Senin, 2 Juni 2014 (Sumber : Posmetro Batam)
BATAM, METRO: Sudah jatuh ketimpa tangga. Begitulah Syaiful Bachtiar,
Ketua I Perpat Pesisir Kota Batam, mengibaratkan nasib warga di sekitar
jembatan 1 Barelang, mengenai dampak pembangunan Dam di sekitar kawasan
tersebut.
Betapa tidak, kata Syaiful yang ditemui akhir pekan lalu sejak
pembangunan Dam daerah tangkapan nelayan yang tinggal di pulau-pulau
sekitar jembatan satu jadi berkurang. Lokasi pembangunan Dam itu
merupakan daerah aliran sungai Dongkol dan sungai Tembesi. Nelayan pulau
sekitar biasanya menangkap kepiting, udang dan ikan bisa masuk ke dalam
aliran sungai itu. “Dulu bisa mencari ikan, kepiting, sampai Tembesi.
Sekarang sejak ada Dam tak bisa lagi,” katanya.
Nah, kasus terakhir ungkapnya matinya ikan kerambah dan pencemaran
air di sekitar sisa daerah tangkapan akibat limbah yang dihasilkan oleh
Dam. Saat ini air yang keluar dari Dam, berwarna coklat bercampur lumpur
dan berbau busuk. “Sejak Dam selesai, airnya kan dibendung. Tapi dua
bulan belakangan ini air Dam dikeluarkan. Air kotor dan berbau busuk,”
ungkap Syaiful.
Sehingga kata Syaiful, adanya pencemaran tersebut warga Pulau Akar,
Panjang, Lance, Tiawangkang, Nipah, yang berada di sekitat Dam sangat
merasakan dampaknya. “Wilayah tangkapan semakin berkurang. Ikan semakin
susah di dapatkan,” katanya.
Sehingga warga meminta pada instansi terkait memperhatikan hal
tersebut. “Bagaimana Dam tak memberikan dampak buruk pada masyarakat.
Jangan masyarakat yang sudah susah, dibebankan lagi kesusahan,” ujarnya.
Warga, lanjut Syaiful meminta, Pemko Batam, BP Batam, memberikan respon, terhadap dampak yang terjadi. Selain itu PT Wika sebagai perusahaan BUMN yang membangun Dam tersebut juga harus memikirkan kesehatan dan dampak lingkungan sekitar.
Warga, lanjut Syaiful meminta, Pemko Batam, BP Batam, memberikan respon, terhadap dampak yang terjadi. Selain itu PT Wika sebagai perusahaan BUMN yang membangun Dam tersebut juga harus memikirkan kesehatan dan dampak lingkungan sekitar.
“Seharusnya diberikan solusi. Contohnya memberikan bantuan alat
transportasi untuk melaut, alat tangkap kepada masyarakat sekitar,
sehingga bisa mengalihkan ke tempat yang tak tercemar lingkungannya,”
harapnya.
“Jika tak direspon keinginan masyarakat maka warga pulau akan
berdemo atau menutup kegiatan yang ada Dam Tembesi,” tambah tokoh
masyarakat Pulau Akar, itu.
Parno, salah seorang pengelola keramba mengatakan akibat tercemar air
Dam tersebut ikan yang ada di keramba dikelolanya mati. Ditaksir
kerugian mencapai ratusan juta rupiah.
Lain halnya dengan Arifin, nelayan Pulau Akar. Sejak dibangunnya Dam
tersebut ia terpaksa melaut ke darah yang jauh, dengan alat seadanya.
“Biasanya melaut di sekitar jembatan, sekarang berpindah ke daerah
Piayu, bahkan sampai ke Lobam. Kalau cuaca buruk tak bisa melaut. Selain
itu biasa mancing balik hari sekarang bisa dua hari. Terpaksa Nginap
di pancung,” ungkapnya.(qul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar