BATAM--Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis menilai
penerapan regulasi impor di FTZ Batam perlu dibedakan dari daerah lain
sebagai konsekuensi terbentuknya pasar produk global di kawasan ini.
Dia mengatakan salah satu yang perlu dibedakan adalah penerapan Pemendag No.27/2012 tentang ketentuan Angka Pengenal Impor dan Permendag No.56/2012 tentang Hubungan Istimewa.
"Untuk Batam harus ada perlakuan beda dan Permendag itu harus diubah jika bertentangan dengan prinsip perlakuan pasar internasional di FTZ," jelasnya di Batam, Kamis (20/12/2012).
Harry menilai di pasar FTZ tidak mengenal lagi produk dalam negeri dan produk impor sehingga produk dalam negeri harus bersaing baik dari kualitas dan harga.
Dia mengatakan hal tersebut sudah menjadi resiko dari pembentukan FTZ yang berakibat terbentuknya pasar internasional di dalam kawasan FTZ.
Sejauh ini Batam memiliki kekhususan dengan mendapat pelimpahan penerbitan izin API dari Kemendag ke Badan Pengusahaan Batam (BP Batam).
"Kalau yang jadi tuan rumah, itu resiko pasar FTZ jadi pasar internasional. Harga Batam dan kualitasnya harus lebih baik dari pasar pabean Indonesia, di Batam harus diperlakukan pasar internasional," sambungnya.
Untuk di daerah lain di luar FTZ, lanjut Harry, memang diperlukan regulasi agar produk dalam negeri bisa dilindungi dari serbuan produk impor yang dari segi harga lebih murah.
Jika tujuan Permendag tersebut untuk melindungi produsen dalam negeri agar bisa bersaing dari segi harga produk impor dan tidak dirugikan importir nakal merupakan langkah yang bagus.
Namun ia mengingatkan Pemerintah agar tetap memperhatikan permintaan terhadap produk-produk yang tidak disuplai produsen dalam negeri.
"Tetap tergantung demand. Regulasi ini semacam barrier jadi saya pikir relatif boleh, ada upaya agar harga produksi dalam negeri sama dengan produk impor," tuturnya.
Seperti yang diketahui, Kemendag menerbitkan Permendag No.59/2012 tentang Angka Pengenal Importir pada 21 September lalu. Permendag No.59 Tahun 2012 ini merupakan revisi atas Permendag No.27 Tahun 2012 tentang Angka Pengenal Importir (API).
Dalam peraturan itu, satu API-Umum hanya diperbolehkan untuk mengimpor satu kelompok atau jenis batang yang tercakup dalam satu seksi seperti yang tercantum dalam sistem klasifikasi barang.
Dalam daftar bagian sistem klasifikasi barang, barang-barang impor dikelompokkan ke dalam 21 kelompok, beberapa diantaranya adalah tekstil dan barang tekstil, kelompok kendaraan, plastik
Adapun dalam Permendag 59/2012 mengatur lebih khusus soal hubungan istimewa yang berfungsi untuk melakukan impor yang lebih dari satu jenis barang atau lebih dari satu seksi.
Importir wajib menunjukkan bukti hubungan istimewa agar bisa memperoleh pengecualian ketentuan satu API-U untuk satu satu kelompok barang.(k17/k59)
Dia mengatakan salah satu yang perlu dibedakan adalah penerapan Pemendag No.27/2012 tentang ketentuan Angka Pengenal Impor dan Permendag No.56/2012 tentang Hubungan Istimewa.
"Untuk Batam harus ada perlakuan beda dan Permendag itu harus diubah jika bertentangan dengan prinsip perlakuan pasar internasional di FTZ," jelasnya di Batam, Kamis (20/12/2012).
Harry menilai di pasar FTZ tidak mengenal lagi produk dalam negeri dan produk impor sehingga produk dalam negeri harus bersaing baik dari kualitas dan harga.
Dia mengatakan hal tersebut sudah menjadi resiko dari pembentukan FTZ yang berakibat terbentuknya pasar internasional di dalam kawasan FTZ.
Sejauh ini Batam memiliki kekhususan dengan mendapat pelimpahan penerbitan izin API dari Kemendag ke Badan Pengusahaan Batam (BP Batam).
"Kalau yang jadi tuan rumah, itu resiko pasar FTZ jadi pasar internasional. Harga Batam dan kualitasnya harus lebih baik dari pasar pabean Indonesia, di Batam harus diperlakukan pasar internasional," sambungnya.
Untuk di daerah lain di luar FTZ, lanjut Harry, memang diperlukan regulasi agar produk dalam negeri bisa dilindungi dari serbuan produk impor yang dari segi harga lebih murah.
Jika tujuan Permendag tersebut untuk melindungi produsen dalam negeri agar bisa bersaing dari segi harga produk impor dan tidak dirugikan importir nakal merupakan langkah yang bagus.
Namun ia mengingatkan Pemerintah agar tetap memperhatikan permintaan terhadap produk-produk yang tidak disuplai produsen dalam negeri.
"Tetap tergantung demand. Regulasi ini semacam barrier jadi saya pikir relatif boleh, ada upaya agar harga produksi dalam negeri sama dengan produk impor," tuturnya.
Seperti yang diketahui, Kemendag menerbitkan Permendag No.59/2012 tentang Angka Pengenal Importir pada 21 September lalu. Permendag No.59 Tahun 2012 ini merupakan revisi atas Permendag No.27 Tahun 2012 tentang Angka Pengenal Importir (API).
Dalam peraturan itu, satu API-Umum hanya diperbolehkan untuk mengimpor satu kelompok atau jenis batang yang tercakup dalam satu seksi seperti yang tercantum dalam sistem klasifikasi barang.
Dalam daftar bagian sistem klasifikasi barang, barang-barang impor dikelompokkan ke dalam 21 kelompok, beberapa diantaranya adalah tekstil dan barang tekstil, kelompok kendaraan, plastik
Adapun dalam Permendag 59/2012 mengatur lebih khusus soal hubungan istimewa yang berfungsi untuk melakukan impor yang lebih dari satu jenis barang atau lebih dari satu seksi.
Importir wajib menunjukkan bukti hubungan istimewa agar bisa memperoleh pengecualian ketentuan satu API-U untuk satu satu kelompok barang.(k17/k59)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar