(sumber Haluan Kepri)
Sabtu, 09 July 2011
TOLAK KENAIKAN - Sejumlah Mahasiswa yang tergabung dalam PMII membagikan selebaran kepada pengendara di lampu merah, Simpang Jam, Baloi, Jumat (8/7) tentang penolakan kenaikan tarif ATB. CECEP/HALUAN KEPRIBATAM-Walikota Batam Ahmad Dahlan dengan tegas menyatakan menolak kenaikan air bersih. Dahlan mengaku belum pernah menerima laporan rencana kenaikan tersebut baik dari PT Adhya Tirta Batam (ATB), Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) maupun dari dua staf Pemko Batam yang ikut dalam rapat pembahasan rencana kenaikan air.
"Saya tidak setuju dengan rencana kenaikan tarif air ATB. Sampai sekarang saya tidak pernah menerima laporan terkait itu," ujarnya usai meninjau Klinik Rawat Inap St Elisabeth, Kampung Becek, Sagulung, Jumat (8/7).
Dahlan menegaskan, ada atau tidaknya laporan soal rencana kenaikan tarif air bersih, sebagai kepala daerah, dirinya tetap akan menolak rencana kenaikan tersebut. Pasalnya, kata Dahlan, saat ini bukan masa yang tepat untuk menaikkan tarif air bersih.
Selain adanya kenaikan harga sejumlah bahan pokok, kata Dahlan, saat ini banyak masyarakat yang sedang direpotkan oleh kebutuhan masuk sekolah bagi anak-anaknya. Karena itu, kenaikan tarif air akan menambah beban masyarakat.
Wakil Ketua III DPRD Kota Batam Aris Hardy Halim menyatakan, apa yang dilakukan PT ATB dan BP Batam sebagai bentuk pelecehan terhadap institusi pemerintahan di daerah. Khusus BP Batam, kata dia, ini adalah kali kedua dalam tahun ini melecehkan lembaga DPRD.
Yang pertama, kata Aris, menyangkut soal Pulau Janda Berhias, Kecamatan Belakang Padang. Ketika itu, BP Batam mengalokasikan lahan kepada perusahaan asing berdasarkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 5 tahun 2011. Kegiatan reklamasi sudah dilakukan sejak tahun 2008. PP itu, menurutnya telah mengangkangi semangat otonomi daerah. Pasalnya, Pemko Batam dan DPRD Bota Batam sama sekali tidak pernah dilibatkan. Pulau Janda Berhias ini kemudian menjadi polemik setelah rencana DPRD membentuk panitia khusus (pansus) kandas. Tak lama, muncul dugaan adanya suap dari BP Batam kepada sejumlah anggota dewan. Uang suap tersebut diserahkan oknum pejabat BP Batam melalui sejumlah ketua fraksi di DPRD dengan tujuan agar pembentukan Pansus Pulau Janda Berhias digagalkan.
Pelecehan kedua BP Batam terhadap DPRD, lanjut Aris, adalah kenaikan tarif air sebesar 6,5 persen dimana proses pembahasannya tidak melibatkan DPRD Kota Batam. Tiba-tiba saja, kata dia, BP Batam mengirimkan surat pemberitahuan kepada DPRD tentang kenaikan tarif air, lengkap dengan Peraturan Kepala BP Batam yang sudah ditandatangani Mustofa Widjaja tertanggal 28 Juni 2011.
Mahasiswa Menolak
Suara penolakan terhadap kenaikan tarif air bersih di Batam juga muncul dari elemen mahasiswa di Batam. Di antaranya dari Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Universitas Riau Kepulauan (Unrika) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Puluhan aktivis PMII turun ke jalan membagikan selebaran yang bertuliskan "Tolak Kenaikan Tarif Air ATB" di perempatan Simpang Jam, kemarin. Para mahasiswa itu juga membagikan satu botol air mineral kepada warga yang melintasi perempatan itu.
Sekretaris Umum PMII Kota Batam Bosar Hasibuan mengatakan, secara tidak langsung ATB telah mencekik masyarakat Batam. Pasalnya, pada akhir 2010 lalu ATB sudah menaikkan 18 persen tarif air dengan alasan mengalami kerugian, sekarang ATB kembali menaikkan tarif air sebesar 6,5 persen dengan alasan untuk meningkatkan fasilitas layanan. Itupun dilakukan dengan cara diam-diam, tanpa ada sosialisasi kepada masyarakat terlebih dahulu.
Karena itu, kata dia, secara tegas PMII menyatakan menolak kenaikan tarif air. "ATB harus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat Batam, itu yang utama," kata Bosar.
Selain itu, kata Bosar, Walikota Batam dan Ketua DPRD Kota Batam juga harus meminta maaf kepada masyarakat karena sudah melakukan pembohongan publik. Menurutnya, Walikota sebenarnya mengetahui tentang kenaikan tarif air tersebut.
"Saya sangat menyayangkan pernyataan Walikota Batam. Masa seorang walikota tidak mengetahui perkembangan dan permasalahan di kotanya sendiri," ujar Bosar.
Hal senada juga disampaikan Gubernur BEM FH Unrika Muhammad Nur. Bahkan, BEM FH Unrika akan mengajak masyarakat Batam menunda pembayaran tagihan air ATB sampai ada pembatalan tentang kenaikan tarif air yang sudah ditetapkan Kepala BP Batam sebesar 6,5 persen.
Kedua organisasi mahasiswa tersebut, sepakat akan menggelar aksi turun ke jalan, berdemo di Kantor ATB, BP Batam dan Pemko Batam serta DPRD Kota Batam. PMII berencana menggelar unjuk rasa hari Selasa (12/7) mendatang.
"Kami akan melakukan aksi damai di Kantor ATB, BP Batam, Pemko dan DPRD. Kami juga akan menyebarkan brosur untuk mengajak masyarakat menunda pembayaran rekening air sampai ada pembatalan kenaikan tarif air bersih," kata Muhammad Nur. (wan/ybt/cw51)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar