1 Desember 2012 (sumber Batam Pos)
JAKARTA (BP) – Niat pemerintah menjadikan Batam sebagai free trade
zone (FTZ) atau zona perdagangan bebas, justru berbuah pahit. Wilayah
ini kini justru banyak digunakan untuk aksi-aksi penyelundupan.
Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono mengatakan, zona bebas perdagangan bebas di Batam sudah terbukti menjadi salah satu pintu masuk utama masuknya barang impor ilegal ke Indonesia. ”Karena itu, kami akan meminta pelaksanaan FTZ di Batam dievaluasi,” ujarnya, Kamis (29/11) lalu.
Sekadar mengingatkan, pada Januari 2009, Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) meresmikan FTZ Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) di Kepulauan Riau. Tujuannya, agar tiga kawasan tersebut bisa menjadi pintu gerbang bagi masuknya investasi asing.
Presiden SBY juga berharap agar ketiga lokasi ini dapat berfungsi sebagai sentral pengembangan industri sarat teknologi sebagai tempat pengumpulan dan penyaluran hasil produksi dari dan ke seluruh wilayah Indonesia serta negara lain, dan menjadi pusat pelayanan lalu lintas kapal internasional.
Namun, pada kenyataannya, luasnya cakupan FTZ serta keterbatasan aparat Bea Cukai membuat aksi penyelundupan barang impor ilegal marak di wilayah ini, terutama Batam. Bahkan yang terbaru, penyelundupan dilakukan melalui kapal penumpang (bukan kontainer) Pelni. “Ini sudah ke tiga kalinya yang tertangkap,” kata Agung.
Hal itu mengacu pada keberhasilan aparat bea cukai menangkap KM Kelud, kapal penumpang yang mengangkut barang ilegal karena tanpa disertai dokumen perizinan. Isinya pun beragam, mulai dari alat-alat kesehatan dan laboratorium, motor besar, alat telekomunikasi dan elektronik, produk garmen dan alas kaki, hingga bahan peledak dan mesin mobil mewah (Ferrari). “Ini sangat membahayakan penumpang, apalagi ada bahan peledak juga,” ucapnya.
Selain berbahaya, aksi penyelundupan tersebut juga merugikan negara karena hilangnya potensi penerimaan dari bea masuk maupun pajak. Dari KM Kelud saja, barang selundupan diperkirakan bernilai lebih dari Rp 500 miliar. “Kerugian negara bisa sampai Rp 100 miliar,” ujarnya.
Sebenarnya, dugaan mengenai maraknya aksi penyelundupan melalui Batam sudah sering disampaikan. Misalnya, pada 2010 lalu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengeluhkan banyaknya barang ilegal yang beredar di pasar domestik, sehingga menjatuhkan produk-produk dalam negeri.
Upaya pengawasan ketat di FTZ Batam, Bintan, dan Karimun memang tidak mudah. Sebab, di kawasan ini terdapat lebih dari 40 pelabuhan liar yang sulit diawasi. Upaya kerjasama Bea Cukai dengan TNI Angkatan Laut (Al) pun juga belum efektif menangkal upaya penyelundupan.
Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Agus Martowardoyo dan Dirjen Bea dan Cukai Agung Kuswandono mengakui nilai barang yang disita sekitar Rp500 miliar dan nilai bea masuk dan pajak bisa mencapai Rp100 miliar.
Saat meninjau barang bukti di Kantor Ditjen BC, Agus meminta agar pihak Pelni dan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub mengawasi ketat atau melarang barang-barang tanpa dokumen naik ke atas kapal. Sebab ternyata diantara barang yang disita terdapat bahan peledak yang dapat membahayakan penumpang.
“Kapal KM Kelud milik PT Pelni tersebut berangkat dari Batam tanggal 31 Oktober dan tiba di Tanjung Priok tanggal 2 November. Berdasarkan manifest yang dibuat Pelni, terdapat 2.198 packages (pckgs) barang dalam 17 kontainer milik Pelni dan 350 diangkut dalam palka kapal. Sebagian besar tidak dilindungi dokumen yang sah,” kata Dirjen Bea dan Cukai, Agung Kuswandono, Kamis lalu.
Ribuan barang-barang mewah dari berbagai jenis ini diselundupkan untuk hindari pajak masuk. Barang-barang itu dimasukkan ke dalam kontainer dicampur dengan barang-barang yang mempunyai dokumen resmi.
Agung mengakui praktek penyelundupan lewat kapal BUMN ini sudah berlangsung belasan tahun dan masuk Priok seminggu sekali. Bahkan pihaknya sudah tiga kali akan melakukan penangkapan tapi selalu gagal lantaran dihalang-halangi oleh porter (tanaga kerja bongkar muat/TKBM) pelabuhan dan pengurus barang tersebut. Bahkan diduga kegiatan tersebut dibekingi oleh oknum petugas aparat setempat.
Sebelum ditangkap di Pelabuhan Tanjung Priok, kata Dirjen, petugasnya di Batam sempat terjadi ketegangan dengan pengurus barang. Petugas memaksa untuk memasukkan barang sedangkan petugas BC berusaha mencegah.
Lantaran kewalahan akhirnya 17 kontainer itu dibiarkan naik ke atas KM Kelud hingga berangkat ke Tanjung Priok. Namun BC Batam kemudian menerbitkan informasi kepada KPUBC Tanjung Priok bahwa ada belasan kontainer barang selundupan berada di KM Kelud.
Khawatir tidak berhasil menyita, cerita Agung, pihaknya meminta bantuan BIN dan TNI. Akhirnya KM Kelud tidak disandarkan di terminal Nusantara Pura Pelindo, tapi dialihkan ke Dermaga Kolinlamil Tanjung Priok untuk mengamankan barang-barang ilegal tersebut. “Penumpang kami turunkan dulu, setelah itu, baru petugas naik ke KM Kelud dan langsung menyita barang-barang selundupan tersebut.
Dari 5.338 paket terdapat 3.140 paket yang tidak dilindungi dokumen sah. Ada bahan kimia berbahaya, bahan peledak (al potasium nitrate, sodium nitrate), mesin mobil ferrari, motor Harley Davidson, alat-alat kesehatan dan laboratorium, alat telekomunikasi dan elektronik (Samsung Galaxy Tab Ipad, kamera, handycam), minuman alkohol, produk garmen, rokok impor dan lainnya. (jpnn/dwi/pos kota)
(69)
Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono mengatakan, zona bebas perdagangan bebas di Batam sudah terbukti menjadi salah satu pintu masuk utama masuknya barang impor ilegal ke Indonesia. ”Karena itu, kami akan meminta pelaksanaan FTZ di Batam dievaluasi,” ujarnya, Kamis (29/11) lalu.
Sekadar mengingatkan, pada Januari 2009, Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) meresmikan FTZ Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) di Kepulauan Riau. Tujuannya, agar tiga kawasan tersebut bisa menjadi pintu gerbang bagi masuknya investasi asing.
Presiden SBY juga berharap agar ketiga lokasi ini dapat berfungsi sebagai sentral pengembangan industri sarat teknologi sebagai tempat pengumpulan dan penyaluran hasil produksi dari dan ke seluruh wilayah Indonesia serta negara lain, dan menjadi pusat pelayanan lalu lintas kapal internasional.
Namun, pada kenyataannya, luasnya cakupan FTZ serta keterbatasan aparat Bea Cukai membuat aksi penyelundupan barang impor ilegal marak di wilayah ini, terutama Batam. Bahkan yang terbaru, penyelundupan dilakukan melalui kapal penumpang (bukan kontainer) Pelni. “Ini sudah ke tiga kalinya yang tertangkap,” kata Agung.
Hal itu mengacu pada keberhasilan aparat bea cukai menangkap KM Kelud, kapal penumpang yang mengangkut barang ilegal karena tanpa disertai dokumen perizinan. Isinya pun beragam, mulai dari alat-alat kesehatan dan laboratorium, motor besar, alat telekomunikasi dan elektronik, produk garmen dan alas kaki, hingga bahan peledak dan mesin mobil mewah (Ferrari). “Ini sangat membahayakan penumpang, apalagi ada bahan peledak juga,” ucapnya.
Selain berbahaya, aksi penyelundupan tersebut juga merugikan negara karena hilangnya potensi penerimaan dari bea masuk maupun pajak. Dari KM Kelud saja, barang selundupan diperkirakan bernilai lebih dari Rp 500 miliar. “Kerugian negara bisa sampai Rp 100 miliar,” ujarnya.
Sebenarnya, dugaan mengenai maraknya aksi penyelundupan melalui Batam sudah sering disampaikan. Misalnya, pada 2010 lalu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengeluhkan banyaknya barang ilegal yang beredar di pasar domestik, sehingga menjatuhkan produk-produk dalam negeri.
Upaya pengawasan ketat di FTZ Batam, Bintan, dan Karimun memang tidak mudah. Sebab, di kawasan ini terdapat lebih dari 40 pelabuhan liar yang sulit diawasi. Upaya kerjasama Bea Cukai dengan TNI Angkatan Laut (Al) pun juga belum efektif menangkal upaya penyelundupan.
Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Agus Martowardoyo dan Dirjen Bea dan Cukai Agung Kuswandono mengakui nilai barang yang disita sekitar Rp500 miliar dan nilai bea masuk dan pajak bisa mencapai Rp100 miliar.
Saat meninjau barang bukti di Kantor Ditjen BC, Agus meminta agar pihak Pelni dan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub mengawasi ketat atau melarang barang-barang tanpa dokumen naik ke atas kapal. Sebab ternyata diantara barang yang disita terdapat bahan peledak yang dapat membahayakan penumpang.
“Kapal KM Kelud milik PT Pelni tersebut berangkat dari Batam tanggal 31 Oktober dan tiba di Tanjung Priok tanggal 2 November. Berdasarkan manifest yang dibuat Pelni, terdapat 2.198 packages (pckgs) barang dalam 17 kontainer milik Pelni dan 350 diangkut dalam palka kapal. Sebagian besar tidak dilindungi dokumen yang sah,” kata Dirjen Bea dan Cukai, Agung Kuswandono, Kamis lalu.
Ribuan barang-barang mewah dari berbagai jenis ini diselundupkan untuk hindari pajak masuk. Barang-barang itu dimasukkan ke dalam kontainer dicampur dengan barang-barang yang mempunyai dokumen resmi.
Agung mengakui praktek penyelundupan lewat kapal BUMN ini sudah berlangsung belasan tahun dan masuk Priok seminggu sekali. Bahkan pihaknya sudah tiga kali akan melakukan penangkapan tapi selalu gagal lantaran dihalang-halangi oleh porter (tanaga kerja bongkar muat/TKBM) pelabuhan dan pengurus barang tersebut. Bahkan diduga kegiatan tersebut dibekingi oleh oknum petugas aparat setempat.
Sebelum ditangkap di Pelabuhan Tanjung Priok, kata Dirjen, petugasnya di Batam sempat terjadi ketegangan dengan pengurus barang. Petugas memaksa untuk memasukkan barang sedangkan petugas BC berusaha mencegah.
Lantaran kewalahan akhirnya 17 kontainer itu dibiarkan naik ke atas KM Kelud hingga berangkat ke Tanjung Priok. Namun BC Batam kemudian menerbitkan informasi kepada KPUBC Tanjung Priok bahwa ada belasan kontainer barang selundupan berada di KM Kelud.
Khawatir tidak berhasil menyita, cerita Agung, pihaknya meminta bantuan BIN dan TNI. Akhirnya KM Kelud tidak disandarkan di terminal Nusantara Pura Pelindo, tapi dialihkan ke Dermaga Kolinlamil Tanjung Priok untuk mengamankan barang-barang ilegal tersebut. “Penumpang kami turunkan dulu, setelah itu, baru petugas naik ke KM Kelud dan langsung menyita barang-barang selundupan tersebut.
Dari 5.338 paket terdapat 3.140 paket yang tidak dilindungi dokumen sah. Ada bahan kimia berbahaya, bahan peledak (al potasium nitrate, sodium nitrate), mesin mobil ferrari, motor Harley Davidson, alat-alat kesehatan dan laboratorium, alat telekomunikasi dan elektronik (Samsung Galaxy Tab Ipad, kamera, handycam), minuman alkohol, produk garmen, rokok impor dan lainnya. (jpnn/dwi/pos kota)
(69)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar