Kamis, 15 August 2013 ( sumber : Haluan Kepri )
RIPH Tak Kunjung Turun
BATAM (HK) - Kota Batam terancam dilanda kelangkaan produk buah-buahan dan sayuran. Itu menyusul belum dikeluarkannya rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) oleh Kementerian Pertanian (Kementan) Indonesia.
Sementara, izin impor yang pernah dikeluarkan dan diberikan kepada salah satu perusahaan pada Februari 2013 lalu, jangka waktunya telah habis.
"Kita sudah mengajukan ke Kementan kebutuhan produk hortikultura dalam setahun, data itulah yang digunakan untuk perizinan RIPH. Sampai sekarang baru satu perusahaan yang telah mendapatkan untuk wilayah Batam," papar Direktur Lalulintas Barang Badan Pengusahaan (BP) Batam, Fathullah, Rabu (14/8) di kantornya.
BP Batam, sebut Fathullah, telah mengeluarkan IT untuk sejumlah pemain, tinggal menunggu RIPH dari Kementan.
"RIPH bukan tidak dikeluarkan, sudah dikeluarkan oleh Kementan, tetapi memang baru untuk satu pemain. Sekarang jangka waktu izinnya memang sudah habis, tetapi saya tidak tau apakah kuota yang diberikan sudah digunakan semua," ujar Fathullah.
Dikatakan Fathullah, RIPH didapatkan oleh perusahaan tersebut karena yang bersangkutan mengurus langsung ke Jakarta.
Dalam waktu dekat, katanya, BP Batam akan melakukan koordinasi dengan Dewan Kawasan terkait RIPH yang belum keluar untuk wilayah Batam. Ia juga berjanji akan melakukan pengecekan harga-harga dan stok, terutama impor komoditas yang dibatasi oleh pemerintah.
Hal tersebut penting dilakukan untuk mengambil tindakan lanjutan, apakah masih akan menunggu RIPH dari Kementan, atau ada hal lain yang bisa dilakukan sebelum produk-produk holtikultura yang dibutuhkan masyarakat langka di pasaran.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Importir Linda Lau menyebutkan, RIPH yang tak kunjung keluar telah menyulitkan para importir untuk mendatangkan barang-barang tertentu sesuai yang diatur oleh Kementerian dan Perdagangan (Kemendag) dan Kementan.
"Sangat sulit untuk melakukan impor, karena masih ada beberapa dokumen yang harus menunggu dari pusat. Dokumennya tidak hanya satu, tetapi ada beberapa, dan pengurusan masing-masing dokumennya membutuhkan waktu. Ini yang membuat kami lama dalam mengimpor," ujar Linda.
Linda berharap, pemerintah baik DK, BP Batam maupun Pemko Batam bisa menggesa pemerintah pusat agar pelimpahan perizinan benar-benar diberikan kepada BP Batam, sehingga importir tidak sulit lagi dalam pengurusan dokumen.
"Kami sudah mengantongi IT dan IP, tetapi impor untuk barang yang dibatasi tidak bisa dilakukan karena RIPH tak kunjung keluar. Harusnya RIPH itu di BP Batam saja, tidak perlu apply dokumen ke Jakarta. Dan kenyataanya sampai sekarang belum ada," ujar Linda.
Menurut Linda, ia tidak mengetahui pasti asal produk-produk yang masih beredar saat ini. Dia menduga, besar kemungkinan masuk melalui Pulau Jawa.
"Kan hanya satu perusahaan yang melakukan impor, untuk kebutuhan bisa jadi hanya perusahaan itu atau memang didatangkan dari Jawa. Tetapi kalau harga kan bisa dicek sekarang seperti apa di lapangan," ujarnya.
Pantauan di pasar-pasar tradisional di Batam, harga buah, seperti apel dan anggur masih relatif tinggi. Bahkan di tingkat pengecer, harga apel Rp3.000 sampai Rp4.000 per buah, atau sekitar Rp27 ribu perkilogram. Sedangkan anggur merah berada di kisaran Rp35 ribu hingga Rp40 ribu perkilogram. (pti)
BATAM (HK) - Kota Batam terancam dilanda kelangkaan produk buah-buahan dan sayuran. Itu menyusul belum dikeluarkannya rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) oleh Kementerian Pertanian (Kementan) Indonesia.
Sementara, izin impor yang pernah dikeluarkan dan diberikan kepada salah satu perusahaan pada Februari 2013 lalu, jangka waktunya telah habis.
"Kita sudah mengajukan ke Kementan kebutuhan produk hortikultura dalam setahun, data itulah yang digunakan untuk perizinan RIPH. Sampai sekarang baru satu perusahaan yang telah mendapatkan untuk wilayah Batam," papar Direktur Lalulintas Barang Badan Pengusahaan (BP) Batam, Fathullah, Rabu (14/8) di kantornya.
BP Batam, sebut Fathullah, telah mengeluarkan IT untuk sejumlah pemain, tinggal menunggu RIPH dari Kementan.
"RIPH bukan tidak dikeluarkan, sudah dikeluarkan oleh Kementan, tetapi memang baru untuk satu pemain. Sekarang jangka waktu izinnya memang sudah habis, tetapi saya tidak tau apakah kuota yang diberikan sudah digunakan semua," ujar Fathullah.
Dikatakan Fathullah, RIPH didapatkan oleh perusahaan tersebut karena yang bersangkutan mengurus langsung ke Jakarta.
Dalam waktu dekat, katanya, BP Batam akan melakukan koordinasi dengan Dewan Kawasan terkait RIPH yang belum keluar untuk wilayah Batam. Ia juga berjanji akan melakukan pengecekan harga-harga dan stok, terutama impor komoditas yang dibatasi oleh pemerintah.
Hal tersebut penting dilakukan untuk mengambil tindakan lanjutan, apakah masih akan menunggu RIPH dari Kementan, atau ada hal lain yang bisa dilakukan sebelum produk-produk holtikultura yang dibutuhkan masyarakat langka di pasaran.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Importir Linda Lau menyebutkan, RIPH yang tak kunjung keluar telah menyulitkan para importir untuk mendatangkan barang-barang tertentu sesuai yang diatur oleh Kementerian dan Perdagangan (Kemendag) dan Kementan.
"Sangat sulit untuk melakukan impor, karena masih ada beberapa dokumen yang harus menunggu dari pusat. Dokumennya tidak hanya satu, tetapi ada beberapa, dan pengurusan masing-masing dokumennya membutuhkan waktu. Ini yang membuat kami lama dalam mengimpor," ujar Linda.
Linda berharap, pemerintah baik DK, BP Batam maupun Pemko Batam bisa menggesa pemerintah pusat agar pelimpahan perizinan benar-benar diberikan kepada BP Batam, sehingga importir tidak sulit lagi dalam pengurusan dokumen.
"Kami sudah mengantongi IT dan IP, tetapi impor untuk barang yang dibatasi tidak bisa dilakukan karena RIPH tak kunjung keluar. Harusnya RIPH itu di BP Batam saja, tidak perlu apply dokumen ke Jakarta. Dan kenyataanya sampai sekarang belum ada," ujar Linda.
Menurut Linda, ia tidak mengetahui pasti asal produk-produk yang masih beredar saat ini. Dia menduga, besar kemungkinan masuk melalui Pulau Jawa.
"Kan hanya satu perusahaan yang melakukan impor, untuk kebutuhan bisa jadi hanya perusahaan itu atau memang didatangkan dari Jawa. Tetapi kalau harga kan bisa dicek sekarang seperti apa di lapangan," ujarnya.
Pantauan di pasar-pasar tradisional di Batam, harga buah, seperti apel dan anggur masih relatif tinggi. Bahkan di tingkat pengecer, harga apel Rp3.000 sampai Rp4.000 per buah, atau sekitar Rp27 ribu perkilogram. Sedangkan anggur merah berada di kisaran Rp35 ribu hingga Rp40 ribu perkilogram. (pti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar