Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Jumat, 30 Agustus 2013

Masalah Hutan Kepri Dibawa ke DPR

Jumat, 30 August 2013  ( sumber : Haluan Kepri
 
Perubahan peruntukan hutan di sejumlah kawasan di Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan lokus DPCLS (berdampak penting cakupan yang luas serta bernilai strategis) akan dibawa ke DPR RI sesuai amanat pasal 19 ayat 2 UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Hal itu disampaikan Gubernur Kepri HM Sani dalam pertemuan dengan pengusaha se-Kepri di Hotel Harmoni One, BatamBATAM (HK) -  Perubahan peruntukan hutan di sejumlah kawasan di Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan lokus DPCLS (berdampak penting cakupan yang luas serta bernilai strategis) akan dibawa ke DPR RI sesuai amanat pasal 19 ayat 2 UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.


Hal itu disampaikan Gubernur Kepri HM Sani dalam pertemuan dengan pengusaha se-Kepri di Hotel Harmoni One, Batam, Kamis (29/8).

Dalam pertemuan itu, Gubernur memaparkan, lokus DPCLS merupakan lokasi-lokasi yang mengalami perubahan peruntukan kawasan hutan dari Kawasan Hutan Konservasi maupun Hutan Lindung (HL) menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Persetujuan perubahan peruntukan kawasan hutan pada lokus DPCLS harus mendapat persetujuan dari DPR RI.

Dalam hal ini, sebutnya, Menteri Kehutanan telah menyampaikan surat No S.375/Menhut-II/2013 tertanggal 27 Juni 2013 perihal Permohonan Persetujuan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan yang DPCLS di Provinsi Kepri kepada DPR RI.

Data yang diperoleh koran ini dari Dinas Kehutanan Provinsi Kepri, sebaran kawasan hutan berdasarkan SK 463 tahun 2013, di Batam seluas 102.949 hektar, Karimun seluas 93.943 hektar, Bintan dan Tanjungpinang 147.932 hektar, Lingga seluas 219.248 hektar, Natuna seluas 198.172 hektar, dan Kepulauan Anambas seluas 64.396 hektar.

Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepri Drs H Said Djaffar menjelaskan, hutan konservasi sesuai Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) update yaitu dinamika perubahan hutan sejak 1986 hingga 2013 seluas 19.059 hektar atau 2,31 persen, dalam RTRW Perubahan diusulkan seluas 3.009 hektar atau 0,36 persen. Kemudian, oleh Tim Padu Serasi yang dibentuk 15 oktober 2009 dan menyampaikan rekomendasinya pada 3 Desember 2012 kepada Kemenhut mengusulkan Hutan Konservasi seluas 3.522 hektar atau 0,43 persen. Kemudian dalam SK Menhut disebutkan seluas 17.100 hektar atau 2,07 persen.

Kemudian hutan lindung dalam TGHK Update seluas 102.084 hektar (12,35 persen), dalam usulan RTRW Perubahan seluas 64.637 hektar (7,82 persen), dalam rekomendasu Tim Padu Serasi seluas 82.078 hektar (9,93 persen), yang kemudian oleh Menhut dalam SK-nya seluas 106.799 hektar atau 12,92 persen.

Hutan produksi tetap (HPT) dalam TGHK Update seluas 158.715 hektar (19,20 persen), usulan RTRW P seluas 63.239 hektar (7,65 persen), rekomendasi tim padu serasi 115.071 hektar (13,92 persen, dan di SK Menhut seluas 164.209 hektar atau 19,86 persen.

Hutan produksi dalam TGHK update seluas 6.627 hektar (0,80 persen), usulan RTRW P 15.645 hektar (1,89 persen), rekomendasi tim terpadu 79.450 atau 9,61 persen, dan dalam SK Menhut seluas 49.441 hektar atau 5,98 persen.

Kawasan Hutan Tetap dalam TGHK Update seluas 286.484 hektar (34,66 persen), usulan RTRW P seluas 146.529 hektar (17,73 persen), rekomendasi tim terpadu 280.121 hektar (33,89 persen), dan dalam SK menhut seluas 337.548 hektar (40,83 persen).

Dalam SK Menhut 463 tahun 2013, di Batam, luas hutan konservasi 15.818 hektar (15,36 persen), Bintan dan Tanjungpinang memiliki hutan konservasi seluas 1.282 hektar atau 0,87 persen, sementara Kabupaten Karimun, Lingga, Natuna dan Anambas tidak memiliki hutan konservasi. Untuk hutan lindung, paling luas terdapat di Bintan dan Tanjungpinang seluas 33.646 hektar, Lingga seluas 32.929 hektar, Batam seluas 14.846 hektar, Natuna 11.945 hektar, Karimun 9.685 hektar dan Anambas 3.748 hektar.

Said Djaffar menyebutkan, lokasi yang tidak dapat dilakukan penataan batas kawasan hutan adalah kawasan hutan (berdasarkan SK Menhut No 463) yang apabila dilakukan penataan batas, maka tidak akan menyisakan kawasan hutan.

Kriteria lokasi yang tidak dapat dilakukan penataan batas yaitu terdapat hak-hak pihak ketiga sesuai dengan P.44 tahun 2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan yang meliputi Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Eigendom, Opstal, Erfpacht, petunjuk pajak bumi, girik, pipil, kekitir, verponding Indonesia dan ala hak yang dipersamakan dengan itu. Serta surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan.

Kedua, tutupan lahan berupa pemukiman, lahan terbangun, sawah dan kebun. Ketiga, rencana strategis pemerintah jangka pendek yang disertai dokumen perencanaan, masterplan, perjanjian, kontrak dan dokumen pendukung lainnya.

"Saya tidak bisa menjanjikan kapan ini selesai, tetapi saya menjanjikan akan memperjuangkan masalah ini bersama-sama dengan syarat FKPD baik provinsi maupun Kabupaten dan Kota satu suara. Jangan ada lagi yang sendiri-sendiri, kita harus bersatu, dan kita akan perjuangkan masalah ini ke DPR RI meskipun sebentar lagi masa tugasnya DPR RI sekarang hampir habis," ujar Sani.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Harry Azhar Azis mengatakan, terbitnya SK Menhut sangat berpengaruh pada peningkatan investasi di Batam. Sebab, belum ada kepastian. Karenanya, untuk memprosesnya harus melalui MK.

"Inikan belum ada kepastiannya kapan bisa selesai. Salah satu untuk mempercepat mengatasinya, harus melalui gugat," kata Harry.

"Langkah yang cepat, SK menhut di gugat ke MK. Siapa yang berhak, penghuni atau developer di Batam. Itu yg harus dirumuskan lebih dulu. Kalau tidak drumuskan, tidak ada kepastian hukum. Bisa Apindo, kadin. Karena hak. Apakah, diwakilkan ke Pemerintah," sambungnya. (pti/mnb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar