Senin, 05 August 2013 ( sumber : Haluan Kepri )
BATAM
(HK) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Batam, hari ini, Senin
(4/8), akan melayangkan surat kepada Kementerian Kehutanan agar meninjau
kembali SK Menhut No 463 tentang perubahan lahan yang berkaitan dengan
hutan lindung di Kota Batam.Ketua Kadin Kota Batam, Akhmad Ma'ruf Maulana menyebutkan, SK Menhut tersebut berdampak negatif pada perekonomian di Batam, timbulnya ketidakpastian hukum investasi yang berkaitan dengan status lahan, dan keresahan masyarakat yang hak bertempat tinggalnya tidak mendapatkan kepastian hukum, di mana jumlahnya mencapai 22.000 rumah.
Kadin menilai, SK Menhut No 463 tersebut terindikasi melawan hukum dan atau mal administrasi yang tidak memperhatikan tata aturan proses serta tidak didasarkan atas kondisi lapangan. Sehingga keputusannya tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan menyimpang dari yang telah disepakati atau telah direkomendasikan oleh Pemko Batam dan BP Kawasan Batam, dan tim padu serasi.
SK Menhut juga disebutkan telah melanggar hak-hak warga negara dan pelaku usaha sebagaimana diamanatkan oleh UUD Amandemen, khususnya pasal 28D ayat 1 tentang pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Dan pasal 28 I ayat 2 tentang perlindungan perlakuan bersifat diskriminatif, berhubung ada SK Menhut sebelumnya No 725 tahun 2010 tentang pelepasan kawasan hutan lindung Baloi seluas 119,6 hektar yang pada kenyataan lapangannya (tidak signifikan) bila dibandingkan dengan hak warga negara yang terancam kehilangan hak tinggalnya sebanyak 22.000 rumah, bahkan lebih.
"Keputusan Menhut sangat mencenderai kondusivitas perekonomian Batam saat ini dan akan berkelanjutan di masa mendatang dengan pertumbuhan kondisi negatif lebih banyak timbul, serta iklim investasi yang sangat tidak menarik bagi investor berhubung ketidakpastian hukum lahan yang sudah diinvestasikan dengan memenuhi seluruh syarat dan kewajiban yang sudah ditetapkan negara melalui Pemko Batam dan BP Batam terkait pengalokasian, perijinan pembangunan, perdagangan, perbankan, dan perpajakan. Namun saat ini menjadi tidak jelas dan terancam kehilangan hak-haknya, serta menimbulkan konfrontatif horizontal di lapangan antara masyarakat perumahan dengan pengembang maupun dengan Pemko Batam dan BP Batam," papar Ma'ruf kepada wartawan usai menggelar buka puasa bersama anak yatim dan pengurus Kadin Kota Batam dan Kadin se Provinsi Kepri di Hotel Novotel Batam, Sabtu (3/8) malam.
Ma'ruf juga menyayangkan SK tersebut baru turun sekarang, yaitu di tahun-tahun politik atau jelang Pemilu 2014. "Kita mempertanyakan SK ini kenapa baru turun sekarang, setelah sekian lama. Ada apa ini? Kasihan masyarakat, kasihan pengusaha yang terkena imbas masalah ini," ujar Ma'ruf.
Ma'ruf juga menyebutkan, Kadin Batam sedang mempertimbangkan untuk mem-PTUN-kan SK tersebut. Di samping itu, Kadin Batam juga akan melakukan kajian-kajian lebih lanjut atas SK Menhut tersebut.
Terkait persoalan yang membelit warga dan pengusaha, LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Provinsi Kepri, memastikan melakukan yudicial review terhadap SK No 463/Menhut-II/2013 terkait pengembalian fungsi hutan lindung di Kepri. Langkah ini diambil, karena menurut pandangan LIRA keberadaan SK Menhut tersebut cacat hukum.
"Kami pastikan melakukan yudicial review, setelah lebaran permohonannya kami sampaikan ke MK," tegas Koordinator Wilayah Sumatera II (Riau, Kepri dan Sumbar) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Dayat Hidayat, baru-baru ini.
Sebagai bentuk keseriusan LIRA, lanjut pria yang akrab disapa Kang Dayat Ini, pihaknya sudah melakukan pendekatan dengan Pengacara Senior, Egi Sujana and Rekans, dan saat ini sedang mempelajari berkas perkaranya.
"Kami sudah diskusi, kami sepakat menunjuk Pengacara Egi mewakili kami di MK," ungkap Dayat.
Yudicial Review ini, tegasnya tidak boleh disia-siakan, karena SK menhut tersebut merupakan upaya sistematik untuk menghutankan kembali Batam. Sementara kondisi di lapangan sudah tidak memungkinkan untuk difungsikan ke alokasi awal.
"Selain penujukan Pengacara, kami juga terus mengumpuilkan data di lapangan," tegasnya.
Cacat hukum yang dimaksudkan, yakni sebanyak 20 konsidern, tapi satupun secara sadar memasukkan keberadaan Peraturan menyangkut pembentukan Otorita Batam yang sekarang berubah jadi Badan Pengusaan Batam (BP Batam).Perihal kedua, ungkap Kang Dayat. UU 41 tahun 1999, khususnya Pasal 19 (1), perubahan peruntukan dan fungsi kawassan hutan, ditetapkan oleh pemerintah (Menhut) dengan didasarkan penelitian terpadu (tim terpadu).
"Ini belum ada penelitian, ko tiba-tiba SK diterbitkan," terangnya.
Padahal, jika mengacu pada Undang-undang di atas, maka seharusnya usulan tim padurasi dari Pemko Batam dab BP Batam dengan Kemenhut, menjadi pertimbangan utama, bukan malah seenaknya menentukan luas dan titiknya.
"Pertanyaannya, kenapa justeru hasil padu serasi Batam tak ada disampaikan dalam SK Menhut," katanya.
Perihal ketiga, keberadaan SK Kemenhut, telah melabrak sejumlah peraturan perundangan yang lebih tinggi, salah satu terkait tata cara penentuan hutan lindung.
"SK Menhut oini juga bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi," katanya.
Dalam hal ini, tegas Kang Dayat mengatakan bahwa kuat dugaan menteri telah lalai dan mengabaikan peraturan lebih Tinggi yang mengatur tentang Keberadaan BP Batam.
Untuk itu, LIRa meminta seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama satu jiwan satu suara siapapun yang maju dalam Yudicial Review ini harus didukung.
Tak hanya Yudicial Review, namun selama proses ini berlangsung, pihak LIRA akan melakukan demo tinggal di Kantor Kemenhut bersama masyarakat Batam. (pti/ays)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar