Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Selasa, 24 September 2013

Batam Berdiri di Atas Hutan Lindung, REI Tuding BP Tuding Tanggungjawab

Selasa, 24 September 2013 (sumber : Batam Pos )

Seratusan ribu lebih rumah di Batam baik yang sudah berpenghuni maupun yang belum dihuni, bangunannya berdiri diatas lahan hutan lindung. Terbanyak adalah perumahan di Kawasan Batuaji, dan Bengkong.
Hal tersebut dikatakan oleh ketua Dewan Pengurus Daerah Real Estat Indonesia khusus Batam, Djaja Roeslim kepada Batam Pos ditempat kerjanya, Senin (23/9).
 
“Data sebelumnya, saat sebelum heboh Menteri Kehutanan mengeluarkan SK 463 tentang kawasan lahan hutan lindung Batam, Djaja, panggilan akrabnya mengatakan jumlah rumah yang berdiri diatas lahan hutan lindung masih diangka 45 hingga 55 ribu. Begitu muncul Menhut mengeluarkan SK Nomor 463 tentang kawasan hutan lindung Batam, rumah yang tadinya tak masuk hutan lindung, mendadak masuk kawasan hutan lindung,” ujar Djaja.

“Saya juga heran, apa dasarnya Menhut mengeluarkan SK tersebut. Darimana acuannya. SK Menhut Nomor 463 banyak kejanggalan dan kontoversi karena dasarnya tak jelas. Ujung-ujungnya yang dirugikan masyarakat Batam termasuk pengembang dan pelaku industri yakni investor,” terang Djaja.

Djaja mengatakan, yang harus bertanggung jawab atas persoalan SK Menhut Nomor 463 tentang area kawasan hutan lindung di Batam, sepenuhnya berada di pemerintah Batam dalam hal ini BP Batam selaku instansi yang berwenang mengeluarkan pengalokasian lahan. Sebab, menurut Djaja, berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2007, pengalokasian lahan di Batam sepenuhnya berada ditangan BP Batam.

“BP Batam bersama Pemprov Kepri dan Pemko Batam harus bisa menyelesaikan persoalan hutan lindung di Batam ini. Mereka harus bisa memberikan kepastian hukum terkait SK Menhut ini. Sebab, keluarnya SK Menhut Nomor 463 tentang hutang lindung Batam  tak memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Batam maupu pengusaha seperti pengembang dan investor,” terang Djaja.

Djaja mengatakan, harusnya sebelum memberikan izin pengalokasian lahan untuk pemukiman atan untuk kawasan industri, BP Batam tak asal mengeluarkan izin.

Djaja mengatakan, harusnya BP Batam punya RTRW pengalokasian lahan sebelum memberikan izin ke masyarakat maupun investor dan pengembang.

Dampak keluarnya SK Menhut Nomor 463, investor yang sebelumnya ingin menginvestasikan usahanya di Batam, menurut Djaja saat ini banyak yang membatalkan menginves ke Batam.

“Konyol saya bilan SK Menhut Nomor 463 ini. Tahun lalu Batam sempat dipromosikan ke para investor asing agar mereka mau berinves ke Batam. Eh sampai Batam, ternyata soal lahannya tak punya kepastian hukum atau bermasalah masuk kawasan hutan lindung. Bagaimana investor mau masuk Batam? Yang ada mereka sekarang yang sudah menginves malah pada mau kabur,” tegas Djaja.

Dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2011 disebutkan kawasan Tanjunguncang, Tanjunggudap, Batuampar, Telagapunggur dan Sekupang sebagai kawasan industry. Namun, SK Menhut Nomor 463 menyebutkan kawasan tersbut merupakan kawasan hutan lindung.

“Saya curiga ada apa dibalik keluarnya SK Menhut 463 itu? Semoga saja tak digunakan sebagai ajang perpolitikan atau mencari keuntungan dari penderitaan yang dilimpahkan ke masyarakat dan pengusaha,” terang Djaja.

Untuk ruang lingkup pengembang, Djaja mengatakan SK Menhut tersebut berdampak pada merosotnya jumlah penjualan properti. Banyak masyarakat yang datang ke kantor pengembang, yang ditanya pertama kali sekarang status lahannya.

“Pertama masyarakat yang datang ke kantor pengembang itu yang ditanya hanya satu. Apakah lahan perumahan itu masuk hutan lindung atau tidak. Kalau tak masuk, mereka masih bisa berfikir untuk membeli. Tapi kalau masuk hutan lindung, dipastikan semua orang pun tak akan mau beli rumah yang lahannya ternyata tak punya kepastian dan kekuatan hukum,” tegas Djaja. (gas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar