara itu Lurah Tanjunguma, Muhammad Fauzi mengatakan, aspirasi warganya akan ia teruskan kepada pihak-pihak yang dituju yakni ke Bapedalda Kota Batam dan pihak perusahaan.
"Saya bersama perwakilan nelayan akan datang langsung ke Bapedalda untuk mempertanyakan prihal surat penghentian yang dimaksudkan dalam hearing bebebrapa waktu lalu," ujar Muhammad Fauzi.
Sementara untuk tuntutan kompensasi, lanjut Lurah, ia akan koordinasi dengan pihak perusahaan, namun sebelumnya semua tuntuan nelayan akan terlebih dahulu disampaikan pada atasannya, Camat.
Dihentikan
Kepala Bapedalda Kota Batam, Dendi Purnomo pihaknya telah mengirimn surat penghentian pelaksanaan pematangan reklamasi di lokasi PT Power Land sejak 11 Juni lalu.
"Sejak 11 Juni sudah kita layangkan surat penghentian," kata Dendi usai menerima perwakilan nelayan dan Lurah Tanjunguma di Kantor Bapedalda, kemarin.
Dendi mengatakan pihaknya terpaksa menghentikan pelaksaan pematangan reklamasi itu karena memang sampai detik ini perusahaan tersebut belum memiliki dokumen Analisa Dampak Lingkungan (Amdal).
"Kami baru proses Amndalnya, dan saat ini baru pada tahap penyetujuan kerangka acuan Amdal yang diajukan," katanya.
Untuk sampai terbitnya penyetujuan Amdal kata Dendi masih jauh, karena dalam persetujuan kerangka acuan hanya menyepakati sistem dan mekanisme survey pengambilan Dampak Lingkungannya. Setelah itu baru tahap subtansi Amdal itu sendiri dan terakhir dilakukan sidang sebelum Amdal diketok palu di tataran intel Bapedadalda.
"Kita hentikan karena mereka belum memiliki Amdal, dan prosesnya masih panjang," pungkasnya. (ays)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar