Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Rabu, 06 Juli 2011

ATB Jangan Cuma Pikirkan Untung

(sumber Haluan Kepri)
Rabu, 06 July 2011

Rencana Kenaikan Tarif Air Bersih Kota Batam
BATAM-Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepri Cahya keberatan tarif air bersih dinaikkan. Ia menegaskan, kebijakan ATB menaikkan tarif air bersih akan sangat membebani masyarakat Batam. Apalagi tarif listrik juga akan naik di Batam seiring dengan naiknya harga gas.
"Ini akan menjadi beban masyarakat, imbasnya, pengusaha juga akan terkena. Karena sebagian besar masyarakat Batam adalah pekerja. Untuk memenuhi kebutuhan, pekerja sudah pasti akan mendesak pengusaha agar UMK dinaikan," ujar Cahya.

Cahya meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. "Dalam sosialisasi nanti akan kita lihat, apa urgensinya sehingga tarif ATB harus naik. Alasannya pasti rugi atau ada alasan lain. Tetapi apakah alasan itu tepat? Kita tahu, ATB adalah swasta, pastinya ingin mendapatkan untung. Itu sah-sah saja. Tetapi jangan lupa, air, dan listrik menyangkut hajat hidup orang banyak, ini harus dipikirkan, termasuk oleh pemerintah. Apalagi sekarang semua kebutuhan pokok melambung. Kalau hanya semakin memberatkan masyarakat, sebaiknya direvisi lagi," tandas Cahya.

Ketua Kadin Batam Nada F Soraya mengatakan kenaikan tarif air harus dilakukan secara hati-hati serta didahului kajian akademis yang melibatkan berbagai pihak, seperti Pemko, DPRD, akademisi, pengusaha, serta penggiat LSM. Pasalnya, persoalan ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Selain itu, kata dia, kenaikan juga harus terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat.

"Maksud dan tujuan dari hal tersebut adalah agar masyarakat mengerti dan menyadari dengan baik sehingga bisa dicarikan jalan keluarnya. Dan karena air ini menyangkut hajat hidup orang banyak, jadi jangan main-main! Libatkan mereka yang perlu terlibat untuk mengkaji itu. Jangan hanya beberapa pihak saja," ucap Nada.

Nada juga mengatakan bahwa kenaikan tarif air bersih tidak boleh dilakukan tanpa melibatkan Pemko dan DPRD Batam. "Setelah Pemko Batam diajak, ATB juga harus melibatkan DPRD Batam dalam hal ini. Surat yang sudah ditandatangani itu bisa dibatalkan karena OB kan saat ini sudah berstatus status quo. Oleh karena itu saya harap pihak ATB bisa bersikap bijak. Perihal rencana kenaikan ini, ATB tidak bisa hanya sebatas melapor ke BP Batam saja jika memang kerja samanya dengan BP Batam. Selain BP Batam di sana ada DK, Pemko Batam juga otomatis ada di sana karena Walikota Batam kan Wakil Ketua DK," ucapnya lantang.

Nilai Batal Demi Hukum
Praktisi hukum Bali Dalo SH berpendapat, kenaikan tarif air ATB batal demi hukum karena pembahasannya tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Permendagri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air Minum.

Menurut Bali, Pasal 1 ayat 1 Permendagri itu dengan tegas menyebutkan bahwa pembahasan kenaikan tarif air bersih harus melibatkan pemerintah daerah, yakni pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Dalam Pasal 1 ayat 11 Permendagri itu, kata Bali, berbunyi tarif air minum PDAM yang selanjutnya disebut tarif adalah kebijakan harga jual air minum dalam setiap meter kubik (m3) atau satuan volume lainnya sesuai kebijakan yang ditentukan oleh kepala daerah dan PDAM yang bersangkutan.

Dengan demikian, lanjut Bali, penetapan kenaikan tarif air harus mendapat persetujuan dari Kepala Daerah Kota Batam, yakni Walikota Batam. Dan apabila Walikota Batam tidak termasuk bagian yang menentukan kenaikan tarif air tersebut, maka ketentuan tentang kenaikan tarif air tersebut adalah batal demi hukum.

"Tarif air ATB batal demi hukum, artinya tidak boleh diberlakukan. Bahwa rapat kenaikan tarif pertama kali dilakukan di Jakarta dengan tidak mengikutsertakan Pemerintah Kota Batam. Namun rapat kedua di Batam baru mengikutsertakan Pemerintah Kota Batam, sedangkan Pemerintah Kota Batam yang akan diwakili Walikota Batam adalah bagian yang penting dan diberi kewenangan untuk menentukan kenaikan tarif air, bukan sebagai pelengkap penderita atau pihak yang disuruh untuk menyetujui," tegas Bali.

"Dalam Permendagri Nomor 23 tersebut sudah jelas bahwa Kepala Daerah yaitu Walikota, bukan Kepala BP Batam. Jika kebiasaan ini tetap dipelihara maka konsumen dapat melakukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan tergugat I ATB dan tergugat II BP Batam atau gugatan perwakilan kelompok (class action) dan juga bisa mem-PTUN-kan BP Batam atas Peraturan Kepala BP Batam No 7 Tahun 2011 tersebut." lanjutnya.

Bali berharap Walikota Batam menolak kenaikan tarif air yang sudah diteken Mustofa. "Kita berharap Walikota jangan sampai menerima keputusan kenaikan tarif air ini sebagai sesuatu yang wajar, karena ini hukumnya jelas dan yang menikmati air adalah masyarakatnya. Walikota bukan masyarakatnya BP Batam. Dan pihak ATB juga harus mensosialisasikan mengenai alasan kenaikan tarif air tersebut, apakah ATB rugi terus atau bagi-bagi untungnya terlalu besar atau biaya tak terduganya terlalu besar," tegas Bali.

Menurut Bali, komponen yang ditetapkan ATB dalam penetapan tarif pembayaran air juga masih perlu ditinjau ulang. Antara lain ia menyebut biaya pelayanan meter air (water meter charge ) yang selalu dibayar oleh konsumen setiap bulan dengan nilai yang bervariasi sesuai dengan golongan yang sudah ditentukan oleh ATB. Namun tidak semua konsumen mendapat pelayan meter air tersebut.

Artinya, menurut Bali, ATB menerima uang konsumen, tetapi konsumen tidak mendapat pelayanan meter air. "Konsumen dapat melihat hal ini dalam faktur pembayaran setiap bulan dan menginstropeksi apakah pernah mendapat pelayanan terhadap meter air yang dibayar tersebut dari ATB atau tidak. Apabila tidak pernah mendapat pelayanan meter air dari ATB, maka itu adalah sebuah tindak pidana penggelapan."

Permasalahan lain yaitu estimasi pemakaian air setiap bulan, yaitu apabila tidak ada pemakaian, maka untuk rumah tangga diestimasi minimum pemakaian sebesar 20 meter kubik. Sedangkan selain rumah tangga diestimasi minimum pemakaian sebesar 30 meter kubik. "Dalam artian, pemakaian air untuk rumah tangga kurang dari 20 meter kubik tetap ditagih sebesar 20 meter kubik dan untuk pemakaian air bukan rumah tangga kurang dari 30 meter kubik tetap ditagih sebesar 30 meter kubik. Dengan demikian ATB tetap diuntungkan dari konsumen yang hemat pemakaian air," ujarnya.

"Jadi hemat salah boros juga salah, yang penting ATB tetap untung, karena tidak pakai juga bayar. Akhirnya himbauan untuk hemat pemakaian air bagaikan melukis di atas air ATB dan tidak perlu untuk diindahkan," pungkas Bali. (pti/cw35/lim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar