Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Rabu, 19 Desember 2012

Napak Tilas 183 Tahun Batam


Dari Batubata ke Industri Modern

Apa tanda negeri bertuah
Mengukir juang tiada sudah
Apa tanda negeri bermarwah
Tiada pernah melupakan sejarah


Demikian bait pantun yang dilantunkan Walikota Batam Ahmad Dahlan pada Sidang Paripurna Istimewa dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Batam ke-183 di DPRD Kota Batam, Selasa (18/12).

Perkembangan Kota Batam yang kini menjadi salah satu kota metropolis di Indonesia dengan jumlah penduduk 1.231.447 jiwa (per November 2012) dan pertumbuhan ekonomi 7,20 persen pada tahun 2011, di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, sangat pesat.

Ahmad Dahlan mengatakan, karakter Batam sebagai kawasan industri sudah disadari Raja Ali Kelana, salah seorang pengusaha Melayu sekaligus cendekiawan di masa Kerajaan Riau-Lingga. Kemasyuran namanya menyamai Raja Ali Haji.

Menurut sejarah, pada tanggal 26 Juli 1989, Raja Ali Kelana mendapat surat pelimpahan pengelolaan Pulau Batam dari Yang Dipertuan Muda Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi. Raja Ali Kelana kemudian membangun pabrik batubata dengan nama Batam Brick Works di Batuaji, di sekitar kawasan Tanjunguncang.

Bangunan-bangunan penting di Johor dan Singapura banyak yang menggunakan batubata produksi Batam Brick Works. Demikian juga beberapa bangunan rumah lama, termasuk Masjid Sultan di Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang. Dari puing-puing rumah lama di Pulau Penyengat, bahkan sampai sekarang masih ada batubata bertuliskan 'BATAM' yang merupakan produksi Batam Brick Works.

Kini, Batam berkembang sebagai salah satu kota industri dan pariwisata cukup pesat di Indonesia. Pencapaian ini tidaklah serta-merta, di tengah jalan terjadi pasang surut di sektor perekonomian.

Dalam rentang waktu tahun 1945 sampai 1975, terjadi berbagai peristiwa, di antaranya kedudukan kecamatan yang semula di Pulau Bulu dipindahkan ke Belakang Padang. Dalam rentang waktu tersebut, Batam mengalami pasang surut karena Belanda dan Jepang amsih tetap ingin memainkan pengaruhnya, sementara di tingkat pusat pernah diterapkan kebijakan konfrontasi dengan Malaysia yang memberikan implikasi cukup luas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Batam semula berada di era keemasan dollar, berubah menjadi daerah yang sulit akibat kebijakan konfrontasi yang bersimbol 'Ganyang Malaysia' tersebut.

Hubungan perdagangan RI dengan Singapura terputus, bahkan pemerintah RI menjadikan Batam sebagai basis perjuangan terdepan dengan menempatkan rubuan KKO (Korp Komando Operasional, sekarang bernama Marinir) lengkap dalam situasi siap perang.

Keadaan Batam kembali membaik pasca G.30S.PKI di mana konfrontasi dengan Malaysia berakhir. Pada tahun 1968, Pertamina menjadikan Pulau Batam sebagai pangkalan logistik dan operasional yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai.  Selanjutnya, pada tahun 1970-an, pembangunan Batam mulai digalakkan dengan munculnya Kepres No65 tahun 1970 tentang Proyek Pembangunan Pulau Batam dan menunjuk DR Ibnu Sutowo sebagai ketua. Periode 1969-1975 dinamakan sebagai periode persiapan pengembangan Batam, dilakukan secara terprogram, berkelanjutan, dan berkesinambungan.

Pada tahun 1976, keluar Kepres No60, menunjuk JB Sumarlin ketua pengembangan Batam. Masa JB Sumarlin dikenal sebagai periode Konsolidasi, karena pembangunan di Batam saat itu relatif tidak mengalami perkembangan. Selanjutnya, melalui Kepres No194/M/1978, Presiden Soeharto menunjuk Prof DR Ing BJ Habibie sebagai Ketua Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) dan Mayjend  TNI Soedarsono sebagai Ketua Badan Pelaksana. Periode kepemimpinan Habibie ini berlangsung sejak 1978-1998, dikenal sebagai Periode Pembangunan Prasarana, Penanaman Modal dan Industri.

Beberapa rekam sejara tercatat di era ini, antara lain regulasi yang sedemikian kuat dari pemerintah pusat, seperti pelimpahan wewenang pengurusan dan Penilaian Pemohonan Penanaman Modal di Pulau Batam pada Februari 1978, penetapan seluruh wilayah Pulau Batam menjadi Bonded Ware House pada 24 November 1978, penetapan Pulau Batam sebagai daerah khusus di bidang keimigrasian tahun 1980, pelimpahan wewenang di bidang perdagangan dan koperasi tahun 1983, dan sebagai pintu masuk wisatawan dari luar negeri tahun 1983.

Sejak periode tersebut, daerah industri Pulau Batam mulai dipasarkan secara besar-besaran dan mulai menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pada tahun 1984, pemerintah menetapkan semua wilayah Batam ditambah Pulau Janda Berias, Tanjung Sauh, Ngenang, Kasem dan Moi-moi sebagai Bonded Area. Sejak saat itu, Batam mulai menggeliat dan menjadi salah satu sentra pertumbuhan ekonomi termasyhur ke seluruh dunia.

Selanjutnya, sejak Juli 1998-April 2005, kepemimpinan Otorita Batam dipegang oleh Ismeth Abdullah. Periode ini merupakan Pengembangan Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan dengan perhatian lebih besar ditujukan pada kesejahteraan rakyat dan perbaikan iklim investasi. Setelah itu, kendali Otorita Batam yang kini berganti nama menjadi Badan Pengusahaan Batam dipegang oleh Mustofa Widjaja. Era ini menekankan pada Peningkatan Sarana dan Prasarana, Penanaman Modal serta Kualitas Lingkungan Hidup.

Selain Otorita Batam, pemerintah juga membentuk Kotamadya Batam melalui PP No34 tahun 1983, dimana pada tanggal 24 Desember 1983 dilantik Ir H Usman Drama sebagai Walikotamadya Administratif Pertama. Keberadaan dua institusi di Batam ini mengharuskan pemerintah mengeluarkan Keppres No7 tahun 1984 tentang hubungan kerja antara Kotamadya Batam dengan OPDIPB guna menciptakan sinkronisasi dan sinergitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Kepemimpinan Usman Drama berakhir tahun 1989. Kemudian pada bulan Oktober 1989-1999, Kotamadya Administratif Batam dipimpin R A Aziz sebelum digantikan oleh M Nazief Soesila Dharma.

Diterbitkannya UU No22 tahun 1999 dan UU No53 tahun 1999, Kotamadya Administratif Batam berubah menjadi Daerah Kota Otonom. Saat itu juga dibentuk DPRD  Kota Batam dengan ketua pertamanya Taba Iskandar. Kala itu, wilayah administratif pemerintah juga mengalami pengembangan dari 3 kecamatan menjadi 8 kecamatan dan 51 kelurahan. Kini Batam memiliki 12 kecanatan dan 64 kelurahan.

Pada tahun 2001-2005, Kota Batam dipimpin Walikota Nyat Kadir dan Asman Abnur sebagai Wakil Walikota Batam. Selama periode ini terjadi beberapa perubahan yang signifikan, terutama terkait pelaksanaan kewenangan dan urusan pemerintahan di daerah. Beberapa kewenangan dan urusan yang semula berada di Otorita Batam dikembalikan kepada Pemerintah Kota Batam sesuai regulasi yang berlaku.

Tahun 2005-2006, terjadi kekosongan pimpinan daerah setelah Nyat Kadir mencalonkan diri menjadi Gubernur Provinsi Kepri dan Asman Abnur menjadi Anggota DPR RI, maka diangkatlah Manan Sasmita sebagai Penjabat Walikota. Selanjutnya, melalui Pemilukada langsung tahun 2006, terpilih Ahmad Dahlan dan Ria Saptarika sebagai pasangan Walikota dan Wakil Walikota Batam. Kepemimpinan keduanya berlangsung dari 1 Maret 2006-2011. Selanjutnya, sejak 1 Maret 2011, Pemko Batam dipimpin oleh Ahmad Dahlan dan Rudi sebagai Walikota dan Wakil Walikota. (tim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar