Minggu, 1 September 2013 ( sumber : Tribun Batam )
Tribunnewsbatam.com/Dinas KP2K Batam/Zabur Anjasfianto
Keterangan
gambar berdasarkan SK Menhut No 725/Menhut-II/2010 tanggal 30 Desember
2010 diklasifikasikan warna biru (hutan lindung), warna hijau (hutan
taman wisata), dan warna pink beralih fungsi: TWA Mukakuning, Bukit
Tiban, Batuampar I, Batuampar II, dan Batuampar III
Laporan Tribunnews Batam, Anne Maria Silitonga
BATAM, TRIBUN - Bank Indonesia Kantor Perwakilan
Provinsi Kepri segera mengatur jadwal pertemuan antara Gubernur Kepri HM
Sani dengan seluruh Kepala Perwakilan bank bank se-Provinsi Kepri.Itu sehubungan dengan keinginan Sani agar pihak bank tetap menerima
sertifikat rumah maupun property lainnya sebagai jaminan pinjaman.
Hal tersebut dikarenakan adanya keresahan masyarakat karena merasa sertifikat yang warga miliki sama sekali tak berharga, setelah dikeluarkannya SK Menhut nomor 463/Menhut II/2013.
SK itu menyatakan, hampir 64 persen lahan di Batam menjadi hutan lindung. Padahal, kebanyakan dari pada lahan itu sudah diterbitkan Hak Penggunaan Lahan (HPL) dan Sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Sudah kami jadwalkan untuk itu secepat mungkin. Mungkin kami akan mengkoordinasikannya melalui asosiasi perbankan. Untuk bank umum kami minta dari Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) dan Perbarindo untuk yang BPR," papar Minot Purwahono, Deputi Bidang Ekonomi Moneter Bank Indonesia yang dikonfirmasi Tribun, Jumat (30/8) sore.
Sebelumnya kata Minot, Amanlison Sembiring sebagai Kepala Perwakilan Kantor Bank Indonesia Kepri sudah menjelaskan kepada gubernur bahwa perbankan harus tetap menerima permohonan warga yang memiliki sertifikat sah.
"Prinsipnya tidak melihat itu. Terkait SK Menhut, kalau ada sertifikat pokoknya harus terima. Kecuali, kalau memang bank melihat ada sengketa.
Contohnya kata pak Amanlison seperti, saya punya sertifikat tapi saya punya sengketa dengan adik saya, bank juga bisa tidak harus menerima," jelas Minot.
Sebab, kata Minot itu terkait dengan mengembalikan dana masyarakat nantinya.
"Kalau bank melihat bakal ada risiko dengan sertifikat itu, sah saja kalau tidak diterima. Sebab, dikhawatirkan kalau pengembaliannya macet bagaimana? Otomatiskan yang dijadikan jaminan akan dieksekusi untuk mengembalikan dana masyarakat," paparnya lebih jauh.
Bank Indonesia kata Minot secara yuridis formal tidak bisa mengintervensi keputusan perbankan. "Kalau gitu nanti masa yang disuruh ganti Bank
Indonesia. Tapi biar begitu, kita akan tetap memberikan bantuan, yakni memberitahukan duduk persoalannya kepada para perbankan. Supaya mereka (perbankan) paham," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar