Kamis, 7 Februari 2013 (sumber : Batam Pos)
Badan Pengusahaan (BP) Batam masih menunggu
pelimpahan wewenang persetujuan impor telepon seluler (ponsel) untuk
kawasan free trade zone (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun dari pemerintah
pusat. Dengan pelimpahan tersebut, Batam akan memiliki wewenang untuk
mengatur sendiri tata cara pembatasan impor ponsel.
Direktur Lalu Lintas Barang Badan Pengusahaan (BP) Batam Fathullah menyampaikan bahwa saat ini Kementerian Perdagangan tengah mempercepat revisi peraturan untuk pelimpahan kewenangan persetujuan impor tersebut.
“Aturan pemasukan ponsel ke Batam, akan dilimpahkan ke BP Batam. Revisi Permendag terkait ponsel akan digesa pemerintah pusat bulan ini, dan berlaku Maret,” katanya di Kantor Hubungan Masyarakat BP Batam, Selasa (5/2) lalu.
Permendag tersebut nantinya tidak akan membatasi pemasukan ponsel secara keseluruhan. Kementrian Perdagangan (Kemendag), menurut Fathullah, hanya berencana untuk mengatur tata cara jual-beli ponsel. Seperti, misalnya kriteria ponsel yang bisa masuk Batam.
“Pembatasan tersebut tidak terkait dengan kuota ponsel yang diimpor,” katanya.
Permendag tersebut adalah Permendag Nomor 82 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Gengam dan Komputer Tablet yang mewajibkan importasi dilakukan oleh importir terdaftar (IT).
Di dalam peraturan tersebut, setiap produk impor harus melalui uji tipe yang dilakukan Kementerian Perindustrian. Dan akan disesuaikan dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Misalnya, setiap ponsel harus memiliki serifikat kominfo, harus didaftarkan, dan memiliki izin frekuensi.
Ponsel tersebut juga wajib memiliki label yang sesuai dengan SNI. Ia juga wajib memiliki garansi dan buku petunjuk berbahasa Indonesia.
“SNI itu kan bentuk perlindungan terhadap konsumen. Seharusnya tidak memberatkan,” katanya.
Permendag tersebut pada dasarnya berpedoman pada empat hal. Yakni perlindungan konsumen, kesehatan, keamanan, dan lingkungan.
Fathullah mengatakan bahwa Batam masih tetap dapat mengimpor dari Singapura dengan ketentuan yang sudah diatur. Importir Terdaftar yang berdomisili di Batam dapat bekerja sama dengan prinsipal di Singapura atau pabrikan. Seperti misalnya, untuk penerbitan buku manual berbahasa Indonesia. (ceu) (171)
Direktur Lalu Lintas Barang Badan Pengusahaan (BP) Batam Fathullah menyampaikan bahwa saat ini Kementerian Perdagangan tengah mempercepat revisi peraturan untuk pelimpahan kewenangan persetujuan impor tersebut.
“Aturan pemasukan ponsel ke Batam, akan dilimpahkan ke BP Batam. Revisi Permendag terkait ponsel akan digesa pemerintah pusat bulan ini, dan berlaku Maret,” katanya di Kantor Hubungan Masyarakat BP Batam, Selasa (5/2) lalu.
Permendag tersebut nantinya tidak akan membatasi pemasukan ponsel secara keseluruhan. Kementrian Perdagangan (Kemendag), menurut Fathullah, hanya berencana untuk mengatur tata cara jual-beli ponsel. Seperti, misalnya kriteria ponsel yang bisa masuk Batam.
“Pembatasan tersebut tidak terkait dengan kuota ponsel yang diimpor,” katanya.
Permendag tersebut adalah Permendag Nomor 82 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Gengam dan Komputer Tablet yang mewajibkan importasi dilakukan oleh importir terdaftar (IT).
Di dalam peraturan tersebut, setiap produk impor harus melalui uji tipe yang dilakukan Kementerian Perindustrian. Dan akan disesuaikan dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Misalnya, setiap ponsel harus memiliki serifikat kominfo, harus didaftarkan, dan memiliki izin frekuensi.
Ponsel tersebut juga wajib memiliki label yang sesuai dengan SNI. Ia juga wajib memiliki garansi dan buku petunjuk berbahasa Indonesia.
“SNI itu kan bentuk perlindungan terhadap konsumen. Seharusnya tidak memberatkan,” katanya.
Permendag tersebut pada dasarnya berpedoman pada empat hal. Yakni perlindungan konsumen, kesehatan, keamanan, dan lingkungan.
Fathullah mengatakan bahwa Batam masih tetap dapat mengimpor dari Singapura dengan ketentuan yang sudah diatur. Importir Terdaftar yang berdomisili di Batam dapat bekerja sama dengan prinsipal di Singapura atau pabrikan. Seperti misalnya, untuk penerbitan buku manual berbahasa Indonesia. (ceu) (171)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar