(sumber Haluan Kepri)
Jumat, 08 July 2011 00:00
BATUAJI- Program kesehatan gratis bagi masyarakat miskin di Kota Batam patut dievaluasi. Pasalnya, seringkali ada warga miskin yang tetap dimintai bayaran tinggi saat menjalani perawatan di rumah sakit. Padahal itu rumah sakit pemerintah, dan merekapun sudah menunjukkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Begitulah yang dialami Dian Herawati (45), warga Seilekop, Sagulung yang menjadi korban kecelakaan lalulintas pada 10 Juni lalu. Janda tiga anak ini tetap dimintai bayaran selangit saat berobat ke Rumah Sakit Otorita Batam (RSOB). SKTM yang ditunjukkan ke manajemen RSOB sudah tidak berlaku lagi.
Ditemui di RSUD Embung Fatimah di Batuaji, Rabu (6/7), Dian menuturkan, akibat kecelakaan itu, dirinya harus mengalami batok kepala sebelah kanan bocor yang mengakibatnya terjadi penggumpalan darah di sebelah kiri, serta telinga bagian kanan mengeluarkan darah. Kecelakaan itu dialaminya di jalan raya depan Puskopkar Batu Aji, Jumat (10/6) sekitar pukul 22.00 WIB. Ia sebelumnya dibawa ke RSUD Embung Fatimah, kemudian, untuk mendapat aperawatan intensif, dirinya dirujuk ke RSOB.
"Katanya hanya ada satu dokter spesialis bedah saraf di Batam, makanya saya dirujuk ke RSOB," tutur Dian.
"Waktu masuk ke RSUD, saya diharuskan membayar sekitar Rp1,5 juta. Untuk membayar biaya tersebut saya terpaksa berhutang sana-sini. Waktu masuk RSOB, anak saya juga harus mencari bantuan dengan berhutang ke beberapa kenalan, karena kondisi kami sedang tidak ada uang," ujar Dian.
Mengingat dirinya termasuk warga miskin, kata Dian, maka Ketua RT, RW dan Lurah Sei Lekop turun tangan untuk membantu dengan membuatkan SKTM.
"Ketua RT dan RW tahu kondisi saya, tahu kondisi perekonomian saya, makanya mereka membantu membuatkan SKTM, sehingga saya bisa dioperasi di RSOB," ujar Dian.
Dian mengaku, sebenarnya ia tak ingin memanfaatkan kartu Jamkesmas walaupun ada kesempatan. Ia merasa masih mampu berusaha sendiri untuk menjalani kehidupannya. "Selagi saya mampu, saya akan berusaha. Makanya saya dulunya enggak ingin membuat kartu Jamkesmas. Biarlah yang lebih membutuhkan mendapatkannya," ujarnya.
Namun nasib berkata lain. Kini ia terpaksa harus menggunakan SKTM untuk meringankan beban biaya pengobatan di RSOB.
"Saya masuk RSOB tanggal 11 Juni, sejak tanggal 11 sampai 13 Juni, semua biaya di RSOB menggunakan biaya sendiri walau saya harus meminjam dari orang-orang. Tanggal 14 sampai 17 Juni, semua biaya pengobatan saya sudah menggunakan SKTM. Biaya selama tiga hari empat malam yang di tanggung Pemko Batam itu mencapai Rp12,3 juta," cerita Dian.
Periode tersebut, dokter baru mengoperasi kepala bagian kiri saja, namun kepala bagian kanan yang bocor belum dioperasi, melainkan hanya diperban. Sesuai SKTM, biaya pengobatan yang akan ditanggung oleh Pemko Batam maksimal Rp20 juta. Karena biaya yang telah terpakai Rp12 juta, Dian berkeinginan untuk rawat jalan saja. Jatah perawatan sekitar Rp7 juta lebih lagi akan digunakan untuk biaya operasi kepala sebelah kanan.
"Dalam kondisi diinfus, saya memutuskan untuk keluar dan memilih untuk rawat jalan dari dokter, dokter pn mengizinkan," ujar Dian.
Namun sayang, RSOB mengatakan SKTM tidak bisa digunakan lagi karena limitnya sudah habis.
"Pihak RSOB bilang sudah tidak bisa dipakai lagi SKTM-nya, karena limit sudah habis. Alasannya, Pemko masih banyak hutang di RSOB. Masa permasalahan itu harus disampaikan ke saya. Sebagai pasien yang saya inginkan cuma sembuh. Urusan pembayaran kan urusan Pemko Batam, saya perjuangkan masalah ini sampai ke Dinas Kesehatan. Bayangkan, dalam kondisi seperti ini, saya ke Dinas Kesehatan, juga menghadap ke Humas RSOB untuk menanyakan ini, tetapi tetap tak ada hasilnya," ujar Dian.
Akibatnya, Dian harus keluar dari RSOB tanpa operasi lanjutan. Dokter di RSOB hanya memberi catatan untuk pemeriksaan lanjutan di rumah sakit yang bisa ia biayai sendiri. Ia harus kontrol sekali dua hari. Namun, kontrol yang ia lakukan sekarang justeru pada dokter bedah, bukan dokter bedah syaraf.
"Menggunakan SKTM itu, saya cek ke RSUD. Tetapi RSUD tidak bisa menangani saya karena dokternya hanya ada dokter bedah. Tidak ada dokter spesialis bedah saraf yang bisa mengoperasi saya. Sekarang kondisi saya tak menentu dengan kepala masih bocor dan belum dioperasi. Sepertinya saya harus siap-siap jika sewaktu-waktu saya harus meninggal karena kepala saya yang masih bocor begini," ujar Dian berlinang air mata.
Dikonfirmasi terpisah, Humas RSOB Wawan Setiawan tidak tidak bisa memberi keterangan karena mengaku sedang di luar kota. Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Chandra Rizal menegaskan bahwa permasalahan hutang Pemko Batam ke RSOB sudah dibayar beberapa waktu lalu. Ia juga menyebutkan hutang pemko pada RSOB pasti akan dibayar, sehingga tidak ada alasan bagi RSOB untuk menolak pengobatan pasien.
"Selagi batas biaya maksimum Rp20 juta belum terlewati, pasien tetap bisa menggunakan SKTM. RSOB itu milik BP Batam, dan yang berhutang adalah Pemko Batam, hutang akan tetap dibayarkan. Kenapa itu menjadi persoalan? Coba cek lagi ke RSOB," pinta Chandra Rizal.
Direktur RSUD Embung Fatimah Drg Fadhilla Ratna Dumila Mallarangan melalui sambungan telepon mengatakan, tim dokter spesialis di RSUD Embung Fatimah memang masih minim.
"Untuk kecelakaan, seperti patah tulang dan sebagainya hingga kini masih harus dirujuk ke RSOB, karena kita belum memiliki dokter syaraf dan dokter ahli ortopedi," ujar Fadhilla singkat.(pti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar