Rabu, 04 September 2013 ( sumber : Haluan Kepri )
BATAM CENTRE (HK) - Koordinator LSM Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GNPK) Kepri, Agus Fajri mendesak penegak hukum turun tangan mengusut kasus hutan lindung di Batam. Sebab, dalam kasus tersebut sudah ada unsur penipuan.
" Penegak hukum harus menelusuri mengapa ini bisa terjadi. Karena dari kronologis kejadian, terdapat unsur penipuan," kata Agus yang ditemui, kemarin.
Agus menilai, bukan SK Menhut yang abal-abal sebagaimana yang diungkapkan pejabat BP Batam, tapi kinerja BP Batam yang abal-abal. Dikatakan dia, masyarakat tidak saja melihat SK tersebut sebagai kesalahan Menhut, tetapi mereka menilai munculnya SK tersebut karena BP Batam gagal memperjuangkan amanat masyarakat.
" Bukan SKnya yang abal-abal, tetapi kinerja BP Batam yang abal-abal dan harus dievaluasi," tambahnya.
Agus berpendapat, jika kinerja BP Batam benar-benar berjalan sebagaimana mestinya, maka SK Menhut tersebut tidak akan pernah ada. Apalagi menurut dia, beberapa diantara perumahan tersebut sudah ada yang habis masa berlaku Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) dan harus dibayar kembali.
Hal senada juga disampaikan Roberto Siahaan, Ketua DPD Ikatan Pemuda Indonesia (IPI) Provinsi Kepri. Ia mengatakan, polemik SK Menhut memancing kemarahan masyarakat dan dikhawatirkan muncul gejolak.
Karena itu, ia berharap Menhut segera ambil sikap, jangan sampai muncul pengadilan masyarakat. " Jangan paksa masyarakat membuat pengadilan sendiri," tegasnya.
Menurut dia, SK Menhut 463 sudah membuat galau masyarakat. Padahal, lanjut dia, selama ini masyarakat tidak mau tau, karena mereka hanya membeli rumah dan sertifikatnya. " Menhut juga harus membuat kajian, jangan seenaknya menerbitkan SK," katanya.
Hal terakhir menurutnya yang tak kalah penting adalah Presiden SBY harus turun tangan, karena keberadaan SK ini sangat berpotensi mengakibatkan gejolak dari ribuan masyarakat yang terzolimi karena status rumahnya masuk dalam kawasan hutan lindung. (ays).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar