Kamis 05 September 2013 ( sumber : Posmetro Batam )
Batam
tengah menyiapkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berisi
permintaan peninjauan kembali Surat Keputusan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No 463/Menhut-II/2013 tentang Peruntukan Kawasan Hutan di
Provinsi Kepulauan Riau.
Surat keputusan tertanggal 27 Juli 2013 itu dinilai sebagai langkah ceroboh karena berbeda sangat jauh dari hasil rekomendasi Tim Padu Serasi yang dibentuk oleh Menhut.
“Konsep surat permohonan peninjauannya sedang disusun, kita masih menunggu Gubernur untuk segera disampaikan kepada Mendagri lalu ke Presiden,” ujar Kepala Humas BP Batam, Djoko Wawoho, saat ditemui RMOL di Batam kemarin.
Selain sebagai keputusan ceroboh, SK yang ditandatangani Menhut Zulkifli Hasan itu juga dinilai abal-abal karena tidak sesuai dengan usulan Gubernur Kepulauan Riau, BP Batam dan pemerintah daerah di sekitarnya antara lain Tanjung Pinang. Djoko mengungkap SK tersebut sama sekali tidak menyinggung dan mempertimbangan Batam sebagai kawasan Free Trade Zone sehingga berakibat pada kehidupan warga dan keberlangsungan pertumbuhan ekonomi di Batam.
Akibat SK Menhut itu, banyak rumah warga, daerah industri dan perniagaan, serta perkantoran pemerintah yang semula bukan hutan lindung ditetapkan menjadi hutan lindung. Bahkan, daerah niaga yang sudah 30-an tahun dan ada sebagian lahan yang tidak ada pohonnya dijadikan hutan lindung.
“Ini jelas kurang cermat,” imbuhnya.
Lebih jauh ditambahkan Djoko, SK Menhut itu telah mengancam bagi pertumbuhan ekonomi di Batam. Investasi sebesar Rp 14 triliun untuk revaneri di Janda Brias dan investasi sebesar 805 juta dolar AS menjadikan Pulau Rendang dan Pulau Saur sebagai terminal kontainaer dipastikan raib. Bahkan kini, akibat SK itu, 10 ribu pekerja di galangan kapal terancam menganggur.
“Soal surat permintaan peninjauan kembalinya, kita masih menunggu Gubernur,” demikian Djoko. [dem]
Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Surat keputusan tertanggal 27 Juli 2013 itu dinilai sebagai langkah ceroboh karena berbeda sangat jauh dari hasil rekomendasi Tim Padu Serasi yang dibentuk oleh Menhut.
“Konsep surat permohonan peninjauannya sedang disusun, kita masih menunggu Gubernur untuk segera disampaikan kepada Mendagri lalu ke Presiden,” ujar Kepala Humas BP Batam, Djoko Wawoho, saat ditemui RMOL di Batam kemarin.
Selain sebagai keputusan ceroboh, SK yang ditandatangani Menhut Zulkifli Hasan itu juga dinilai abal-abal karena tidak sesuai dengan usulan Gubernur Kepulauan Riau, BP Batam dan pemerintah daerah di sekitarnya antara lain Tanjung Pinang. Djoko mengungkap SK tersebut sama sekali tidak menyinggung dan mempertimbangan Batam sebagai kawasan Free Trade Zone sehingga berakibat pada kehidupan warga dan keberlangsungan pertumbuhan ekonomi di Batam.
Akibat SK Menhut itu, banyak rumah warga, daerah industri dan perniagaan, serta perkantoran pemerintah yang semula bukan hutan lindung ditetapkan menjadi hutan lindung. Bahkan, daerah niaga yang sudah 30-an tahun dan ada sebagian lahan yang tidak ada pohonnya dijadikan hutan lindung.
“Ini jelas kurang cermat,” imbuhnya.
Lebih jauh ditambahkan Djoko, SK Menhut itu telah mengancam bagi pertumbuhan ekonomi di Batam. Investasi sebesar Rp 14 triliun untuk revaneri di Janda Brias dan investasi sebesar 805 juta dolar AS menjadikan Pulau Rendang dan Pulau Saur sebagai terminal kontainaer dipastikan raib. Bahkan kini, akibat SK itu, 10 ribu pekerja di galangan kapal terancam menganggur.
“Soal surat permintaan peninjauan kembalinya, kita masih menunggu Gubernur,” demikian Djoko. [dem]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar