21 Februari 2014( sumber : Batam Pos )
BATAM (BP) – Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan siap mengeluarkan Surat Keputusan (SK) baru tentang area hutan lindung dan hutan konservasi yang terlanjur dialokasikan BP Batam ke pihak ketiga. Bahkan Menhut siap mengakomodir 100 persen usulan tim padu serasi (Timdu) agar semua lahan yang sudah mendapat HPL dari BP Batam, dimasukkan sebagai daerah penting dalam cakupan luas bernilai strategis (DPCLS) untuk selanjutnya disahkan DPR RI menjadi area peruntukan lain (APL).
“Intinya, kami sudah siap men-DPCLS-kan. Dengan catatan, Komisi IV DPR RI menyetujui dan menekennya,” kata Dirjen Planologi Kemenhut, Bambang Soepijanto saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, perwakilan Kadin Batam, Pemprov Kepri, dan Badan Pengusahaan Batam di ruang Komisi IV di Senayan, Kamis (20/2).
Bambang juga mengakui tudingan BP Batam dan Kadin Batam terhadap Kemenhut yang tak menjalankan sepenuhnya rekomendasi tim padu serasi adalah benar. Namun Bambang menegaskan, Menhut memang memiliki kewenangan untuk tidak serta merta menerima semua usulan Timdu tersebut.
“Aturannya memang begitu. Pak Menteri lah yang berhak. Rekomendasi tak bisa dijalankan secara lebih atau sama. Tapi kalau kurang ya bisa,” tegasnya.
Bambang menegaskan, Menhut tak menjalankan rekomendasi timdu secara utuh karena setelah disurvei ulang oleh tim Kemenhut, ternyata ditemukan banyak kejanggalan dan ketidaksesuaian data yang diberikan Timdu dengan kondisi di lapangan.
“Contoh mudahnya seperti ini, mereka mengatakan ada lahan belasan hektare di sini dan sudah dihuni banyak orang atau sudah jadi perkampungan. Kenyataannya ternyata hanya segelintir saja penghuninya maupun pembangunannya. Bahkan ada yang jelas-jelas lahan itu kosong dibilangnya sudah berpenghuni dan jadi kampung. Itu kan sudah tak benar,” terang Bambang.
Berdasarkan kondisi itu, kata Bambang, maka Menhut memutuskan area yang janggal dan terkesan sengaja dibuat agar mendapat legalitas dari Menhut, tidak diakomodir, meski Timdu telah merekomendasikan.
Namun Bambang meminta semua pihak yang berkepentingan tidak perlu ragu. Karena itu bukan akhir dari segalanya. Jika memang ingin area itu di-DPCLS-kan agar pihak yang berkepentingan bisa leluasa memanfaatkan lahan tersebut, maka Kemenhut siap men-DPCLS-kan.
“Dengan catatan itu tadi, Komisi IV DPR RI setuju. Karena aturan memang mengharuskan ada persetujuan DPR RI, tak bisa langsung Menhut menyetujui,” ujar Bambang.
Bambang menambahkan, jika BP Batam dan Kadin Batam minta SK 463 dicabut, maka Kemenhut bisa saja mencabut. Tapi konsekwensinya, justru akan merugikan masyarakat Batam karena semua lahan di Batam, khususnya yang sudah masuk DPCLS di-SK Menhut 463 itu, akan kembali ke aturan lama. Artinya, kembali semua ke status hutan. Pasalnya, sebelum SK 463, belum pernah ada SK pengalihfungsian hutan di Batam yang dikeluarkan Menhut (kecuali hutan Baloi, red).
Ketua Kadin Batam, Ahmad Makruf Maulana mengatakan, pihaknya menggugat SK 463 itu karena Kemenhut tak sepenuhnya mengikuti isi dari yang sudah ditetapkan tim padu serasi.
“Menhut setengah-setengah dalam menjalankan rekomendasi tim padu serasi. Saya contohkan yang sederhana. Isi salah satu rekomendasi tim padu serasi adalah lahan yang sudah dikeluarkan HPL dan sudah dipergunakan untuk dunia investasi harus dikeluarkan dari yang namanya hutan lindung. Tapi semua itu ditabraknya oleh SK 463 sendiri,” terang Makruf dalam forum RDP.
Sementara, Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana menilai, polemik pemberlakuan SK Menhut 463 di Batam sudah bisa dikatakan melakukan maladministrasi. Artinya, SK Menhut 463 itu diterbitkan secara prematur.
“Karena aspek yang dilakukan untuk terbitnya SK tak dilalui secara baik. Kan sebelumnya di Batam sudah ada aturan khusus atau daerah khusus yang diatur dalam aturan khusus. Aneh, kok bisa dibatalkan hanya dengan SK 463 yang rekomendasinya hanya Menteri,” ujar Danang.
Ia menyebut Menhut dalam mengeluarkan SK 463 tak melihat secara menyeluruh dampaknya terhadap sosio ekonomi ataupun sosio geografinya.
“Ini aneh, aturan yang lebih kecil bisa menggoncangkan peraturan khusus. Ya seperti SK Menhut 463 yang diberlakukan di Batam lah,” terang Danang.
Bahkan Danang menegaskan untuk aturan yang detail dalam poin SK Menhut 463 hanya dimasukkan dalam lampiran saja.
Menhut sendiri untuk saat ini, kata Danang, sangat tak memahami aturan yang ada sebelumnya yang diatur dalam Perpres mengenai pengaturan lahan di Batam.
Firman Soebagyo, wakil ketua komisi IV DPR RI mengatakan, rancunya masalah lahan di Batam penyebab utamanya adalah tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan. Artinya, satu persoalan diatur lebih dari satu peraturan perundang-undangan sehingga menjadi ruwet.
Firman Soebagyo, wakil ketua komisi IV DPR RI mengatakan, rancunya masalah lahan di Batam penyebab utamanya adalah tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan. Artinya, satu persoalan diatur lebih dari satu peraturan perundang-undangan sehingga menjadi ruwet.
“Apa sih susahnya rekomendasi Timdu dilaksanakan sepenuhnya,” ujar Firman.
Sementara itu, Ibnu Multazam yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari PKB mengatakan harusnya bisa menyelesaikan polemik SK Menhut 463 secara tuntas adalah presiden.
“Saya curiga persoalan SK Menhut 463 itu adalah UUD (ujung-ujungnya duit). Karena di situ terdapat potensi yang nilainya mencapai miliaran bahkan triliunan rupiah. Makanya harus dikaji lagi lebih mendalam. Jangan langsung main teken atau setuju dulu. Harus dipelajari lebih jelas lagi,” ujar Ibnu.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR RI, M Romahurmuzy dalam forum RDP menegaskan, permasalahan SK Menhut 463 jalan terbaik atau solusi paling tepat adalah melalui DPCLS. Dari DPCLS nanti akan bisa keluar SK baru pengganti 463 yang bisa mengakomodir semuanya.
“Hanya DPCLS solusi terbaik saat ini untuk persoalan SK Menhut Nomor 463. Kalau untuk mencabut SK, itu tak mungkin,” ujarnya. (gas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar