- Kamis, 25 October 2012 (sumber Haluan Kepri)
Pantauan di lapangan, kemacetan sudah mulai terasa pada jam-jam tertentu di Batam, mulai masuk kerja pukul 06.00-08.00 WIB, istirahat siang pukul 11.00-13.00 WIB hingga pulang kerja pukul 16.00-18.00 WIB.
Kemacetan terparah terlihat di ruas jalan akses ke kawasan industri. Seperti di kawasan pintu 1 Batamindo, simpang Fanindo-PJB Batuaji, Bengkong Harapan, jalan Terowongan simpang Pelita dan simpang Gelael Seipanas. Selanjutnya, simpang Kalista, Baloi Centre, Bengkong Harapan dan beberapa ruas jalan lainnya.
Berdasarkan data Lembaga Masyarakat Peduli Keselamatan Transportasi (MPKT) Batam, laju pertumbuhan kendaraan dengan jalan di kota ini sangat tidak sebanding. Setiap tahun, jumlah kendaraan baru tumbuh 5-7 persen, sementara panjang jalan cuma bertambah 0,1 persen.
Pada 2007 lalu, kendaraan bermotor yang beredar di Batam mencapai sekitar 204.000 unit. Dari 204 ribu itu, 80 ribu di antaranya sepeda motor. Sisanya mobil pribadi, minibus, carry, truk, bus pariwisata dan trailer. Itu belum termasuk sekitar 5.000-an mobil ilegal alias bodong yang tidak membayar pajak sehingga tidak terdaftar di Samsat.
Sementara data Samsat Polda Kepri, setiap tahun sejak 2007 hingga November 2010, kendaraan roda dua maupun roda empat bertambah sekitar 12 ribu unit. Itu artinya setiap bulan sekitar 600 unit kendaraan baru terdaftar di Samsat atau sekitar 30-an unit per hari. Total kendaraan bermotor yang beredar terhitung 2007 sampai November 2010 dan terdaftar di Samsat mencapai sekitar 236.000 unit.
Ketua MPKT Batam Jeffry De Jong memastikan laju pertumbuhan kendaraan dan jalan yang tidak sebanding ini akan menimbulkan persoalan transportasi yang sangat serius jika tidak segera dicarikan solusinya.
Jeffry mengatakan, berdasarkan data yang dimilikinya, hingga 2010 tercatat panjang jalan yang ada di Batam 1.087,78 kilometer (km). Dari 1.087,78 km itu tercatat 805,99 km dalam keadaaan baik, 148,46 km kondisi sedang, 68,92 km kondisi rusak dan dalam kondisi rusak berat 64,42 km.
Apa solusi mengantisipasi kemacetan Kota Batam 2015? Pelebaran jalan dan pembatasan pemasukan kendaraan ke Batam merupakan salah satu alternatifnya, kata mantan Sekretaris Organda Kota Batam ini.
Jeffry sebelumnya memprediksi tahun 2007 lalu, jalan di Batam sudah macet total. Indikator yang diambilnya adalah, ruas jalan tak akan mampu menampung jumlah kendaraan pada 2007 tersebut.
Namun pemerintah terus melakukan pembenahan dengan melakukan pelebaran jalan dan pembangunan halte serta infrastruktur lainnya sehingga kemacetan dapat diatasi.
Tapi saat ini, kata Jeffry, tatkala jumlah kendaraan yang beredar semakin banyak, pemerintah bukannya memperlebar jalan. Sebaliknya malah melakukan penyempitan jalan di titik-titik tertentu untuk lajur busway.
Penyempitan jalan ini, lanjut Jeffry, jelas akan memperpanjang waktu tempuh angkutan umum non busway dan seluruh kendaraan lainnya. Yang dulu bisa ditempuh dalam waktu 30 menit, sekarang begitu ada jalur busway menjadi lebih dari 45 menit. "Saat ini kendaraan di Batam sudah menumpuk. Mobil di Batam tak tidak bisa keluar, tapi yang masuk dari luar terus bertambah," kata Dewan Pertimbangan Organda Kepri ini.
Begitu juga dengan sepeda motor setiap tahunnya terus meningkat,sejalan dengan perkembangan ekonomi dan pesatnya pertumbuhan penduduk selama tiga tahun belakangan ini.
Mengatasi kemacetan saat ini, selain membangun jalan tol dan monorail, BP Batam dan Pemko Batam sudah seharusnya menciptakan layanan angkutan massal yang dapat diandalkan semua warga kota.
Angkutan tersebut haruslah aman, nyaman, ontime, menghubungkan semua wilayah, benar-benar bebas hambatan. Tidak ngebut, berhenti di sembarang tempat yang bisa membuat lalu lintas semrawut dan membahayakan penumpang maupun pengguna jalan lain.
Dengan begitu, masyarakat tidak ragu lagi meninggalkan kendaraan pribadi dan menggunakan angkutan umum ketika hendak bepergian.
Dukungan anggaran yang lebih baik akan membuat masyarakat bisa menikmati lebih banyak armada busway yang waktu tunggu dan keberangkatannya pasti.
Sementara itu, Kepala Tata Usaha (TU) Samsat Kepri, Diky Wijaya mengatakan jumlah kendaraan pada 2011 sebanyak 123.030 unit. Terdiri atas 95.807 unit kendaraan roda dua, 5.124 unit kendaraan jenis bus dan truk serta 22.099 unit kendaraan jenis van.
"Masih ada sekitar 30 persen pemilik kendaraan yang belum taat pajak," ungkapnya.
Menurut Diky, dengan 70 persen pemilik kendaraan bermotor yang membayar pajak, menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk taat pajak sangat tinggi. Sementara 30 persen yang belum bayar pajak ini, rata-rata adalah kendaraan yang digunakan masyarakat di pulau-pulau, seperti Belakang Padang, Sambu dan beberapa pulau lain.
Untuk mengendalikan tingginya pertumbuhan kendaraan bermotor di Batam, lanjut Diky, seharusnya diterapkan pajak progresif dan pembatasan jumlah kendaraan yang masuk. Pajak progresif ini diterapkan guna membatasi setiap orang untuk memiliki lebih dari satu kendaraan dan meningkatkan pendapatan daerah. Dengan pajak progresif, jika seseorang memiliki lebih dari satu kendaraan, maka nilai pajak kendaraan akan semakin tinggi.
"Sementara untuk membatasi jumlah kendaraan yang masuk, BP (Badan Pengusahaan) Batam seharusnya memiliki kebijakan itu. Kalau tidak, 2013 Batam bisa macet," imbuhnya.
Namun BP Batam membantah memiliki wewenang dalam membatasi jumlah kendaraan yang masuk ke Batam. Saat dikonfirmasi, Direktur Humas Badan Pengusahaan (BP) Batam, Dwi Djoko Wiwoho menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak ada.
"Belum ada kebijakan BP Batam dalam pembatasan kendaraan bermotor yang masuk ke Batam," ungkapnya.
Meski demikian, BP Batam masih memeliki tanggung jawab dalam pembangunan dan perawatan jalan arteri di Kota Batam. Menurut Dwi Djoko, tugas pembangunan dan perawatan jalan arteri ini dilakukan BP Batam karena adanya pelimpahan tugas yang diberikan pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
"Untuk tahun 2012 ini, ada perbaikan jalan arteri di Jalan Duyung Jodoh sepanjang 450 meter. Selebihnya adalah perawatan-perawatan rutin," ujarnya.
Dosen Teknik Sipil Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam, Nadia Khaira Ardi menyatakan, pembatasan jumlah kendaraan yang masuk seharusnya diterapkan oleh pemerintah daerah. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi kemacetan yang lebih parah di Kota Batam.
"Seharusnya ada kebijakan dari pemerintah daerah dalam membatasi jumlah kendaraan yang masuk di Kota Batam," ujarnya.
Selain pembatasan kendaraan yang masuk ke Batam, beberapa alternatif lain juga dapat dilakukan dalam menanggulangi kemacetan. Diantaranya melalui manajemen jadwal masuk dan pulang kerja yang bisa diterapkan di akses menuju kawasan industri.
Dengan adanya manajemen ini, maka tidak semua perusahaan memiliki jam masuk dan pulang secara bersamaan, misal masuk pukul 07.00 WIB dan pulang pukul 16.00 WIB. Harus ada beberapa perusahaan lain dalam satu kawasan yang memiliki jam masuk atau pulang berbeda, misal masuk pukul 07.30 WIB dan pulang pukul 16.30 WIB.
"Sehingga tidak ada penumpukan kendaraan pada jam yang sama," pungkasnya.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Batam Ruslan Kasbulatov mengatakan, semua program mengatasi kemacetan tersebut bisa berjalan tergantung dari political will (kemauan) dari pemerintah untuk mengendalikan kemacetan tersebut.
Mantan Ketua DPC PDIP Kota Batam ini secara blak-blakan mengaku sebenarnya pemerintah sudah tahu dari awal, pertumbuhan kendaraan bermotor tidak seimbang dengan pembangunan infrastruktur yang ada. Sebagai perbandingan pertumbuhan kendaraan bermotor setiap tahunnya mencapai angka 5-7 persen, sedangkan untuk jalan hanya mencapai 0,1 persen.
Sayangnya, lanjut Ruslan tidak ada langkah tegas dari pemerintah, dan terkesan membiarkan masyarakat yang menanggung risiko tersebut.
Di sisi lain Ruslan juga menanggapi soal adanya pembatasan kendaraan pribadi. Dia menilai pembatasan itu tak akan menyelesaikan kemacetan, jika sarana transportasi umumnya tidak dibenahi. "Pembatasan itu diskriminatif. Sedang memiliki kendaraan pribadi itu hak asasi manusia. Kalau misalnya mau membatasi sepeda motor, bagaimana coba?” katanya.
Karena bagaimanapun, menurutnya, sebagian orang membeli kendaraan pribadi sebagai perwujudan kemapanan sosial ekonominya, di samping sebagai alat untuk mobilitas. Apalagi kita ketahui bersama, pajak dari sektor kendaraan bermotor masih menjadi primadona pemerintah daerah untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Jadi, biarkan setiap orang mau beli kendaraan, karena itu hak orang. Tapi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana caranya agar mereka tidak menggunakan kendaraan pribadinya itu,” katanya.
Menurutnya, agar kendaraan pribadi tidak digunakan adalah dengan cara membuat transportasi umum menjadi menarik. Yakni dengan membuat angkutan umum menjadi lebih baik, lebih nyaman, dan lebih berkualitas.
Sebab, rata-rata penumpang kendaraan pribadi di Batam 1-2 orang per kendaraan. Berarti setiap pengendara pribadi mengokupansi 2,5 meter persegi ruang jalan.
Sedangkan dengan angkotan umum, setiap penumpang hanya membutuhkan 0,8 meter persegi. Angka tersebut akan lebih efisien lagi jika angkutan umum yang nyaman dan tepat waktu tadi sudah dioperasikan. Jadi dari perbandingan ini jelas terlihat moda apa yang paling nyata menimbulkan kemacetan di jalan-jalan. Dengan angkutan umum yang memadai, kemacetan memang belum terurai secara instan. Tetapi dengan jalur eksklusifnya, angkutan itu akan mampu mengangkut lebih banyak penumpang.
Bangun Monorel
Otorita Batam (OB)/ Badan Pengusahaan (BP) Batam telah berupaya mengatasi kemacetan dengan berbagai terobosan. Pembangunan infrastruktur kereta layang (monorail) dan jalan tol akan menjadi pilihan utama.
Pembangunan proyek fisik tersebut sudah masuk tahap studi kelayakan atau feasibilty study (FS). Ditargetkan pengerjaan dimulai pada 2013 mendatang.
Direktur Humas Badan Pengusahaan (BP) Batam, Dwi Djoko Wiwoho mengatakan, pembangunan monorail satu jalur dibangun dari Tanjunguncang-Batam Centre sepanjang 17,7 kilometer dan Bandara Hang Nadim-Batuampar sepanjang 19,6 kilometer.
Sebelumnya, master plan rencana pembangunan monorail ada tiga jalur yang diusulkan BP Batam ke Menteri Perhubungan (Menhub), yakni dari Batuampar-Batuaji sepanjang 27,55 kilometer, Sekupang-Batam Centre 16,48 kilometer dan Nongsa-Batam Centre sepanjang 16,36 kilometer.
Namun, setelah masuk tahap studi kelayakan oleh Dirjen KA pada 2010, akhirnya disetujui pembangunan monorail dari Tanjunguncang-Batam Centre dan Bandara Hang Nadim-Batuampar. "Pembangunan sarana monorail ini lebih simpel, karena jalannya berada di atas. Jalur untuk monorel tetap menggunakan row jalan yang ada sekarang yang lebarnya mencapai 200 meter," katanya.
Ia menjelaskan, untuk pembangunan sarana jalan beton sarana monorail sendiri memakan biaya Rp65 miliar per kilometernya. Sementara harga gerbong sistem monorail per unit mencapai Rp30 miliar dan untuk empat gerbong monorail bisa membawa 406 penumpang.
Dibutuhkan biaya sebesar Rp1,15 triliun untuk membangun jalur Tanjunguncang-Batam Centre dan Rp1,24 triliun untuk jalur Bandara Hang Nadim-Batuampar. Kecepatan kereta ini mencapai 80 kilometer per jam. "Anggaran yang akan digunakan untuk pembangunan ini bisa berasal dari APBN ditambah anggaran BP Batam dan investor. Proyek ini sendiri akan diselesaikan pada 2016 mendatang," ujarnya.
Menurutnya, pembangunan sarana sistem monorail ini adalah untuk antisipasi lonjakan penduduk di Batam yang tumbuh 9 persen lebih per tahun. Di samping itu, pembangunan sarana kereta juga untuk mendukung investasi di Batam. "Ada 200.000 kontainer per tahun yang masuk ke Pelabuhan Batuampar dan 3 juta penumpang per tahun melewati Bandara Hang Nadim. Jadi, kita harus siapkan berbagai sarana untuk itu," katanya.
Dijelaskannya, sistem monorail memang tidak merepotkan penumpang. Penumpang bisa membeli karcis di stasiun. Jika terealisasi, kata dia, Batam akan menjadi kota pertama di Indonesia yang memiliki monorail.
Sementara untuk di kawasan padat industri, seperti di Mukakuning, Pemko Batam melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) juga membangun pedestrian atau sarana jalan kaki yang dibangun dengan menggunakan atap di badan jalan. Pedestrian mampu mengatasi kemacetan, karena pekerja yang tinggal di Rusun Mukakuning sampai Panbil tidak perlu lagi menumpang kendaraan umum atau berkendaraan, tapi hanya jalan kaki menuju ke tempat tersebut. (ulo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar