BATAM--Pembabatan hutan kota di sepanjang Simpang Rujak, Seraya Atas, Kota Batam, Kepri meresahkan warga Pelita. Warga khawatir, akan menimbulkan bencana longsor.
"Bisa bahaya kita yang tinggal di bawah (Pelita). Kalau hujan turun sudah tak ada lagi penahan air, ini cukup berbahaya," ujar Tegar, warga RT/RW 05/03, Pelita VI.
Kekhawatiran warga itu beralasan. Sebab pohon yang dibabat itu berada di bibir bukit dan hanya berjarak sekitar puluhan meter dari badan jalan dan pemukiman warga. Padahal pohon-pohon tersebut dianggap mampu menahan terjadinya longsor.
Menurutnya, pembabatan hutan di kawasan itu akan menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau serta sumber resapan. Untuk itu dia meminta pemerintah dan aparat penegak hukum mengusut kasus penebangan hutan itu. "Adili pelaku perusakan hutan," kata Ambi, warga Pelita lainnya.
Ambi berharap, tragedi longsor pada tahun 1995-1996 yang pernah terjadi di kawasan tersebut dan menewaskan 18 orang tidak terulang kembali. Semestinya kata Ambi semua pihak belajar dari tragedi itu. Suatu kawasan yang ditetapkan sebagai hutan kemudian berubah fungsi lanjutnya pasti akan berdampak kepada masyarakat di daerah yang lebih rendah.
"Hutan kota saja dibabat, dampaknya longsor. Apa mau tunggu ada korban dulu baru pemerintah bertindak," jelasnya.
Sementara Fathurrohman, warga lainnya mengatakan, kerusakan hutan di lereng bukit itu semakin parah. "Hutan rusak menyebabkan bencana alam," paparnya. Ia meminta agar fungsi hutan kota benar-benar dijaga.
"Itupun bukan berarti boleh ada pembangunan. Soalnya kalau sudah ada yang bermukim di atas bukit,bisa menimbulkan bencana bagi warga lainnya yang ada di bawah. Pemko harus tegas. Mau membela sekelompok orang atau mengorbankan ribuan warga yang ada di bawah lereng bukti itu," katanya.
Di tempat terpisah, Pengurus Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) STT Ibnu Sina, Junaidi meminta instansi terkait menyikapi hal itu. Sebab jika pembabatan hutan dibiarkan akan menimbulkan banyak korban jiwa karena terjadinya longsor di kawasan tersebut.
" Masalah ini harus di perhatikan dengan serius oleh pihak-pihak terkait," harapnya.
Mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Batam Azwan meminta pelaku penebangan hutan kota segera bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.
"Sebagai orang yang pernah menjabat di DKP selama kurang lebih tujuh tahun, saya minta petugas DKP menyikapi masalah ini. Sebab hutan kota tersebut sangat rawan longsor" kata Azwan yang saat ini menjabat Sekda Kampar, Riau.
Pelaku Belum Jelas
Pelaku pembabatan hutan kota hingga saat ini belum diketahui. DKP masih melakukan penyelidikan. Sebelumnya DKP menyebut pelaku pembabatan hutan adalah PT Citra Buana. Bahkan perusahaan itu telah diberikan surat teguran. Namun DKP meralat kembali bahwa Citra Buana bukan pelaku pembabatan hutan kota.
"Sekarang ini lagi dilacak siapa pelaku atau pemilik lahan tersebut. Yang jelas bukan Citra Buana. Mengenai pemberitaan sebelumnya, saya mengakui kelemahan saya, karena langsung mempercayai informasi tersebut tanpa mengkroscek lebih lanjut," kata Kabid Pertamanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Amat Tajuddin, kemarin.
Karena kesalahan itu, pria asal Bengkalis itu pun meminta maaf. Dia berharap dalam waktu dekat ini pelaku atau pemilik lahan tersebut sudah bisa diketahui.
"Nantilah kita beritahukan, kalau semua sudah jelas. Saya tidak mau berandai-andai dulu. Memang itu kawasan bufferzone, tapi kalau memang lahan itu ada perubahan peruntukan, coba saja tanyakan kepada teman-teman kita di OB (sekarang BP/Badan Pengusahaan Batam). Dan pelaku sebelumnya yang diberitakan, saya mengakui kelemahan saya. Mudah-mudahan dapat dimaklumi," harap Tajuddin.
Ia mengetahui kalau pelaku pembabatan hutan itu bukan Citra Buana setelah mengirim surat teguran ke perusahaan tersebut. Namun pihak perusahaan tidak mengakui kalau lahan tersebut milik mereka apalagi sebagai pihak yang melakukan penebangan.
Disebutkannya, penebangan hutan kota tersebut sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Hutan yang dibabat seluas 7.028 M2.
"Kalau kita lihat sekitar 500 pohon yang ditebang dengan usia pohon berbeda-beda. Sementara itu, kerugiannya yang ditimbulkan sangat besar. Hutungannya satu batang pohon Rp300 ribu," katanya.
Dari Rp300 ribu per batang itu, sudah termasuk biaya tanah hitam, penanaman maupun pemeliharaan. Jadi kerugiaannya, sangat besar. Apalagi, pohon yang ditebang sudah ada yang berusia belasan hingga puluhan tahun.
Meski demikian ia masih menyimpan harapan besar kelangsungan hidup pohon itu. Karena pohon yang ditebang tersebut tidak sampai ke akar. Sehingga potensi untuk hidup lebih besar.
Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho mengatakan, penebangan hutan itu sudah dihentikan. Dan pihak BP Batam pun akan menurunkan anggotanya untuk mengkroscek siapa pelakunya.
"Penebangan sudah dihentikan. Dan kita akan menurunkan Ditpam untuk mencari tahu siapa pelakunya. Yang jelas dari kami belum ada izinnya," kata Djoko.
Rawat 52 Titik
Dinas Kebersiahan dan Pertamanan (DKP) saat ini merawat 52 titik taman baik yang ada di persimpangan jalan, bahu jalan, medium jalan, lengan jalan serta kawasan bufferzone. Dari 52 titik lokasi tersebut, memiliki luas 31.760 meter lari (M1). Dengan anggaran pemeliharaan Rp6 miliar.
"Tahun ini, anggaran untuk perawatan taman sebasar Rp6 miliar lebih. Dengan jumlah tenaga kerja 125 orang," kata Tajuddin.
Dari Rp6 miliar tersebut, upah pekerja sekitar Rp3 M. Sementara y
Tidak ada komentar:
Posting Komentar