(sumber Batam Pos)
Masyarakat, pengusaha, dan organisasi profesi kompak menolak rencana kenaikan tarif air bersih PT Adhya Tirta Batam (ATB) sebesar 6,5 persen yang akan diberlakukan untuk pemakaian Agustus dan pembayaran September 2011 ini.
Kenaikan tarif itu telah ditetapkan melalui Peraturan Ketua Badan Pengusahaan Batam Mustafa Widjaya Nomor 7 Tahun 2011. Dalam peraturan itu ditetapkan, kenaikan tarif air sebesar 6,5 persen itu berlaku untuk semua sektor, yaitu bisnis, industri, rumah tangga, niaga, dan sosial.
“Serius mau naik? Yang benar saja. Pelayanan dan kualitas air saja masih kurang, kok tiba -tiba langsung menaikkan sih ATB ini,” ujar Yetli Tanjung, pengusaha kos-kosan di Perumahan Greenland, Batam Center, Rabu (6/7).
Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kota Batam, OK Simatupang menyatakan penolakannya dengan alasan kualitas air dan pelayanan ATB belum bagus. “Keterlaluan kalau ATB dan OB menaikkan ini sekarang,” ujarnya.
Menurut OK Simatupang, seharusnya OB dan ATB mengajak duduk bersama pengusaha dan perwakilan masyarakat bukan langsung menandatangani keputusan kenaikan tarif. “Sekarang tak tepat kenaikan itu, tunggulah satu sampai dua tahun, sampai perekonomian masyarakat Batam membaik, dan perbaikan kualitas layanan ATB dapat diterima.
Air itu kebutuhan bersama, jangan dikomersilkan meraih keuntungan. Wali Kota saja menerima penolakan kenaikan pajak, dan kompak menolak kenaikan listrik, masa ATB dan OB tidak bisa membaca situasi ini, malah menaikkan seenaknya,” ujar OK.
Pengelola pusat perbelanjaan juga menyatakan penolakan. Karena secara langsung akan berdampak bagi ratusan tenant mereka. “Kenaikan ini otomatis akan berdampak ke seluruh tenant, kita akan menaikkan harga sewa, dan tenant pun otomatis akan menaikkan harga ke pengunjung. Itu kalau bisa diterima, bagaimana dengan pengunjung yang notabene masyarakat, apakah kenaikan ATB ini berbanding seimbang dengan UMK? Lagi-lagi yang menanggung adalah masyarakat,” ujar Manajer Pemasaran dan Promosi Mega Mall Batam Center, Franky.
Ia berharap BP Batam, Pemko Batam dan DPRD bijak dan tegas. “Karena kenaikan ini, pekerja akan menuntut kenaikan UMK, apa pemerintah berani melakukan itu. DPRD juga harus bijak, jangan sampai ada permainan,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan seharusnya ATB mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif ini. “Harus butuh pertimbangan dan kajian yang jelas, baru sosialisasi yang baik. ATB menaikkan tarif, sementara standar air sendiri belum mengimbangi,” kata Franky.
Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam, Djaja Roeslim meminta rencana itu ditinjau ulang. “Saya kira perlu dipertimbangkan dengan baik,” kata Djaja yang mengaku masih berada di Eropa kepada Batam Pos, Rabu (6/7).
Pertimbangan itu, kata dia, karena dampak kenaikan itu langsung ke masyarakat selaku pengguna air bersih. “Sekali lagi pertimbangkan dampak kenaikan air yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat,” katanya.
Lecehkan Pemerintah
Dari Kantor DPRD Batam, reaksi terhadap rencana kenaikan tarif ATB terus mengalir. Anggota DPRD menilai kebijakan ATB dab BP Batam tersebut sangat tidak etis dan melukai perasaan pemerintah serta masyarakat.
“ATB dan OB (BP Batam) tidak punya etika. Seharusnya mereka melibatkan pemerintah dalam membuat kebijakan itu,” kata Ketua Fraksi PKS DPRD Batam, Ricky Indrakari, kemarin.
Ricky menilai, sikap ATB dan BP Batam ini sebagai bukti pelemahan terhadap institusi pemerintahan, dalam hal ini Pemko Batam dan DPRD Batam. Sebab ATB dan BP Batam mengambil keputusan sepihak, padahal keputusan itu menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Ricky mengimbau Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan, agar tegas dalam menyikapi kenaikan tarif ATB yang telah disepakati dan disahkan BP Batam, beberapa waktu lalu. Pemko Batam, kata Ricky, harus berani menolak kenaikan tarif tersebut.
“Wali Kota harus ingat, dia itu juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Kawasan (DK) FTZ. Jadi BP Batam itu di bawah dia (Wali Kota),” kata Ricky.
Kritik pedas juga dilontarkan Sekretaris Fraksi Demokrat, Helmy Hemilton. Kata dia, sikap ATB dan BP Batam menaikkan tarif secara sepihak ini merupakan sikap tidak menghargai DPRD dan Pemerintah Kota Batam. Seharusnya, ATB dan BP Batam berkoordinasi dengan Dewan dan Pemko sebelum memutuskan kenaikan tarif air.
“Keputusan ini menyangkut masyarakat luas. Jadi harus ada kajian bersama yang matang,” kata Helmy, kemarin.
Senada dengan Helmy, Ketua Fraksi PDI-P Nuryanto, mengatakan apapun alasan ATB menaikkan tarif, Dewan dan pemerintah berhak mengetahuinya. Sebab, pemerintah dan DPRD merupakan representasi dari masyarakat di kota ini.
“Jangan hanya berfikir profit dan berorientasi bisnis saja,” katanya.
Wakil Wali Kota Batam, Rudi, juga keberatan dengan sikap ATB dan BP Batam menaikkan tarif tanpa ada koordinasi dengan pemerintah kota. Untuk itu dia meminta supaya hal ini dibahas lebih lanjut dengan DPRD dan Pemko Batam. “Ini solusi yang terbaik, kita harus duduk bersama,” kata Rudi usai menghadiri rapat di DPRD, kemarin.
Soal kehadiran salah satu staf Dinas PU, Yayan Nur Ihksan, dalam finalisasi pembahasan tarif ATB di Hotel Harmoni One 25 Mei lalu bukan berarti mewakili Pemko Batam. Sebab, kata Rudi, yang bersangkutan bukan pembuat kebijakan.
Alasan Tarif Listrik
Kasi Humas BP Kawasan (OB) Dendi Gustinandar menyebutkan, kenaikan tarif tersebut didasari lima faktor, yaitu air baku, tarif listrik yang naik, bahan kimia, gaji pegawai dan biaya overheat. “Jadi tarif listrik naik, otomatis tarif air naik,” ujar Dendi.
Dalam tarif baru tersebut, rumah murah pada ben 0 sampai 10 mm3 naik dari Rp760 menjadi Rp775 per mm kubik, ben 2 dari Rp940 menjadi Rp1.000, sedangkan rumah tangga A mulai tipe 36 naik dari Rp2 ribu menjadi Rp2.135, sedangkan rumah tangga B naik dari Rp2.530 menjadi Rp2.700 per mm kubik. “Rumah sederhana juga mengalami kenaikan,” ujar Dendi. (par/cha/hda/gas/cr12/bal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar