BATAM (HK)- Aksi demo yang dilakukan sebagian buruh PT Varta Micro Batterey sudah berlangsung dua pekan lebih. Hal itu membuat operasional perusahaan modal asing (PMA) asal Jerman tersebut terganggu, bahkan sampai mengalami kerugian hingga Rp10 miliar.
Terganggunya operasional perusahaan disebabkan para pendemo memblokir pintu masuk ke area pabrik yang memproduksi baterei itu dengan cara menggembok pintu gerbang. Akibatnya, mobilitas karyawan PT Varta yang masih aktif bekerja menjadi terhambat.
"Banyak karyawan kita yang dihalang-halangi saat mau masuk bekerja. Bahkan, perlakuan mereka (pendemo) sudah di luar batas kewajaran," kata Manajer HRD PT Varta Micro Batterey, Puji Hartani di Mukakuning, Batam, Selasa (29/5).
"Secara materi, kerugian perusahaan selama ada aksi demo itu sudah mencapai Rp10 miliar. Bayangkan kalau aksi itu terus berlanjut. Sementara itu, pihak-pihak yang kami harapkan bisa memberikan solusi, malah terkesan membiarkan aksi mereka (pendemo)," katanya.
Menurut Puji, yang diharapkan manajemen saat ini adalah dibukanya kembali akses masuk bagi karyawan agar operasional perusahaan bisa berjalan normal. Dia mempersilahkan para pendemo untuk tetap melanjutkan aksinya.
"Yang kami minta, gembok itu dibuka. Biarkan karyawan yang lain kembali bekerja. Mereka punya keluarga yang harus dihidupi, tolong hal ini dimengerti," kata perempuan berjilbab yang sudah delapan tahun bekerja di PT Varta ini.
Yang lebih membuatnya prihatin, lanjut Puji, adalah tindakan para pendemo yang mulai mengarah pada anarkisme. Bahkan, cenderung melakukan pelecehan terhadap sebagian karyawan PT Varta yang ingin bekerja di perusahaan yang berlokasi di Kawasan Industri Batamindo, Mukakuning, Batam itu.
Fakta di lapangan, kata dia, ada sejumlah karyawan perempuan yang ingin masuk bekerja namun dihalang-halangi, bahkan mendapat perlakukan tidak menyenangkan.
"Ada karyawan yang jilbabnya ditarik-tarik sampai hampir lepas. Bahkan ada yang terkena pelecehan seksual. Kami ada buktinya. Dan masalah ini sudah kami laporkan ke Polresta Barelang. Karyawan kami yang ingin bekerja ketakutan, karena akses ke perusahaan ditutup oleh mereka (pendemo)," kata mantan trainer di PT Drydocks di Tanjunguncang, Batam ini.
Bukan cuma karyawan, kata Puji, kalangan top manajemen juga mendapat perlakuan kasar dari para pendemo.
"Masa, salah satu pimpinan, yang ekspatariat Jerman sampai harus menerima tamparan? Itu kan sudah keterlaluan," katanya.
"Saya sudah cek ke kepolisian, katanya demo itu mendapat izin sampai dua bulan. Bayangkan, jika dua minggu saja kerugian perusahaan sudah Rp10 miliar, bagaimana kalau sampai dua bulan operasional perusahaan ini terganggu? Saya sudah jumpai hampir semua pejabat pemerintahan, termasuk kepolisian, tapi hasilnya masih nihil. Sekali lagi, kami cuma minta gembok itu dibuka, biarkan karyawan bekerja seperti biasa," ujar Puji dengan nada berat menahan geram.
Disinggung soal dilibatkannya aparat TNI dalam mengawal karyawan PT Varta yang ingin masuk bekerja, menurut Puji, pihaknya punya alasan tersendiri. Katanya, semua itu semata-mata untuk menjaga keberlangsungsan investasi di PT Varta.
"Bukannya kami tidak mau melibatkan kepolisian. Tapi kami sudah berusaha meminta bantuan, namun sepertinya tidak berhasil. Karena menuruti keinginan sejumlah pihak, kami pun memutuskan untuk mengembalikan anggota TNI itu. Tapi karyawan justeru semakin tidak tenang karena mereka terus mendapat teror ketika ingin bekerja," ujar Puji.
"Saya sudah bicara dengan top manajemen. Kalau begini terus, saya khawatir PT Varta benar-benar tutup. Dan itu adalah kerugian besar bagi kita semua, terutama untuk ribuan karyawan yang sebenarnya sangat ingin bekerja dan tidak ada sangkut-pautnya dengan aksi demo itu. Ini juga bisa jadi preseden buruk bagi kelangsungan dunia investasi di Batam dan Indonesia umumnya."
Soal masalah ketenagakerjaan, kata Puji, pihaknya sudah menyerahkan sepenuhnya ke jalur hukum yakni ke Pengadilan Hubungan Industrial (PIH). Karena itu, dia mengimbau semua pihak untuk menghormati sistem hukum yang berlaku.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepri Ir Cahya juga menyayangkan aksi anarkis yang dilakukan para pendemo di PT Varta. Cahya berharap pihak-pihak yang tidak puas dalam kasus ini bisa menghormati jalur hukum sebagaimana yang sudah ditempuh PT Varta.
"Saya pikir, semua kita perlu sama-sama menghargai hukum. Demo anarkis yang sempat dilaporkan oleh manajemen PT Varta merupakan tamparan bagi iklim investasi Batam. Masa, sampai memaksa masuk ke pabrik, kemudian menyiramkan air seni, air comberan, menjambak sampai melepas jilbab pekerja yang tengah bekerja sampai pelecehan seksual?" kata Cahya, Senin (28/5) di Batam Centre.
Demi menyelamatkan iklim investasi di Batam, Cahya mengharapkan kepada penegak hukum untuk bersikap tegas. Aparat penegak hukum kata Cahya juga perlu memberikan rasa aman kepada investor, sehingga mereka merasa nyaman menanamkan modal di Batam..
"Laporan ke saya mereka sampai ketakutan. Sampai-sampai mereka bingung mau berlindung ke mana," kata Cahya.
Menurut Bos Arsikon Grup ini, kasus PT Varta benar-benar mencoret citra positif Batam di luar negeri, terutama di daratan Eropa. Kata Cahya, seolah-olah, Batam sudah tidak ada hukum lagi.
Cahya pun mengetuk hati para pekerja di PT Varta untuk berfikir jernih. Jangan sampai gara-gara outsourching dan akhirnya mem-PHK delapan orang, bisa berdampak pada ribuan karyawan lain menjadi pengangguran.
"Apalagi ada pekerja yang sudah mengabdi di PT Varta itu dari 21 tahun lalu. Jangan sampai gara-gara demo, apalagi sudah mulai ditunggangi pihak luar, perusahaan ini tutup. Apa itu yang kita mau?"
Sementara itu, salah seorang pekerja PT Varta, Ary Prasetyo mengungkapkan, data di lapangan, sebenarnya lebih banyak persentasi pekerja yang ingin bekerja ketimbang mogok kerja. Menurutnya, para pekerja yang berdemo hanya sebagian kecil saja. Kebanyakan pekerja yang tergabung di Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) tersebut tidak senang, dan berulah agar bisa mendapat pesangon besar.
"Mereka yang bergabung itu sedikit saja, dan rata-rata karyawan lama yang sudah bekerja 10 tahun lebih. Awalnya jujur saya memang tergabung dengan FPSMI, namun setelah saya melihat mereka sudah tidak membawa aspirasi pekerja lagi, saya keluar," katanya.
Ketua FSPMI PUK PT Varta, Deddy Iskandar mengatakan, pada dasarnya selama proses perjuangan itu, karyawan tidak melakukan mogok kerja. Itu dilakukan sejak tahun 2010, 2011, 2012. Namun pihak manajemen tidak pernah mengeluarkan tunjangan perumahan.
"Yang membuat kami jadi bertanya-tanya, kenapa perusahaan memecat teman kami yang saat itu lagi cuti pulang kampung. Ada satu orang karyawan yang di-PHK," katanya.
4 Poin Kesepakatan
Sementara itu, rapat dengar pendapat (RDP)yang digelar Komisi IV DPRD Batam, Senin (28/5) dalam rangka mediasi konflik hubungan industrial yang terjadi antara PT Varta dengan para karyawannya, akhirnya menghasilkan empat poin kesepakatan.
Pertama, serikat pekerja harus menerima pemecatan terhadap delapan karyawan PT Varta dan pihak manajemen harus segera mengajukan masalah ini ke pengadilan hubungan industrial (PHI) untuk ditentukan apakah pemecatan tersebut sudah sesuai aturan atau tidak.
Kedua, sepanjang proses hukum tersebut belum memiki keputusan yang mengikat (inkrah), pihak manajemen harus tetap memberikan upah kepada para karyawan yang dipecat yang dinamakan ‘upah proses’ sesuai ketentuan ketenagakerjaan.
Ketiga, serikat pekerja harus membuka gembok yang dipasang di gerbang perusahaan selama aksi mogok kerja. Dan keempat, serikat pekerja mengentikan aksi mogok kerja tersebut.
Dalam satu hingga dua hari kedepan, kesepakatan tersebut harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh para pimpinan dari kedua pihak.
Hearing tersebut dihadiri langsung oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, Zarepriadi, Polresta Barelang diwakili oleh Kasat Binmas, Kompol Heriana, Gusharyadi Konsultan Industri Batamindo dan Manajer HRD PT Varta, Puji Hartani. (ybt/fur/lim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar