(sumber Batam Pos) 8 Juli 2011
Perusahaan pengelola air bersih, PT Adhya Tirta Batam (ATB) mulai aktif menaikkan tarif sejak 2002. Tak tanggung-tanggung sekali menaikkan tarif pernah mencapai 60 persen.
Kepala Kantor Pengelolaan Air dan Limbah Badan Pengusahaan (BP) Batam, Freddy Tanoto menyebutkan, pada tahun 2002 ATB menaikkan tarif sebesar 60 persen, 2007 sebesar 18 persen, 2008 juga ada kenaikan tapi Freddy lupa angkanya, 2010 tarif air naik sebesar 18 persen, dan 2011 mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen.
“Pada kenaikan tarif dua tahun belakangan ini, kita memberlakukan pembulatan atau indeksasi. Karena ATB mengadakan investasi ya pastinya berhak memperoleh pengembalian modal dan profit (laba),” ujar Freddy, Kamis (7/7) di Batam Center.
Dia mengatakan, ATB menginvestasikan modal awal lebih kurang Rp5,59 miliar pada 1995, sejak berlakunya perjanjian konsesi. Dari 26,5 persen target perolehan keuntungan, ATB telah mencapai 24,6 persen, dan hanya kurang 2 persen lagi. Kenaikan ini bertujuan untuk menutupi kekurangan target laba yang 2 persen itu.
“Saat ini kita sudah mencapai 24,6 persen. Mengenai kenaikan, ini untuk menjaga nilai buku sisa 2 persen. Supaya saat penyerahan nanti, BP Batam tidak dikenakan lagi biaya kekurangan atas nilai keuntungan maksimal. Ini hitungan kita dari investasi awal,” ujar Freddy.
Perjanjian konsesi atau kontrak kerja antara BP Batam dengan ATB berakhir 2025. Pada saat perjanjian berakhir ATB harus menyerahkan pengelolaan air
bersih dan aset yang ada kepada BP Batam.
Kemarin, di Kantor DPRD Batam digelar rapat dengar pendapat soal rencana kenaikan tarif air ini di ruang Komisi III. Selain ATB dan BP Batam juga hadir perwakilan Pemko Batam.
“Berdasarkan Perjanjian Konsesi, hitungannya kita hanya akan melayani 750 ribu penduduk Batam sampai 2015. Namun kenyataannya malah melebihi sampai dua digit atau 1,1 juta pada 2011. Artinya kita harus menyesuaikan pelayanan warga yang butuh banyak air bersih. Kita butuh biaya, dan inilah salah satu alasan terjadinya kenaikan tarif,” ujar Corporate Manager PT ATB, Enriqo Moreno Ginting.
Enriqo mengatakan, ATB menyerahkan sepenuhnya usulan perhitungan kenaikan tarif ke BP Batam, dan disetujui memakai indeksasi. Pembahasan tersebut melibatkan BPKP, BP Batam, dan juga Pemko Batam. Pembahasan kenaikan ini sudah dimulai sejak 21 Maret lalu dan berakhir dengan kesimpulan dan penandatanganan kenaikan tarif pada 25 Mei lalu.
Suasana RDP sempat tegang saat anggota Komisi III Irwansyah menyatakan Pemerintah Kota Batam berbohong soal ketidaktahuan institusi tersebut terkait kenaikan tarif air bersih ini.
“Di media, Wali Kota dan Wakil Wali Kota menyatakan belum tahu menahu soal kenaikan tarif ATB ini, ada Pemko tak, kita merasa aneh saja, di laporan pembahasan Pemko dilibatkan, tapi pimpinan tidak tahu. Saya jadi bingung, apa Pemko bego atau gimana. Dulu juga Janda Berhias bilang tidak tahu, itu urusan OB, eh sekali ketahuan turut menyetujui investor China masuk. Mohon Pemko jelaskan ini,” ujar Irwansyah.
Wakil Ketua Komisi III Siti Nurlailah juga menuding Pemko amnesia. Menanggapi hal ini, Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Yayan Nur Ikhsan, yang terlibat dalam pembahasan tarif bersama ATB dan BP Batam, mengungkapkan telah melaporkan semua ke Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
“Kita ada tiga kali ikut pembahasan, sekali di Jakarta diwakili Bina Program Ismeth Djohar, dan dua kali ada pertemuan di Batam. Saya kira itu semua diketahui Wali Kota. Karena hasil pertemuan juga kita laporkan ke beliau. Tapi menurut kami, Pemko tidak sepenuhnya tahu, karena setelah pembahasan tiga kali itu, penandatanganan juga Pemko tak dilibatkan lagi, tiba-tiba muncul SK, padahal di berita acara tidak seperti itu, harusnya diberitahu,” ujar Yayan.
Menjawab itu, perwakilan BP Batam, Rusliden Hutagaol mengatakan, mereka mengambil kebijakan, tarif dinaikkan baru sosialisasi. “Memang benar, kita awalnya akan sosialisasi dulu. Namun, cara itu tidak efektif. Malah menimbulkan reaksi yang berlebihan seperti sebelumnya. Dikhawatirkan tidak memberikan hasil yang memuaskan,” ungkapnya.
Terkait persentase kenaikan tarif, Komisi III belum mendapat penjelasan. Selama berlangsung dengar pendapat, BP Batam menyampaikan angka 6,5 persen kenaikan tarif. “Kita belum tahu, keluarnya angka 6,5 persen itu dari mana. Ini akan kita pertanyakan di pertemuan selanjutnya,” ujar Irwansyah.
Tiga jam hearing berlangsung, DPRD belum menentukan sikap atas kenaikan tarif tersebut. “Akan kita bahas lagi dalam pertemuan selanjutnya,” ujar Irwansyah.
Usaha Terancam Tutup
Beberapa usaha air isi ulang di Tiban mengaku resah bila ATB jadi menaikkan tatif air bersih. Pantauan Batam Pos, Rabu (6/7), di beberapa usaha air isi ulang terlihat sepi pembeli. Sebagian dari mereka merasa bingung dengan tarif air yang akan naik. Banyaknya pesaing air isi ulang yang menawarkan harga Rp3 ribu hingga Rp4 ribu, membuat semakin pusing pemilik usaha.
“Saya bingung harus gimana, kalau sempat naik pasti semuanya naik. Apalagi kita tak bisa menaikan harga, karena pesaing yang jual air juga banyak,” kata Eli, salah satu pemilik air isi ulang di Tiban.
Ketatnya persaingan membuat para penjual air isi ulang tak bisa berbuat banyak. “Kami jadi serba salah, kalau dinaikkan konsumen bakal mencari yang lebih murah,” ujarnya.
Menurut Eli, ia meminta ATB instrospeksi dengan melihat kualitas air yang mereka hasilkan. “Kualitas dijaga dulu, baru tuntut kenaikan harga.
Ini saja setiap pagi pas kita putar kran, yang keluar putih, tinggal dikasih gula, jadilah susu,” jelasnya sambil tersenyum.
Erman, pemilik isi ulang lainnya juga melontarkan hal senada. “Ini saja sudah sepi, apalagi sempat dinaikkan, walah bisa tutup kedai saya ini,” katanya.
Keluhan serupa juga disampaikan pemilik usaha es batu Bunga Mawar. “Kami menolak, bukannya hanya karena bahan baku pembuatan es kami berasal dari air ATB, tapi siapapun pasti akan menolak kenaikan itu. Apalagi kenaikannya tak disertai dasar alasan yang masuk akal,” ujarnya.
Pemilik usaha binatu juga menolak. “Saat ini, usaha binatu tak seperti bulan sebelumnya. Kalau kita tak terjun langsung ke perumahan, usaha ini bisa mati total. Sebab, usaha binatu sudah menjamur di seluruh Batam. Apalagi pemakaian air untuk pencucian itu merupakan kebutuhan utama dalam usaha binatu,” ujar Indah, pemilik usaha binatu di Golden Land (cha/cr12/gas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar