Tribun Batam - Selasa, 12 Juli 2011
Laporan Kartika Kwartya, wartawan Tribunnews Batam
TRIBUNNEWSBATAM.COM, BATAM- Kepala Kantor Pengelolaan Air dan Limbah BP Batam, Freddy Tanoto mengatakan bahwa tarif air untuk dunia industri tidak dinaikkan karena menjaga agar tetap kompetitif dengan tarif air di Singapura. Menurutnya, tarif air di Singapura saat ini 1,7 dolar Singapura atau sekitar Rp 11.000 per meter kubik. Sementara tarif air industri ditetapkan Rp 10.000 per meter kubik untuk industri kecil dan Rp 10.500 untuk industri besar.
"Ini salah satu pesan Kepala BP Batam. Industri tidak dinaikkan dengan pertimbangan supaya kompetitif dengan Singapura. Agar industri ini memilih di Batam dan tidak lari ke Singapura," kata Freddy usai rapat dengar pendapat di Komisi III DPRD Batam, Selasa (12/7/2011).
Begitu juga untuk tarif air di pelabuhan, tidak mengalami kenaikan yaitu Rp 50.000 per meter kubik. Hal ini menurut Freddy karena tarif tersebut sudah cukup tinggi, namun tetap dibawah tarif daerah lain.
Tujuannya agar kapal-kapal lebih memilih singgah di pelabuhan Batam dibandingkan daerah lain atau di Singapura.
Ia membandingkan di Jakarta tarif air untuk pelabuhan sebesar 8 dolar Amerika atau sekitar Rp 68.000 per meter kubik (kurs Rp 8500).
"Bahkan di Singapura, jika pemakaian lebih dari 400 meter kubik, dikenakan tarif 20 dolar Singapura per meter kubiknya," kata Freddy.
Berdasarkan pemaparan Freddy, dari lima komponen yang mempengaruhi indeksasi tarif, hanya biaya energi listrik yang tidak mengalami kenaikan. Sementara biaya air baku, bahan kimia, gaji pegawai, dan biaya lain mengalami kenaikan karena dipengaruhi inflasi.
"Ini kaitannya dengan inflasi. Inflasi tahun ini sekitar 7 persen. Untuk kenaikan tarif yang diusulkan ATB 6,74 persen. Dan yang BP Batam setujui 6,5 persen," kata Freddy.
BP Batam mengklaim bahwa pihaknya tetap pro rakyat. Karena telah menurunkan tarif air di rusunawa yang dihuni para pekerja, dari Rp 2000 menjadi Rp 775.
Namun sayangnya hal ini tidak lantas membuat Komisi III senang. Karena menurut Sekretaris Komisi III, M Yunus, rusunawa memang dihuni para pekerja tapi sebagian besar merupakan lajang yang tidak perlu memikirkan biaya keluarga.
"Justru yang harus dipikirkan itu tarif untuk rumah murah atau rumah sederhana, yang merupakan sebagian besar tipe rumah di Batam. Dan biasanya yang tinggal di rumah sederhana ini sudah berkeluarga sehingga bebannya lebih besar. Kalau yang di rusunawa umumnya single, sehingga tidak banyak yang dipikirkan," kata politisi Golkar ini di dalam rapat.
Hal serupa diungkapkan Wakil Ketua Komisi III, Siti Nurlaila. Menurutnya BP Batam sengaja menurunkan tarif air di rusunawa karena ingin meramaikan kembali penghuni rusunawa milik BP Batam. Diindikasikan telah terjadi penurunan penghuni di rusunawa tersebut akibat penghuninya memilih pindah ke rusunawa lain atau ke perumahan.
Hal ini dijawab BP Batam dengan mengatakan bahwa untuk rumah murah memang mengalami kenaikan namun masih di bawah biaya pokok produksi air bersih.
"Untuk rumah murah masih kami subsidi. Sampai pemakaian 30 meter kubik tarifnya Rp 2.700. Begitu juga untuk rumah tangga A, sampai pemakaian 20 meter kubik tarifnya Rp 2.700. Masih di bawah biaya pokok produksi Rp 3.600. Karena rata-rata pemakaian air di Batam ini 23 meter kubik," kata Freddy.
"Saya juga ingat perkataan Pak Irwansyah (anggota Komisi III) dulu, untuk yang pakai banyak air ya dikasih tarif mahal saja," tambah Freddy.
Dari data yang dipaparkan pihak BP Batam, tarif air yang mengalami kenaikan yaitu untuk golongan sosial umum dan khusus, instansi pemerintahan, rumah murah, rumah tangga A dan rumah tangga B, niaga kecil dan niaga besar, serta Batamindo Dormitori.
Stress area
Wakil Ketua Komisi III DPRD Batam, Siti Nurlaila menekankan agar PT ATB jangan menjadikan investasi sebagai alasan untuk menaikkan tarif.
"Setiap mau investasi naikkan tarif. Enak betul perusahaannya. Padahal tidak ada terlihat hasilnya. Tahun lalu saat menaikkan tarif alasannya untuk menambah sambungan di stress area. Waktu itu Pak Freddy dengan yakinnya bilang pasti tuntas. Tapi tahun ini saya lihat masih stress area ini juga yang dipakai untuk alasan," kata politisi PKS ini tegas.
Masalah lain yang disorot yaitu tingkat kebocoran yang masih tinggi. Menurut anggota Komisi III, Jeffry Simanjuntak, PT ATB tidak perlu menaikkan tarif bila kebocoran ini bisa ditekan.
Namun Kepala Biro Humas dan Marketing BP Batam, Rustam Hutapea mengatakan bahwa tidak mungkin untuk menghapuskan kebocoran.
"Kebocoran tidak mungkin dinolkan. ATB ini sudah terbagus di Indonesia," kata Rustam.
Ditambahkan Freddy Tanoto, pada awal ATB bekerja di tahun 1996 tingkat kebocoran mencapai 46 persen. Kemudian ditekan hingga 25 persen sampai tahun 2007.
Pada tahun 2007 ATB membangun Water Treatment Plant baru. Sehingga tekanan air meningkat, yang mengakibatkan pipa-pipa yang ada menjadi pecah. Membuat tingkat kebocoran meningkat kembali ke 29 persen. Tahun ini kembali ditekan menjadi 28 persen.
"Yang seperti ini kebocoran teknis namanya. Selain kebocoran teknis masih ada kebocoran di WTP sekitar 6,5 persen. Karena air di WTP perlu dicuci. Lalu di tangki dan di pipa-pipa juga perlu dicuci. Belum termasuk kebocoran bisnis, yaitu yang dicuri," kata Freddy.
Oleh karena itu, PT ATB mendapat kompensasi untuk un-accounted water (UAW) atau air yang tidak dihitung sebanyak 25 persen.
Editor : dedy suwadha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar