23 July 2011 (sumber Batam Pos)
Pernyataan Wakil Ketua DPRD Batam Ruslan Kasbulatov tentang pertemuan pimpinan Dewan dengan manajemen PT Adhya Tirta Batam (ATB), yang diwarnai dugaan upaya penyuapan terkait kenaikan tarif air, dibenarkan supir pribadi Ruslan, Bobby Fernando. Bobby bahkan siap menjalani sumpah pocong.
“Saya siap bersumpah. Kalau perlu disaksikan 41 kiai dan masyarakat Batam di Masjid Raya Batam,” ujar Bobby saat memberi keterangan kepada para wartawan di Press Room DPRD Batam, Jumat (22/7).
Bobby menceritakan, Senin (18/7) lalu, dia mengantar Ruslan ke salah satu rumah sakit swasta untuk menjenguk anak pertama Ruslan. Sekitar pukul 18.15 WIB, Ruslan mendapat telepon. Bobby menduga telepon tersebut berasal dari Ketua DPRD Batam Surya Sardi. Intinya penelepon meminta Ruslan datang ke Restoran Kazu di Jalan Raden Patah, Nagoya.
Sekitar pukul 18.30 WIB, Bobby dan Ruslan tiba di Restoran Kazu. Saat itu, kata Bobby, sudah ada mobil dinas Wakil Ketua DPRD Aris Hardy Halim, Nissan X-Trail yang pelat nomornya diganti dengan pelat hitam dengan nomor polisi BP 1971. Mobil pribadi milik Wakil Ketua DPRD Zainal Abidin. Demikian juga dengan mobil pribadi Ketua DPRD Surya Sardi, sudah terparkir di halaman restoran saat Bobby dan Ruslan tiba di Kazu.
“Pak Aris dan Pak Surya tidak bawa supir. Pak Zainal diantar supirnya, Ahmad. Waktu itu Ahmad masih pakai baju dinas,” tutur Bobby.
Setibanya di Kazu, Bobby mengaku tidak langsung ikut masuk. Sebab saat itu Ruslan memintanya membeli rokok. Setelah membeli rokok, Bobby berniat mengantarkan rokok tersebut ke Ruslan di lantai 2 Restoran Kazu.
Saat itu ada Surya Sardi, Aris Hardy Halim, dan Zainal Abidin di lantai 2 Restoran Kazu. Bobby juga memastikan Vice President PT ATB, Benny Adrianto, juga ada di sana.
Malam itu, kata Bobby, Benny mengenakan baju putih dan memakai kaca mata. Posisi duduk Benny berdekatan dengan Aris Hardy Halim.
”Tapi akhirnya saya tidak jadi masuk. Karena saya melihat sedang ada pembicaraan serius. Tapi saya tidak tahu apa yang dibahas, karena saya langsung keluar,” ujar Bobby.
Sekitar pukul 20.00 WIB, tiba-tiba Ruslan keluar dari restoran dan langsung masuk ke mobilnya. Masih cerita Bobby, saat di dalam mobil Ruslan menelepon Surya Sardi.
“Ketua, tak usah diambil. Kita pulang saja,” kata Bobby menirukan ucapan Ruslan saat menelepon Surya Sardi.
Tak lama kemudian, Surya Sardi juga keluar dari Restoran Kazu. Dia langsung masuk ke dalam mobilnya dan pulang. Demikian juga dengan Bobby dan Ruslan. Keduanya juga meninggalkan Restoran Kazu. Kata Bobby, saat itu Aris dan Zainal belum terlihat keluar dari restoran.
Bobby mengatakan, apa yang ia sampaikan itu bukan semata-mata ingin membela Ruslan Kasbulatov. Namun ia mengaku ingin menyampaikan kebenaran. Sebab dirinya melihat sendiri ada pertemuan antara empat unsur pimpinan DPRD dengan Vice President PT ATB, Benny Adrianto, di Restoran Kazu, Senin (18/7) lalu.
“Saya tak mau bos saya dikucilkan seperti itu. Padahal apa yang beliau sampaikan itu benar,” kata Bobby.
Sayangnya, Ruslan yang dihubungi wartawan, Jumat (22/7), enggan berkomentar. Katanya, ia ingin menenangkan diri.
“Tak usah tanya itu ya, saya mau cooling down dulu,” kata Ruslan melalui sambungan telepon, kemarin. “Yang sudah saya sampaikan itulah yang benar,” katanya.
Sementara itu, sumber Batam Pos menyebutkan, dalam pertemuan di Restoran Kazu, Senin lalu, ATB memang menawarkan uang sosialisasi kepada empat unsur pimpinan DPRD Batam. Benny Adrianto mewakili ATB menawarkan Rp250 juta untuk satu orang pimpinan.
Sementara untuk 41 anggota DPRD, masing-masing dijanjikan Rp15 juta. Sehingga total uang yang ditawarkan ATB kepada 41 anggota dan 4 unsur pimpinan dewan mencapai Rp1,615 miliar. ATB menyebut dana tersebut sebagai dana sosialisasi, bukan uang suap.
Ihwal pertemuan dan dugaan suap ini dibantah Benny melalui Manajer Komunikasi Perusahaan PT ATB Enriqo Moreno Ginting. “Itu tidak benar,” katanya.
Harus Restu Wali Kota
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Pusat, M Nawir Messi mengatakan, kenaikan tarif merupakan bagian dari arogansi PT ATB yang sudah menjalankan monopoli tarif sejak 2006.
“ATB sudah lakukan praktek monopoli dan diskriminasi sejak 2006 di Batam. Mereka naikkan tarif tanpa perimbangan kualitas pelayanan,” ujar Nawir kepada Batam Pos di Batam Center, Jumat (22/7).
Menurutnya, sejak BP Batam memberikan pengelolaan air bersih ke ATB, perusahaan swasta ini tidak menjalankan tugas sesuai dengan mekanisme dan UU Jasa Air Minum.
Dalam PP Nomor 16 Tahun 2005, yang berhak menetapkan kenaikan tarif adalah pemerintah, dalam hal ini Wali Kota. Bukan pemerintah di atasnya, juga bukan DPRD.
Dia juga mengatakan, ATB seharusnya tidak membebankan biaya investasi kepada masyarakat. “Kita sedang mengamati perkembangan kenaikan tarif ATB ini. Ini bisa diangkat menjadi perkara baru,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, seharusnya dalam proses kenaikan, BP Batam dan ATB harus mengusulkannya ke Badan Pengawas (BPP SPAM), selanjutnya Pemko yang akan menyesuaikan tarif sebagai pemerintah tertinggi daerah.
“Bukan sebaliknya, ATB naikkan tarif, Pemko ikut saja. Masih dalam pembahasan, sudah sebarkan selebaran kenaikan. ATB swasta, harusnya Pemko yang menjalankan pengawasan dalam sektor publik terhadap perusahaan itu, sehingga tidak terjadi monopoli,” ujarnya. (cha/par)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar