BATAM- Persoalan banjir di Kota Batam sudah akut. Parahnya, Pemko Batam, Badan Pengusahaan (BP) Batam dan developer saling tuding dan lempar tanggung jawab.
Bisa dipastikan penyelesaian masalah banjir di kota ini tak akan selesai dalam waktu dekat. Tidak adanya master plan, kacaunya pengalokasian lahan serta minimnya anggaran penanganan banjir, menjadi sebagian kecil penyebab berlarutnya masalah ini.
Semua carut-marut masalah banjir terungkap dalam hearing (rapat dengar pendapat/RDP) antara Komisi III DPRD Kota Batam bersama ketiga lembaga tersebut, Rabu (11/4).
Masalah banjir ini, menurut Kepala Dinas pekerjaan Umum (PU) Kota Batam Yumasnur, sudah sangat kompleks. Permasalahan ini tidak lepas dari persoalan pengalokasian lahan yang dilakukan BP Batam. Kata dia, dana sebesar Rp1 triliun pun tidak akan bisa menyelesaikan banjir jika pengalokasian lahan di Batam dilakukan secara asal.
"Kegiatan cut and fill dan alokasi lahan bukan (wewenang) saya. Rp1 triliun pun dana yang disediakan, tidak akan menyelesaikan kalau seperti ini. Saya tidak mau menyalahkan developer saja. Dan saya juga tidak mau, kalau masalah banjir ini justru (Dinas) PU yang disalahkan," ucap Yumasnur dengan suara lantang.
Kata Yusmanur, ada developer nakal di kota ini. Dalam desain alokasi lahan, ada drainase yang harus dibangun, tapi sampai sekarang tidak dibangun. Pada kesempatan itu, dia pun membeberkan gambar-gambar bangunan permanen di Batam yang dibangun di atas saluran air.
"Lahan yang sudah sempit-sempit juga dibangun developer. Jadi mau bagaimana kami memperlebar salurannya. Saya juga pernah disuruh oleh Pak Walikota untuk memperbaiki saluran drainase. Tapi kondisi di lapangan seperti itu," tambah Yumasnur.
Dikatakan Yumasnur, perubahan tata guna lahan berdampak pada sistem drainase di Batam. Karena itu, dia meminta, komitmen dan kesadaran semua pihak termasuk pengusaha. Pengalokasian lahan diminta untuk memperhatikan lahan untuk saluran air.
"Seperti di SMPN 28 tidak ada saluran air. Topografinya bermasalah, karena lahan yang rendah dan saluran air yang berbelok-belok," ungkapnya.
Sementara itu, Kasubdit Jalan, Jembatan, Bandara, Utilitas dan Pematangan Lahan BP Batam Yudi Cahyono menuding masalah banjir ini kesalahan pihak developer. Sama seperti Yumasnur, dia juga menyebut banyak pengusaha properti di Batam yang nakal.
Menurutnya, banyak pengusaha yang tidak mengurus izin cut and fill. Tak hanya pengusaha, Yudi juga menembak rekannya yang mengurusi bagian lahan di BP Batam.
"Saya sering mengundang rapat soal cut and fill. Bagian lahan (BP Batam) yang malah tidak hadir," bebernya.
Menurut Yudi, dalam menangani banjir, dia menggandeng Dinas PU Pemko dan Dinas PU Provinsi Kepri. Dikatakan, sebelum dibangun gedung, harusnya drainase dulu yang dibangun. Selain itu, drainase yang dibangun tidak berbelok, sehingga aliran air lancar.
"Tapi itulah, karena tidak ada master plan, makanya drainasenya berbelok-belok ,"kata Yudi.
Yudi menyalahkan bagian lahan yang cepat mengalokasikan lahan kepada penerima lahan. Dicontohkannya lahan di depan Taman Sari, Tiban. Jika lahan dialokasikan itu tidak dibangun drainase terlebih dulu, maka dipastikan kawasan tersebut bisa banjir.
"Itu dari dulu saya tidak mau dialokasikan. Tapi sekarang sudah dialokasikan. Itu akan banjir. Sama seperti di simpang Rujak. Eh, ternyata sudah dialokasikan. Di dekat Rumah Sakit Polda juga dialokasikan 40 meter untuk drainase, namun akhirnya dibangun hanya 10 meter,"ujarnya.
Pengalokasian lahan juga dipermasalahan Kepala Dinas Tata Kota (Distako) Pemko Batam Gintoyono. Dia mempermasalahkan pengalokasian lahan ke pengusaha. Menurut dia, paling penting, salah satunya pembuatan master plan.
Namun, Gintoyono juga mengimbau Yudi agar tidak mengelak dari tanggung jawabnya.
"Jadi tidak bisa Pak Yudi seperti itu. Karena bapak yang mengetahui,"kata Ginyono.
Gintoyono menyatakan, tidak akan mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB) apabila pengalokasian lahan di lahan yang rawan banjir. Demikian dengan di Kavling Masyeba dan Akasia. Pihaknya sudah menyiapkan anggaran untuk membangun saluran. Namun, saat akan membangun, BP sudah mengalokasikan dan menjadi milik orang.
"Kami tidak berbuat banyak, tapi IMB-nya tidak saya keluarkan sampai disiapkan untuk saluran airnya. Kami tidak akan mengeluarkan IMB di kawasan banjir. Seperti di kawasan Taman Raya yang tidak saya keluarkan izin sampai banjir teratasi," tambahnya.
Slamet, dari Bagian Lahan BP Batam mengaku, pengalokasihan lahan sejatinya tetap memperhatikan pembangunan saluran air. Hanya saja ada saluran air yang berbelok-belok.
Dia membenarkan keluhan Dinas PU terkait lahan untuk drainase yang berubah ukurannya.
"Memang ada saluran yang menyempit. Fakta di lapangan memang seperti yang disampaikan PU," ujarnya.
Di sisi lain, lanjutnya, saat dialokasikan lahan, terkadang penerima lahan tidak melakukan pembangunan seperti seharusnya. Kegiatan cut and fil lahan tidak dilakukan seperti yang ada di fatwa planologi.
Dalam hearing itu, Slamet juga menyinggung masyarakat yang membuat bangunan di atas saluran.
"Ke depan, pada rawan banjir, kita tidak akan mengalokasikan lahan. Kalau sudah dialokasikan, pengembang harus merelakan lahannya untuk saluran,"janjinya.
Dari pihak pengembang yang diwakili oleh pengurus REI, Jaya mengatakan, saat ini ada 90 pengembang yang menjadi anggota REI. Tapi tidak menjadi sebuah keharusan setiap pengemban jadi anggota REI.
Jaya mengakui ada pengembang yang nakal termasuk yang saat ini tercatat sebagai anggota REI Batam. Salah satunya PT Glory Poin.
"PT Glory Point baru bergabung menjadi anggota REI. Tapi memang nakal. Bahkan beberapa kali diundang rapat, tak juga ikut rapat. Kami memang tidak bisa memberikan sanksi. Tapi kami bisa mengeluarkan Glory Point dari keanggotaannya di REI, karena banyak pelanggaran yang dilakukan Glory Point," kata Jaya.
Menurut Jaya, banjir di Batam bukan saja karena ulah pengembang, tapi juga karena pemerintah selaku pihak regulator tidak tegas. Semestinya, pemerintah tegas ketika akan mengeluarkan izin pengalokasian lahan.
"Kalau pemerintah tidak mau mengeluarkan izinnya, pengembangpun tidak akan berani untuk mengerjakan. Jadi di sini harus ada ketegasan dari pemerintah," beber Jaya.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Batam, Irwansyah menilai, persoalan banjir tidak lepas dari pengelolaan lahan di Batam. Dia meminta, alokasi lahan harus dengan memperhatikan lingkungan.
"Tak ada gunanya promosi ke Belanda atau lainnya kalau banjir tidak diatasi. Ini karena prilaku kalian semuanya," kata Irwansyah.
Dia meminta solusi dari BP Batam, karena ada pengalokasian lahan yang dipaksakan badan itu. Dia mencontohkan, lahan di Perumahan Batara Raya, Batam Centre. Ada saluran dan lahan hijau, tapi malah dialokasikan BP Batam ke pengusaha.
"Bapak jangan hanya mengalokasikan lahan saja. Mohon diperhatikan juga peruntukan untuk saluran air," ujarnya yang ditujukan kepada Slamet.
Pernyataan Irwansyah disambung anggota Komisi III, Edward Brando.
"DAS (daerah aliran sungai) yang terjepit, bapak alokasikan. Kebijakan pengalokasian lahan harus diubah. Seperti di Batara Raya. Alokasi lahan tidak memperhatikan kondisi. Disana, ada fasum dan buffer zone. Itu dialokasikan. Kemarin sudah disepakati akan dipindahkan ke daerah lain, tapi sampai sekarang tidak direalisasikan. Warga di sana menolak. Kalau terjadi pertumpahan darah, kalian (BP Batam) yang bertanggung jawab," katanya. (lim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar