Wali Kota Ahmad Dahlan mengatakan, setiap transaksi jual beli
lahan di bagian selatan Batam, yaitu kawasan Pulau Rempang dan Galang
statusnya ilegal, karena pemerintah pusat belum menentukan siapa
pengelola sah dua pulau tersebut yang masuk ke wilayah administrasi
pemerintahan Batam.
”Ilegal dan kita belum tahu sampai kapan pemerintah pusat menentukan siapa pemegang kelola atas dua pulau itu,” ujar Dahlan di Nagoya, Kamis (29/3).
Dahlan mengatakan, setiap transaksi jual beli lahan yang menggunakan kuasa camat, secara administratif itu tak berlaku.
”Saya minta kepada para camat di kawasan tersebut, jangan satu pun mempermainkan dan menerima transaksi, karena bila ada jual beli, itu batal demi hukum,” ujarnya.
Dia menyesalkan sikap pemerintah pusat yang menjual beberapa bagian Rempang-Galang kepada pengusaha secara sepihak. ”Pemerintah pusat mengeluarkan HPL secara parsial. Itu tidak melalui pemko, langsung pemerintah pusat,” ujarnya.
Sampai saat ini, Pemko Batam tidak dapat mengelola Pulau Rempang dan Galang serta pulau kecil di kawasan tersebut, karena pengelolaannya belum ditetapkan apakah Pemko Batam atau Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Padahal, sudah banyak penanam modal yang tertarik mengembangkan usaha di Pulau Rempang-Galang. ”Harusnya pemerintah pusat segera turunkan mandat, supaya otonomi atas kawasan Relang ini terealisasi, tapi sampai sekarang seperti apa? Tanyalah pada rumput yang bergoyang,” kata Dahlan.
Meski belum ada kepastian mandat pengelolaan lahan di kawasan Relang, Pemko sudah menyusun masterplan. Pulau Rempang dan Galang dikhususkan menjadi kawasan wisata bahari dan rumah tinggal, sementara usaha berat seperti galangan kapal tidak diperbolehkan di kawasan itu.
Sementara itu, Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Humas BP Batam Dwi Djoko Wiwoho mengatakan, pengelolaan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan industri masih menunggu keputusan Tim Padu Serasi dari Pusat.
Senada dengan Dahlan, ia mengatakan, apabila HPL-nya diputuskan pusat, kawasan tersebut akan digunakan sebagai kawasan industri ringan. ”Rempang-Galang tidak mungkin untuk galangan kapal, tempatnya tak cocok,” ujar Djoko. (cha)
”Ilegal dan kita belum tahu sampai kapan pemerintah pusat menentukan siapa pemegang kelola atas dua pulau itu,” ujar Dahlan di Nagoya, Kamis (29/3).
Dahlan mengatakan, setiap transaksi jual beli lahan yang menggunakan kuasa camat, secara administratif itu tak berlaku.
”Saya minta kepada para camat di kawasan tersebut, jangan satu pun mempermainkan dan menerima transaksi, karena bila ada jual beli, itu batal demi hukum,” ujarnya.
Dia menyesalkan sikap pemerintah pusat yang menjual beberapa bagian Rempang-Galang kepada pengusaha secara sepihak. ”Pemerintah pusat mengeluarkan HPL secara parsial. Itu tidak melalui pemko, langsung pemerintah pusat,” ujarnya.
Sampai saat ini, Pemko Batam tidak dapat mengelola Pulau Rempang dan Galang serta pulau kecil di kawasan tersebut, karena pengelolaannya belum ditetapkan apakah Pemko Batam atau Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Padahal, sudah banyak penanam modal yang tertarik mengembangkan usaha di Pulau Rempang-Galang. ”Harusnya pemerintah pusat segera turunkan mandat, supaya otonomi atas kawasan Relang ini terealisasi, tapi sampai sekarang seperti apa? Tanyalah pada rumput yang bergoyang,” kata Dahlan.
Meski belum ada kepastian mandat pengelolaan lahan di kawasan Relang, Pemko sudah menyusun masterplan. Pulau Rempang dan Galang dikhususkan menjadi kawasan wisata bahari dan rumah tinggal, sementara usaha berat seperti galangan kapal tidak diperbolehkan di kawasan itu.
Sementara itu, Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Humas BP Batam Dwi Djoko Wiwoho mengatakan, pengelolaan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan industri masih menunggu keputusan Tim Padu Serasi dari Pusat.
Senada dengan Dahlan, ia mengatakan, apabila HPL-nya diputuskan pusat, kawasan tersebut akan digunakan sebagai kawasan industri ringan. ”Rempang-Galang tidak mungkin untuk galangan kapal, tempatnya tak cocok,” ujar Djoko. (cha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar