- JUMAT, 07 FEBRUARY 2014 ( sumber : Haluan Kepri )
-
-
SEKUPANG(HK)- Tim Kuasa Hukum Kementerian Kehutanan RI yang diketuai, Gunardo Agung SH cs meminta Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang, di Sekupang Batam, menolak semua gugatan, tuntutan yang dilayangkan Kadin Batam dan BP Batam.
Tidak hanya itu, mereka juga minta kedua lembaga tersebut membayar biaya sidang yang dinilai tidak berdasar.
" Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.463/Menhut-II/2013, tentang perubahan peruntukan kawasan hutan, fungsi hutan dan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan di Kepri sudah sesuai prosedur yang pernah diajukan oleh Gubernur Kepri, Pemko Batam maupun BP Batam," kata Gunardo.
Bahkan, ujar Gunardo, terkait kawasan hutan yang dilepaskan melalui proses Dampak Penting Cakupan Luas (DPCL) yang mendapat persetujuan DPR RI yang berada di beberapa titik, seperti Kampung Tua Nongsa, Pusat Perkantoran di Batam Centre, Costariana, Bengkong, Pertokoan Nagoya, dan Tanjung Uma.
Dijelaskan dia, ditambah beberapa kawasan industri di Tanjunguncang dan Sagulung serta pemukiman masyarakat di Batuaji, Punggur, Kavling Sagulung dan Pemukiman Pertamina Tongkang, juga sudah diajukan ke Kemenhut. Tapi, hasil semuanya tidak sama dengan kondisi serta kenyataan yang ditemukan dan dilakukan oleh tim Padu Serasi.
" Tidak mungkin UU negara tentang kehutanan bisa dikalahkan oleh peraturan yang lebih rendah. Jadi, saya menilai ada yang kurang matching dalam permasalahan gugatan ini. Artinya, bahaya lho kalau SK Menhut 463 ini dicabut. Sebab, Batam akan kembali lagi ke SK Menhut yang lama, yaitu pada SK Nomor 47 Tahun 1987, akibatnya semua wilayah Kota Batam ini tentunya akan menjadi hutan kembali," kata Agung tegas.
Gunardo menjelaskan, SK Menhut yang sudah disepakati berdasarkan pengajuan pembebasan lahan telah menentukan bahwa, kawasan hutan di Kota Batam seluas 64,81 persen (66.722 hektar) yang terdiri 43 persen hutan tetap dan sisanya HPK.
" Jadi, jika dibandingkan dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan Provinsi Riau 1986. SK menhut tersebut juga sudah mengakomodir pelepasan kawasan hutan sebesar 10 persen, dari 74 persen pada saat itu," ujar Guntardo tegas.
Maka, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI, nomor 463/Menhut-II/2013, perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan hutan, seluas 124.775 hektar. Sedangkan, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 86.663 hektar dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1834 hektar di Provinsi Kepri.
" Berdasarkan hasil pembahasan terhadap hasil penelitian terpadu, maka perubahan hutan kawasan hutan yang dapat disetujui, perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan, seluas. 131.509 hektar. Perubahan fungsi kawasan hutan seluas 86.663 hektar dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan, seluas 1.834," paparnya.
Bahwa perubahan peruntukan kawasan hutan seluas 131.509 hektar, terdiri dari seluas 124.775 hektar, merupakan perubahan peruntukan yang tidak berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, sehingga tidak memerlukan persetujuan DPR RI.
" Untuk lahan seluas 6.734 hektar merupakan perubahan peruntukan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis tentunya memerlukan persetujuan DPR RI," ungkap Gunardo.
Perubahan peruntukan kawasan hutan seluas 124.775 hektar, diantaranya perubahan fungsi kawasan hutan 86.663 hektar dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan 1.834 hektar, dapat ditetapkan Menhut.
Untuk menjamin kepastian hukum, ujar Gunardo, atas kawasan hutan, perlu keputusan Menhut tentang perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan hutan, seluas 124.775 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 86.663 hektar dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi. Kawasan hutan seluas 1834 hektar, di Provinsi Kepri.
" Mengubah peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 124.775 hektar, dengan rincian, perubahan HPT menjadi areal penggunaan lain (APL) seluas 14.816 hektar. Maka perubahan peruntukan HP menjadi APL seluas 206 hektar dan HPK menjadi APL 109.753 hektar. Dengan demikian total perubahan 124.775 hektar," terangnya.
Selain itu, jelasnya, berdasarkan SK Kemenhut tersebut, telah mengubah fungsi kawasan hutan seluas 86.663 hektar dengan rincian, perubahan fungsi KPA menjadi HL 314 hektar, HPT menjadi HL 3.735 hektar, HPT menjadi HP 2.651 hektar, HPT menjadi HPK 4.302 hektar, HP menjadi HL 51 hektar, HP menjadi HPT 400 hektar, HPK menjadi HL 3.817 hektar, HPK menjadi HPT 30.587 hektar dan HPK menjadi HP 40.806 hektar.
Menunjuk bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.834 hektar.
Memerintahkan Gubernur Kepri untuk melaksanakan rekomendasi kajian. Lingkungan hidup strategis, dengan memberikan hak atau penguatan hak atas kawasan hutan yang berubah menjadi PL, dimana selama ini telah menjadi tempat bermukim, bertani/berkebun.
Memantapkan alokasi dan posisi kawasan hutan lindung (hutan lindung dan hutan konservasi) dan kawasan budidaya kehutanan didalam pola ruang RTRWP untuk mengantisipasi jumlah penduduk, pengembangan investasi, pemekaran wilayah administrasi pemerintahan dengan memperhatikan dukungan lingkungan.
Menata kembali perizinan yang terkait dengan pemanfaatan ruang sesuai dengan keberadaan dan posisi kawasan lindung dankawasan budidaya didalam pola ruang RTRWP dan RTRWK yang baru.
Menyusun rencana detail tata ruang dan implementasinya, serta mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang dan mekanisme pengaduan masyarakat tentang pelanggaran pemanfaatan ruang dengan melibatkan para pihak didaerah.
Ketua tim kuasa hukum Kadin Batam, Masrur Amin yang didampingi Ampuan Situmeang serta pihak perusahaan PT Millenium Investment dan PT Maligas Sukses Abadi, saat dimintai tanggapannya usai persidangan mengatakan, pihaknya tidak begitu saja menerima pandangan umum yang disampaikan tim kuasa hakum Kemenhut.
" Hal ini terkait perkara kompetensi absolut. Selama keberadaan BP Batam, SK Kemenhut sudah melakukan perubahan beberapa kali dan perubahan itu juga diperkuat dengan Keppres tentang pengembangan perekonomian perindustrian dan perinvestasian Kota Batam," kata Masrur.
Persidangan lanjutan gugatan BP Batan dan Kadin Batam yang diketuai majelis hakim PTUN Tanjungpinang, Tedi Romyadi, dengan anggotanya Sudarsono dan Hendri Tohoran tersebut berlanjut pada pemeriksaan tiga orang saksi dari pihak pensiunan pegawai BP Batam, PNS Pemko Batam dan pihak swasta.(vnr)
Bahkan, ujar Gunardo, terkait kawasan hutan yang dilepaskan melalui proses Dampak Penting Cakupan Luas (DPCL) yang mendapat persetujuan DPR RI yang berada di beberapa titik, seperti Kampung Tua Nongsa, Pusat Perkantoran di Batam Centre, Costariana, Bengkong, Pertokoan Nagoya, dan Tanjung Uma.
Dijelaskan dia, ditambah beberapa kawasan industri di Tanjunguncang dan Sagulung serta pemukiman masyarakat di Batuaji, Punggur, Kavling Sagulung dan Pemukiman Pertamina Tongkang, juga sudah diajukan ke Kemenhut. Tapi, hasil semuanya tidak sama dengan kondisi serta kenyataan yang ditemukan dan dilakukan oleh tim Padu Serasi.
" Tidak mungkin UU negara tentang kehutanan bisa dikalahkan oleh peraturan yang lebih rendah. Jadi, saya menilai ada yang kurang matching dalam permasalahan gugatan ini. Artinya, bahaya lho kalau SK Menhut 463 ini dicabut. Sebab, Batam akan kembali lagi ke SK Menhut yang lama, yaitu pada SK Nomor 47 Tahun 1987, akibatnya semua wilayah Kota Batam ini tentunya akan menjadi hutan kembali," kata Agung tegas.
Gunardo menjelaskan, SK Menhut yang sudah disepakati berdasarkan pengajuan pembebasan lahan telah menentukan bahwa, kawasan hutan di Kota Batam seluas 64,81 persen (66.722 hektar) yang terdiri 43 persen hutan tetap dan sisanya HPK.
" Jadi, jika dibandingkan dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan Provinsi Riau 1986. SK menhut tersebut juga sudah mengakomodir pelepasan kawasan hutan sebesar 10 persen, dari 74 persen pada saat itu," ujar Guntardo tegas.
Maka, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI, nomor 463/Menhut-II/2013, perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan hutan, seluas 124.775 hektar. Sedangkan, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 86.663 hektar dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1834 hektar di Provinsi Kepri.
" Berdasarkan hasil pembahasan terhadap hasil penelitian terpadu, maka perubahan hutan kawasan hutan yang dapat disetujui, perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan, seluas. 131.509 hektar. Perubahan fungsi kawasan hutan seluas 86.663 hektar dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan, seluas 1.834," paparnya.
Bahwa perubahan peruntukan kawasan hutan seluas 131.509 hektar, terdiri dari seluas 124.775 hektar, merupakan perubahan peruntukan yang tidak berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, sehingga tidak memerlukan persetujuan DPR RI.
" Untuk lahan seluas 6.734 hektar merupakan perubahan peruntukan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis tentunya memerlukan persetujuan DPR RI," ungkap Gunardo.
Perubahan peruntukan kawasan hutan seluas 124.775 hektar, diantaranya perubahan fungsi kawasan hutan 86.663 hektar dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan 1.834 hektar, dapat ditetapkan Menhut.
Untuk menjamin kepastian hukum, ujar Gunardo, atas kawasan hutan, perlu keputusan Menhut tentang perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan hutan, seluas 124.775 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 86.663 hektar dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi. Kawasan hutan seluas 1834 hektar, di Provinsi Kepri.
" Mengubah peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 124.775 hektar, dengan rincian, perubahan HPT menjadi areal penggunaan lain (APL) seluas 14.816 hektar. Maka perubahan peruntukan HP menjadi APL seluas 206 hektar dan HPK menjadi APL 109.753 hektar. Dengan demikian total perubahan 124.775 hektar," terangnya.
Selain itu, jelasnya, berdasarkan SK Kemenhut tersebut, telah mengubah fungsi kawasan hutan seluas 86.663 hektar dengan rincian, perubahan fungsi KPA menjadi HL 314 hektar, HPT menjadi HL 3.735 hektar, HPT menjadi HP 2.651 hektar, HPT menjadi HPK 4.302 hektar, HP menjadi HL 51 hektar, HP menjadi HPT 400 hektar, HPK menjadi HL 3.817 hektar, HPK menjadi HPT 30.587 hektar dan HPK menjadi HP 40.806 hektar.
Menunjuk bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.834 hektar.
Memerintahkan Gubernur Kepri untuk melaksanakan rekomendasi kajian. Lingkungan hidup strategis, dengan memberikan hak atau penguatan hak atas kawasan hutan yang berubah menjadi PL, dimana selama ini telah menjadi tempat bermukim, bertani/berkebun.
Memantapkan alokasi dan posisi kawasan hutan lindung (hutan lindung dan hutan konservasi) dan kawasan budidaya kehutanan didalam pola ruang RTRWP untuk mengantisipasi jumlah penduduk, pengembangan investasi, pemekaran wilayah administrasi pemerintahan dengan memperhatikan dukungan lingkungan.
Menata kembali perizinan yang terkait dengan pemanfaatan ruang sesuai dengan keberadaan dan posisi kawasan lindung dankawasan budidaya didalam pola ruang RTRWP dan RTRWK yang baru.
Menyusun rencana detail tata ruang dan implementasinya, serta mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang dan mekanisme pengaduan masyarakat tentang pelanggaran pemanfaatan ruang dengan melibatkan para pihak didaerah.
Ketua tim kuasa hukum Kadin Batam, Masrur Amin yang didampingi Ampuan Situmeang serta pihak perusahaan PT Millenium Investment dan PT Maligas Sukses Abadi, saat dimintai tanggapannya usai persidangan mengatakan, pihaknya tidak begitu saja menerima pandangan umum yang disampaikan tim kuasa hakum Kemenhut.
" Hal ini terkait perkara kompetensi absolut. Selama keberadaan BP Batam, SK Kemenhut sudah melakukan perubahan beberapa kali dan perubahan itu juga diperkuat dengan Keppres tentang pengembangan perekonomian perindustrian dan perinvestasian Kota Batam," kata Masrur.
Persidangan lanjutan gugatan BP Batan dan Kadin Batam yang diketuai majelis hakim PTUN Tanjungpinang, Tedi Romyadi, dengan anggotanya Sudarsono dan Hendri Tohoran tersebut berlanjut pada pemeriksaan tiga orang saksi dari pihak pensiunan pegawai BP Batam, PNS Pemko Batam dan pihak swasta.(vnr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar