Batam- Kerugian negara dari praktek penyalahgunaan izin operasional
yang dilakukan pengelola Pelabuhan Khusus (Pelsus) Harbour Bay ditaksir
sekitar Rp64 miliar lebih. Itu adalah potensi pendapatan negara dari
pajak penumpang (seaport tax) selama ini (2009-2012) yang seharusnya
dipungut.
Hitungan-hitungan soal kerugian negara sekitar Rp64 miliar itu sebagai berikut. Seperti diketahui, di pelabuhan yang lokasinya hanya berjarak 1,5 kilometer atau sekitar 7 menit dari pusat Kota Batam, Nagoya, hanya ada satu armada operator fery yang beroperasi, yakni Wavemaster. Fery ini melayani rute Batam-Singapura, dan sebaliknya. Setiap harinya jadwal pelayaran fery adalah 18 trip. Batam-Singapura sebanyak 9 trip dan Singapura-Batam juga 9 trip.
Kapasitas isi fery adalah 200-an penumpang. Sedangkan seaport tax yang selama ini dipungut seperti di Pelabuhan Internasional Sekupang, yakni 7 dolar Singapura per orang.
Jika dalam satu kali jadwal keberangkatan diasumsikan yang berangkat cuma 100 orang. Maka setiap kali keberangkatan seaport tax yang bisa dipungut adalah 100 penumpang x 7 dolar Singapura (Rp7.000) x 9 trip pelayaran. Sedangkan jika dikalikan selama satu tahun atau 365 hari dan dikalikan selama Pelsus Harbour Bay beroperasi (empat tahun), maka total kehilangan pajak negara adalah sekitar Rp64 miliar lebih.
Soal kerugian negara dari seaport tax di Pelsus Harbour Bay ternyata ikut mengusik Harry Azhar Azis. Anggota DPR RI dari dapil Kepri itu menilai selama ini BP Batam dan Pemko Batam telah melakukan pembiaran atas perubahan izin operasianal pelabuhan tersebut.
"BP Batam dan Pemko Batam telah melakukan pembiaran. Ini tidak bisa dibiarkan," kata Harry, Senin (28/5).
Dengan sikap 'tutup mata' kedua intitusi di Batam ini, Wakil Ketua Komisi XI itu berjanji akan mengadukan persoalan Pelsus Harbour Bay ke Komisi V DPR RI.
"Tidak bisa dibiarkan, ini harus diusut tuntas. Saya yang akan mengawal kasus ini di DPR," ucap Harry dengan nada meninggi.
Pantauan Haluan Kepri selama sepekan, Pelsus Harbour Bay sudah berubah fungsi menjadi pelabuhan umum. Faktanya, pelabuhan ini justru mengangkut penumpang umum. Tak sesuai seperti izin awalnya, yakni sebagai pelsus yang mengangkut wisatawan.
Dari fakta yang ditemukan di Pelsus Harbour Bay, maka pengelola pelabuhan sudah mengangkangi UU No 17 tentang Pelayaran dan (Kepmenhub) Nomor KM 55 tahun 2002 tentang pengelolaan pelsus.
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) pada pasal 18 menyatakan, pelsus hanya dapat dioperasikan untuk lalu lintas kapal atau turun naik penumpang atau bongkar muat barang untuk kepentingan sendiri.
Seperti diketahui, Pelsus Harbour Bay izinnya adalah mengangkut penumpang pariwisata. Pelabuhan ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2009.
Senada dengan Harry, Onward Siahaan, anggota Komisi II DPRD Kepri itu juga menyoalkan sikap pembiaran yang dilakukan oleh BP Batam. Katanya, BP Batam tidak bisa melempar tanggung jawab terkait pelanggaran yang dilakukan pengelola Pelsus Harbour Bay.
"BP Batam tidak bisa lepas tangan begitu saja dengan mengatakan wewenang dan izin pelsus ada di Kementerian Perhubungan. Ini kan kasus lama, bahkan seingat saya, PT Indodharma Corpora, perusahaan pengelola pelabuhan penumpang Internasional Sekupang mempunyai perjanjian dengan BP Batam (dulu Otorita Batam/OB) terkait hal ini," pungkasnya.
Menurut Onward, perjanjian antara PT Indodharma Corpora, perusahaan pengelola Pelabuhan Internasional Sekupang mempunyai perjanjian dengan BP Batam bahwa tidak akan ada pelabuhan umum di Batuampar. Namun kenyataannya, Pelabuhan Harbour Bay yang statusnya pelsus, malah beroperasi selayaknya pelabuhan umum, yakni dengan mengangkut penumpang dari masyarakat luas.
Mantan anggota DPRD Kota Batam ini mengatakan, dengan beralihfungsinya Pelsus Harbour Bay, maka ada pihak yang dirugikan, di samping bobolnya kas negara. Di antaranya, pengelola Pelabuhan Internasional Sekupang dan Pelabuhan Internasional di Batam Centre.
"BP Batam harus ingat dengan perjanjian ini, karena jika tidak, di masa yang akan datang investor tidak akan percaya dengan BP Batam. Karena itu mereka tidak bisa dengan serta merta melempar tanggung jawab. Harusnya, mereka memberikan solusi dan penyelesaian atas masalah ini," kata Onward.
Informasi yang didapat koran ini dari salah seorang pejabat di BP Batam, persoalan Pelsus Harbour Bay merupakan masalah yang rumit bagi BP Batam. Pasalnya, pemilik saham pelabuhan tersebut adalah pejabat di Jakarta yang kini menjadi menduduki posisi menteri.
Informasi serupa juga disampaikan langsung salah seorang pejabat di Dinas Perhubungan Kota Batam. Menurut sumber yang minta namanya dirahasiakan, Pelsus Harbour Bay memang dibeking pejabat Pusat.
"Kita tidak bisa apa-apa, lagi pula perizinan Pelsus Harbour Bay itu diurus pengelolanya langsung ke Kementerian Perhubungan dulu. Bisa repot urusannya," kata sumber tadi.
Sementara itu, Kepala Bidang Laut dan Udara Dinas Perhubungan Kota Batam, Failasuf Asyik menegaskan bahwa izin Harbour Bay adalah sebagai pelabuhan khusus yang mengangkut penumpang wisata.
"Harbour Bay itu Pelsus Wisata, bukan pelabuhan penumpang umum seperti di beberapa pelabuhan internasional yang ada di Batam," ungkap Failasuf, kemarin.
Menurut mantan Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelabuhan Telaga Punggur itu, Dinas Perhubungan Kota Batam tidak punya kewenangan menindak pengelola Pelsus Harbour Bay. Katanya, yang berhak melakukan adalah Kantor Palabuhan Laut (Kanpel Laut) dan BP Batam.
Pernyataan yang dilontarkan Failasuf sangat bertolak belakang dengan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Ali Ibrahim. Diwawancarai beberapa waktu lalu, Ali justru menyebut bahwa pihaknya tidak bisa melarang atau menghalangi setiap penumpang yang akan lewat Pelsus Harbour Bay.
Menurutnya, Kanpel Batam hanya bertugas mengawasi keselamatan penumpang di dermaga. Sementara mengenai penumpang, pihaknya tidak bisa mengetahui apakah sebagai parawisata atau tidak. (and/tea)
Hitungan-hitungan soal kerugian negara sekitar Rp64 miliar itu sebagai berikut. Seperti diketahui, di pelabuhan yang lokasinya hanya berjarak 1,5 kilometer atau sekitar 7 menit dari pusat Kota Batam, Nagoya, hanya ada satu armada operator fery yang beroperasi, yakni Wavemaster. Fery ini melayani rute Batam-Singapura, dan sebaliknya. Setiap harinya jadwal pelayaran fery adalah 18 trip. Batam-Singapura sebanyak 9 trip dan Singapura-Batam juga 9 trip.
Kapasitas isi fery adalah 200-an penumpang. Sedangkan seaport tax yang selama ini dipungut seperti di Pelabuhan Internasional Sekupang, yakni 7 dolar Singapura per orang.
Jika dalam satu kali jadwal keberangkatan diasumsikan yang berangkat cuma 100 orang. Maka setiap kali keberangkatan seaport tax yang bisa dipungut adalah 100 penumpang x 7 dolar Singapura (Rp7.000) x 9 trip pelayaran. Sedangkan jika dikalikan selama satu tahun atau 365 hari dan dikalikan selama Pelsus Harbour Bay beroperasi (empat tahun), maka total kehilangan pajak negara adalah sekitar Rp64 miliar lebih.
Soal kerugian negara dari seaport tax di Pelsus Harbour Bay ternyata ikut mengusik Harry Azhar Azis. Anggota DPR RI dari dapil Kepri itu menilai selama ini BP Batam dan Pemko Batam telah melakukan pembiaran atas perubahan izin operasianal pelabuhan tersebut.
"BP Batam dan Pemko Batam telah melakukan pembiaran. Ini tidak bisa dibiarkan," kata Harry, Senin (28/5).
Dengan sikap 'tutup mata' kedua intitusi di Batam ini, Wakil Ketua Komisi XI itu berjanji akan mengadukan persoalan Pelsus Harbour Bay ke Komisi V DPR RI.
"Tidak bisa dibiarkan, ini harus diusut tuntas. Saya yang akan mengawal kasus ini di DPR," ucap Harry dengan nada meninggi.
Pantauan Haluan Kepri selama sepekan, Pelsus Harbour Bay sudah berubah fungsi menjadi pelabuhan umum. Faktanya, pelabuhan ini justru mengangkut penumpang umum. Tak sesuai seperti izin awalnya, yakni sebagai pelsus yang mengangkut wisatawan.
Dari fakta yang ditemukan di Pelsus Harbour Bay, maka pengelola pelabuhan sudah mengangkangi UU No 17 tentang Pelayaran dan (Kepmenhub) Nomor KM 55 tahun 2002 tentang pengelolaan pelsus.
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) pada pasal 18 menyatakan, pelsus hanya dapat dioperasikan untuk lalu lintas kapal atau turun naik penumpang atau bongkar muat barang untuk kepentingan sendiri.
Seperti diketahui, Pelsus Harbour Bay izinnya adalah mengangkut penumpang pariwisata. Pelabuhan ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2009.
Senada dengan Harry, Onward Siahaan, anggota Komisi II DPRD Kepri itu juga menyoalkan sikap pembiaran yang dilakukan oleh BP Batam. Katanya, BP Batam tidak bisa melempar tanggung jawab terkait pelanggaran yang dilakukan pengelola Pelsus Harbour Bay.
"BP Batam tidak bisa lepas tangan begitu saja dengan mengatakan wewenang dan izin pelsus ada di Kementerian Perhubungan. Ini kan kasus lama, bahkan seingat saya, PT Indodharma Corpora, perusahaan pengelola pelabuhan penumpang Internasional Sekupang mempunyai perjanjian dengan BP Batam (dulu Otorita Batam/OB) terkait hal ini," pungkasnya.
Menurut Onward, perjanjian antara PT Indodharma Corpora, perusahaan pengelola Pelabuhan Internasional Sekupang mempunyai perjanjian dengan BP Batam bahwa tidak akan ada pelabuhan umum di Batuampar. Namun kenyataannya, Pelabuhan Harbour Bay yang statusnya pelsus, malah beroperasi selayaknya pelabuhan umum, yakni dengan mengangkut penumpang dari masyarakat luas.
Mantan anggota DPRD Kota Batam ini mengatakan, dengan beralihfungsinya Pelsus Harbour Bay, maka ada pihak yang dirugikan, di samping bobolnya kas negara. Di antaranya, pengelola Pelabuhan Internasional Sekupang dan Pelabuhan Internasional di Batam Centre.
"BP Batam harus ingat dengan perjanjian ini, karena jika tidak, di masa yang akan datang investor tidak akan percaya dengan BP Batam. Karena itu mereka tidak bisa dengan serta merta melempar tanggung jawab. Harusnya, mereka memberikan solusi dan penyelesaian atas masalah ini," kata Onward.
Informasi yang didapat koran ini dari salah seorang pejabat di BP Batam, persoalan Pelsus Harbour Bay merupakan masalah yang rumit bagi BP Batam. Pasalnya, pemilik saham pelabuhan tersebut adalah pejabat di Jakarta yang kini menjadi menduduki posisi menteri.
Informasi serupa juga disampaikan langsung salah seorang pejabat di Dinas Perhubungan Kota Batam. Menurut sumber yang minta namanya dirahasiakan, Pelsus Harbour Bay memang dibeking pejabat Pusat.
"Kita tidak bisa apa-apa, lagi pula perizinan Pelsus Harbour Bay itu diurus pengelolanya langsung ke Kementerian Perhubungan dulu. Bisa repot urusannya," kata sumber tadi.
Sementara itu, Kepala Bidang Laut dan Udara Dinas Perhubungan Kota Batam, Failasuf Asyik menegaskan bahwa izin Harbour Bay adalah sebagai pelabuhan khusus yang mengangkut penumpang wisata.
"Harbour Bay itu Pelsus Wisata, bukan pelabuhan penumpang umum seperti di beberapa pelabuhan internasional yang ada di Batam," ungkap Failasuf, kemarin.
Menurut mantan Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelabuhan Telaga Punggur itu, Dinas Perhubungan Kota Batam tidak punya kewenangan menindak pengelola Pelsus Harbour Bay. Katanya, yang berhak melakukan adalah Kantor Palabuhan Laut (Kanpel Laut) dan BP Batam.
Pernyataan yang dilontarkan Failasuf sangat bertolak belakang dengan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Ali Ibrahim. Diwawancarai beberapa waktu lalu, Ali justru menyebut bahwa pihaknya tidak bisa melarang atau menghalangi setiap penumpang yang akan lewat Pelsus Harbour Bay.
Menurutnya, Kanpel Batam hanya bertugas mengawasi keselamatan penumpang di dermaga. Sementara mengenai penumpang, pihaknya tidak bisa mengetahui apakah sebagai parawisata atau tidak. (and/tea)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar