Ketua Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Mustofa Widjaja mengatakan pencabutan status quo itu setelah pihaknya berkoordinasi dengan Tim Paduserasi yang bertugas melakukan proses alih fungsi hutan di kawasan Rempang- Galang (Relang).
"Proses alih fungsi lahan di Relang dilakuan oleh Tim Paduserasi segera rampung. Dan diperkirakan paling lambat akhir tahun ini, status quo lahan tersebut segera dicabut. Ini sesuai dengan koordinasi kita dengan Tim tersebut,” ujar Mustofa di ruang kerjanya, Senin (15/4).
Kata Mustofa, jika semua proses sudah rampung dengan dikeluarkannya surat keputusan dari menteri terkait, maka BP Batam melakukan koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional untuk proses penyerahan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada daerah.
Disinggung peruntukan di kawasan Relang Mustofa mengatakan akan memberikan porsi terbesar untuk sektor pariwisata. Selain itu juga ada alokasi untuk sektor property, industri lunak seperti perakitan elektronik dan lainnya.
Dengan adanya ketersediaan lahan di Relang itu, tentu keluhan investor soal kurangnya lahan di Batam, dapat diatasi.
Mengenai bangunan yang ada di Relang, Mustofa mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Pemko Batam, BPN dan instansi terkait lainnya untuk melakukan pendataan lahan-lahan yang dikelola dan diklaim oleh sejumlah pihak sebagai milik mereka. Namun yang jelas, BP Batam belum pernah mengeluarkan izin pengelolaan lahan di kawasan tersebut.
Di tempat terpisah, Wakil Sekjend Bidang Pertanahan Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) Ir Mulia Pamadi, menyambut gembira terkait dicabutnya status Quo di kawasan Relang.
Menurutnya, jika kawasan tersebut sudah dibuka, maka secara otomatis iklim investasi di Kota Batam akan lebih bergeliat. Apalagi katanya dengan ketersedian infrastruktur seperti jalan, jembatan dan sarana lainnya yang sudah memadai, tentu menjadi suatu instrumen terhadap percepatan kemajuan kawasan tersebut.
“Saya yakin dengan dibukanya kawasan Relang, iklim investasi akan bergeliat. Ini jelas berdampak terhadap pendapatan dan pembangunan daerah, sehingga ratusan miliar uang yang selama ini digunakan untuk membangun infrastruktur di kawasan tersebut tidak menjadi sia-sia,” kata Mulia.
Dia menyarankan agar proses penyerahan HPL dari pemerintah pusat ke daerah yang mengacu pada PP Nomor 46 Tahun 2007 dan direvisi menjadi PP 05 Tahun 2011, tentang Kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas, berjalan lancar, pihak BP Batam harus proaktif dan melakukan koordinasi dengan pihak terkait lainnya. Hal ini penting agar tidak ditemukan lagi permasalahan-permasalahan baru. Seperti ego sektoral yang berakibat pada terhambatnya iklim investasi di kawasan Relang.
Data yang dihimpun Haluan Kepri, luas Pulau Batam mencapai 415 kilometer persegi, Pulau Rempang 165, Galang 80, Galang Baru 32, Tonton 1,75, Nipah 2,28 km persegi, dan Setoko 16 km persegi. Kalau digabung wilayah Batam, Rempang, Galang (Barelang) mencapai 715 km persegi.
Kondisi saat ini, lahan di kawasan Relang banyak diklaim sebagai milik pihak-pihak tertentu. Surat bukti kepemilikan tanah pun banyak yang tumpang tindih. Sebagian lahan dikelola untuk pertanian, peternakan dan perikanan darat. Sering terjadi selisih paham antara satu pihak dengan pihak lainnya karena sama-sama mengklaim sebagai pemilik. Masalah tumpang tindih klaim kepemilikan lahan di Relang berpotensi menjadi bom waktu di masa mendatang jika tidak segera ditangani. (sam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar