| | |
Sabtu, 02 Oktober 2010 09:55 (sumber Batam Pos,versi asli) |
Keluhan Pengusaha Batam saat Sosialiasi Revisi PP 02/2010 Dalam pertemuan itu, Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Kota Batam, Zulkifli Ali, salah satu pengusaha yang bereaksi keras terhadap pelaksanaan FTZ. Ia menilai, pelaksanan FTZ sekarang belum pro pada dunia usaha. ”Undang-Undang FTZ yang didengungkan pemerintah selama ini hanya sebatas FTZ saja. Masalah yang dihadapi pengusaha masih sangat banyak, sehingga kita melihat seakan-akan kepala dilepas tapi ekor ditahan,” kata Ali, di sela-sela sosialiasi revisi PP tersebut, Jumat (1/10). Hadir dalam kesempatan itu, Deputi Menko Perekonomian Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Perekonomian Erlangga Mantik, Direktur Teknik Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea Cukai (BC) diwakili Maimun, Ketua Apindo Batam OK Simatupang, Ketua Apindo Bintan Jamin Hidayat, Ketua Gafeksi Batam Daniel Burhanuddin dan pengusaha di kawasan FTZ Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) lainnya. Ali menekankan, pengusaha di Batam menjual jasa ke investor. Sehingga, faktor keamanan dan kenyamanan menjadi sangat prioritas. ”Kita mau birokrasi yang tak terlalu rumit, karena memang yang kita jual jasa ke investor,” paparnya. Soal keluhan yang dihadapi, kata Ali, salah satunya dihadapi pengusaha yang bergerak di industri shipyard. Pengusaha shipyard diwajibkan memakai izin pemasukan permintaan bahan baku yang dibutuhkan. Hal ini, kata dia, tak jauh berbeda dengan sebelumnya. ”Cuma ganti nama saja. Dulu namanya master list sekarang izin pemasukan. Kalau dulu master list berlaku setahun, kalau izin pemasukan harus diperpanjang setiap tiga bulan,” cetusnya. Padahal, kata dia, pemberlakuan izin pemasukan seharusnya dipakai untuk barang konsumsi saja. ”Kalau untuk industri cukup dengan izin yang sudah ada saja, karena memang kapalnya jelas. Yang penting nomor importir khusus (NIK). Kalau tidak, justru ponsel yang dimasukkan ke dalam kapal,” paparnya. Sejauh ini, Zulkifli mengaku setuju pemerintah pusat tetap melakukan pengawasan. ”Tapi, ya birokrasi jangan terlalu rumit,” paparnya. Terpisah, Wakil Ketua Umum (Waketum) Investasi dan Perdagangan Kadin Kepri sekaligus Tim Advisory Council FTZ Batam, Abdullah Gosse, mengungkapkan, pada sosialisasi draft revisi PP 2/2010 tentang FTZ, Bea Cukai (BC) menyampaikan konsep perubahan PP 2/2010. ”Revisi PP 2/2010 itu mengadopsi implementasi FTZ sesuai best practice FTZ di dunia. Di mana, barang masuk belum dikatakan impor karena di luar daerah pabean,” kata Gosse. Khusus barang kebutuhan industri, lanjut pria berkacamata itu, tiak berlaku tata niaga. Aturan tata niaga diberlakukan hanya untuk barang kebutuhan konsumsi saja. ”Public hearing revisi PP 2/2010 juga mengadopsi aspirasi pengusaha. Karena revisi PP itu ada yang versi Bea Cukai (BC) dan revisi versi Dewan Kawasan (DK) yang sudah dibahas dengan dunia usaha dan Kadin,” urainya. Adapun peran Kementerian Perekonomian, kata dia, meliputi harmonisasi revisi yang berasal dari unsur pelaku usaha dan pemerintah. ”Pascasosialisasi ini, masih akan dilakukan pertemuan lanjutan,” pungkasnya. (HERRY SEMBIRING) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar