| | | |
Berita Utama (sumber Batam Pos,versi asli) |
Minggu, 03 Oktober 2010 07:36 |
Target Pemko Batam mengentaskan banjir tahun 2010 ini tak terpenuhi. Pemerintahan Ahmad Dahlan - Ria Saptarika bisa gagal mewujudkan visi misinya yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2006-2011. Suatu hari, Maret 2008, Wali Kota Batam Ahmad Dahlan dengan mimik serius dan telunjuk terangkat, mengingatkan seorang wartawan yang salah mengutip pernyataannya soal pengentasan banjir. Wali Kota Ahmad Dahlan punya target besar. Selain menuntaskan banjir, dia juga menetapkan tahun kunjungan Batam dan pemberlakuan taksi berargo di tahun 2010. Tahun 2010, menurut Dahlan, dipilih agar dia punya masa persiapan yang cukup. Dua tahun berlalu, Rabu (29/9), di Hotel Panorama Regency, saat diingatkan janjinya, Dahlan mengatakan, ”Curah hujan sangat tinggi. Di mana-mana banjir, tapi setelah hujan reda, banjirnya hilang,” katanya. Pemko Batam, kata Dahlan, akan berusaha membebaskan Batam dari banjir dengan terus membangun drainase. Anggarannya akan disuplai dari APBD Batam, APBD Kepri, dan APBN. Jika saat ini masih terjadi banjir, katanya, itu karena banyak saluran drainase yang tersumbat. Dia akan memerintahkan camat, lurah, dan RT/RW agar giat bergotong royong membersihkan gorong-gorong. ”Bukan kebijakannya yang salah. Tapi pemeliharaannya yang tak jalan,” ujarnya. Dibungkusnya dompet dan ponselnya dalam kantong plastik biru, lalu dikaitkan di sepeda motornya. Dengan tenaga penuh, Andi menggeber sepeda motornya. Lima menit melaju, air setinggi lutut menghadangnya di Simpang Kabil. ”Saya nekat jalan terus karena biasanya di Simpang Kabil ini banjirnya tak dalam,” katanya. Namun dugaan Andi salah. Baru tujuh meter melewati Simpang Kabil, ketinggian air sudah sepinggang orang dewasa. Mesin sepeda motor Honda Astrea tunggangannya mati. Dia turun, mendorong sepeda motornya itu. Tapi tak mudah. Aliran air terlalu deras. Andi berkali-kali terdorong. Beberapa potongan kayu menerpa kakinya. ”Baru kali ini saya merasakan banjir seperti ini di Batam,” ujarnya. Dua meter di belakang Andi, Nasrih, 24, mengalami hal yang sama. Sepeda motor metik Suzuki Spin- nya mogok. Gadis itu berjalan tertatih, mendorong sepeda motor sambil menahan aliran banjir yang deras. Saking derasnya arus itu, perjalanan dari Simpang Kabil ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berjarak kira-kira 50 meter, ditempuhnya lebih dari lima menit. Nasrih ngos-ngosan. Untungnya, mesin sepeda motornya hidup lagi setelah di-starter beberapa kali. ”Untung tak hanyut,” katanya. Kawasan Simpang Kabil Senin itu benar-benar macet. Ratusan pengendara dari empat arah tak berani beranjak. Puluhan pengendara dari arah Batam Centre menuju Mukakuning, misalnya, bertahan mulai di depan perumahan Plamo Garden hingga Simpang Duta Mas. Ini membuat lalu lintas macet. Beberapa pengendara mobil dan sepeda motor yang nekat terjebak banjir. Belasan sepeda motor mogok. Beberapa pengendara sepeda motor bahkan terseret arus. Pemandangan yang sama terjadi di kawasan Mukakuning dan Batuaji. Seperti di depan halte Panbil Mall, SPBU Pandan Wangi, kawasan Tembesi dan Aviari Batuaji. Di Nagoya, perumahan Marina Park juga terendam banjir. Banjir parah terjadi di Baloi Harapan II, Seipanas. Beni Hotlan Siregar, 6, murid Taman Kanak kanak (TK) Huria Kristen Indonesia tewas terseret banjir. Mayatnya ditemukan di gorong-gorong di depan Baloi Harapan II. Bayu, siswa kelas tiga SD 003 Seipanas juga tewas terseret arus. Jazadnya ditemukan di gorong-gorong tak jauh dari rumahnya di Bukit Beruntung. Kedua bocah itu tewas sepulang sekolah. Tim Terpadu Penanggulangan Banjir Kota Batam tahun 2008 sebenarnya sudah memetakan titik atau lokasi banjir di Batam sebanyak 56 lokasi. Dari jumlah itu, 47 lokasi sudah ditangani dan sembilan lokasi lain belum dikerjakan drainasenya. Lokasi yang belum ditangani misalnya di Jalan Panglima Sudirman Simpang Kabil, Jalan Gajah Mada di Tiban Centre, di Perumahan Cendana dan Taman Kurnia dan lainnya. Namun banjir Senin lalu membuktikan titik banjir tak hanya di sembilan titik yang belum ditangani itu. Lokasi-lokasi yang sudah ditangani dan dibangun drainase, seperti di Marina Park-DC Mall, Bengkong Swadebi, jalan A Yani di depan SPBU Pandan Wangi misalnya, tetap terendam banjir. Yudi Cahyono, Kasubdit Jalan, Jembatan, Bandara, Utilitas dan Pematangan Lahan Badan Pengusahaan (BP) Batam mengatakan, banjir terjadi karena drainase tak sempurna menahan debit air akibat ditutup beton. Dan rata-rata drainase yang ditutup beton itu drainase sekunder di depan perumahan atau rumah toko. Drainase-drainase sekunder itu dikelola Pemko Batam. Sementara BP Batam, kata Yudi, hanya menangani drainase protokol (besar) yang mengarah ke laut seperti di Simpang Jam. ”Drainase protokol wajib tidak ditutup sehingga perawatannya mudah. Kita lakukan pengerukan berkala setiap enam bulan bila terjadi pendangkalan,” tuturnya. BP Batam, kata Yudi, sedang membangun drainase di beberapa titik tahun 2010 ini, seperti di Simpang Kabil, di dekat Sekolah Yos Sudarso, Panbill Mall dan Perumahan Duta Mas. Dan di tahun 2011 akan dianggarkan pembuatan drainase di Simpang Barelang (dekat markas Yonif 134), memperbesar gorong-gorong di Bukit Daeng Tembesi, serta memperbesar drainase di Simpang Kabil. Pengembang nakal, disebut Yudi ikut berperan memperparah banjir. Misalnya dengan hanya membangun drainase di kawasan perumahan si pengembang tanpa menyambungnya dengan drainase lain yang sudah ada. Sehingga ketika hujan turun, air mengalir ke jalan raya. Mantan Koordinator Panitia Khusus Rencana Tata Ruang dan Wilayah Batam 2008-2028, Chablullah Wibisono, mengatakan banjir yang terjadi pekan-pekan ini akibat Pemko Batam dan Badan Pengusahaan Batam tak konsisten dengan masterplan penanganan banjir. Kawasan-kawasan seperti danau dan lembah yang mestinya menjadi tempat penampungan air dan resapan, ditimbun sebagai perumahan. ”Sehingga tak aneh jika banyak perumahan yang banjir,” katanya. Apalagi, di beberapa tempat, permukaan tanahnya lebih rendah dibandingkan permukaan air laut saat pasang. ”Ketika air laut sedang pasang bersamaan dengan hujan lebat, air laut akan turun ke darat. Ini menyebabkan banjir,” katanya. Setiap tahun, kata Chablullah, dia sering mengingatkan Pemko Batam akan bahaya banjir. Idealnya, katanya, Batam memiliki danau di tengah kota sebagai tempat transit aliran air dari berbagai drainase sekunder. Setelah hujan reda, air di danau itu kemudian dipompa disalurkan ke laut. ”Tapi Pemko Batam maupun Otorita tak melakukan itu. Padahal Pemko punya komitmen menuntaskan banjir tahun 2010. Kalau begini kan pemerintah gagal,” tukasnya. *** Mengentaskan banjir di tahun 2010, bukan hanya soal janji pemerintahan Wali Kota Ahmad Dahlan dan Wakil Wali Kota Ria Saptarika. Tahun 2006, saat pasangan ini baru dilantik, program pengendalian banjir sudah dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Batam tahun 2006-2011. RPJMD ini semacam garis besar haluan pembangunan daerah, target yang harus dicapai pemerintahan Dahlan-Ria selama lima tahun memimpin Batam. Di RPJMD itu, pemerintahan Dahlan-Ria punya target menangani kawasan banjir sebesar 90 persen dari kondisi yang ada di tahun 2005, sebanyak 16 kawasan. Target itu bisa dicapai dengan pembangunan drainase, penyusunan masterplan, dan pemeliharaan drainase. Tercapaikah target itu? Ternyata tidak. Tak semua kawasan banjir bisa ditangani. Apalagi tumbuhnya perumahan baru juga menambah tumbuhnya kawasan banjir baru. Catatan Batam Pos, salah satu penyebab tak tercapainya target itu adalah mandeknya pembangunan drainase. Hampir sepanjang tahun 2008 dan 2009, setelah proyek drainase di Nongsa terindikasi korupsi, seluruh proyek drainase dan jalan Pemko Batam tak berjalan. Proyek baru jalan setelah terjadi pergantian Kepala Dinas Pekerjaan Umum dari Harry Roekanto ke Yumasnur di akhir 2009. Kabag Humas Pemko Batam Yusfa Hendri mengatakan, Pemko Batam sudah berusaha mencapai target itu dengan membangun drainase setiap tahun. Tahun 2006 misalnya, Pemko Batam membangun drainase di Tiban Selatan sepanjang 1.000 meter dan di kawasan Kantor Lurah Bengkong Laut 400 meter. Itu di luar pemeliharaan saluran drainase di 13 titik sepanjang 13.960 meter. Tahun 2007, kata Yusfa, Pemko Batam kembali membangun drainase di tujuh titik sepanjang 4.350 meter plus pembangunan bangunan pelintas jalan di Belakang Genta dan Tripuri dua paket. Di luar pemeliharaan drainase, pembangunan drainase terus berlanjut hingga tahun 2010. Tahun 2010, misalnya, Pemko Batam membangun drainase di empat titik. Yakni di RW 15 perumahan Taman Jaya Asri, drainase di eks Bengkong Seken, jembatan pelintas di Seitering dan parit lingkungan di SMPN 12 Batam. “Total sepanjang tahun 2006 hingga 2010 Pemko Batam sudah membangun drainase sepanjang 10 kilometer,” katanya, Rabu (29/8). Jika ada sejumlah kawasan yang belum tertangani, kata Yusfa, itu karena anggarannya terbatas. Idealnya, kata Yusfa, pembangunan jalan berbarengan dengan pembangunan drainase. “Namun karena anggarannya terbatas pembangunan jalan dan drainase tak bisa satu paket,” ujarnya. Penyebab banjir, kata Yusfa, bukan hanya karena kurangnya Pemko membangun drainase. Pembangunan perumahan yang tak memperhatikan infrastruktur seperti hanya membangun drainase seadanya atau tak dihubungkan dengan drainase lainnya, juga menjadi penyebabnya. “Pemko akan memperketat pengawasan,” tuturnya. Ke depan, kata Yusfa, Pemko Batam akan meningkatkan anggaran pengendalian banjir dan pembangunan drainase. “Nanti akan jadi prioritas,” ujarnya. Senada dengan Yusfa, Kabid Prasarana Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Batam, Suhar, juga beralasan faktor minimnya anggaran sebagai alasan tak tuntasnya program pengendalian banjir. Tahun ini saja, menurut Suhar, anggaran pengendalian banjir di empat titik hanya Rp4 miliar. “Penanganan banjir di Batam perlu anggaran besar, sehingga kita harapkan dukungan dari DPRD. Kalau anggaran tidak besar, penanganannya hanya bisa dilakukan bertahap,” katanya. Alasan ini ditampik Wakil Ketua Komisi III DPRD Batam, Siti Nurlailah. Menurut Siti, dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III yang membidangi pembangunan itu dengan Dinas Pekerjaan Umum, Komisi III menantang PU untuk memperbanyak proyek fisik. “Jawaban mereka, mereka hanya mampu mengerjakan proyek sekitar Rp190-an miliar. Bahkan kami tantang kalau mau nambah, silakan ditambah. Tapi mereka tak mampu karena alasan kekurangan pegawai dan lainnya. Ini bukan soal anggaran,” kata Nurlailah. Nurlailah mencontohkan proyek tahun 2008 dan 2009 di Dinas PU. Hampir seluruh proyek pembangunan tak terlaksana. Jika ada proyek fisik yang dikerjakan, rata-rata hanya proyek rutin seperti pemeliharaan. “Tiap tahun seperti itu. Padahal kita selalu ingatkan,” ujarnya. Dengan kinerja seperti itu, kata Nurlailah, wajar jika program pengendalian banjir yang seharusnya tuntas selama lima tahun ini tak berjalan sukses. “Malah dari tahun ke tahun banjir tambah parah,” tukasnya. (a.hamid) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar