Kepala Kanpel Batam, Ali Ibrahim mengatakan hal itu saat dikonfirmasi Haluan Kepri, Selasa (29/5) terkait penyalahgunaan izin Pelsus Harbour Bay yang seharusnya mengangkut penumpang khusus pariwisata tapi justru melayani penumpang umum.
Adanya indikasi penyimpangan yang dilakukan manajemen Pelsus Harbour Bay, pihak Kanpel, kemarin telah mengundang bebeberapa media untuk meluruskan tugas dan fungsi Kanpel. Namun sayangnya Haluan Kepri, satu-satunya media yang hampir satu minggu berturut-turut mengekspos dugaan penyalahgunaan izin Pelsus tersebut malah tidak diundang. Meski demikian Haluan Kepri tetap melakukan konfirmasi melalui via ponsel ke Kakanpel tersebut.
"Kita menjelaskan tugas kita, mengenai adanya permasalahan di Harbour Bay, kita serahkan ke daerah maupun pusat. Kita tidak sampai ke sana jangkauan kita," kata Ali melalui via ponsel.
Ali mengakui Pelsus Harbourbay tidak boleh mengangkut penumpang umum. Dan hal tersebut tertuang di dalam peraturan Mentri Perhubungan.
Meski demikian Ali mengatakan, pihaknya tidak bisa melarang atau menghalangi setiap penumpang yang akan berangkat melalui Pelsus tersebut. Pasalnya, Kanpel hanya bertugas mengawasi keselamatan penumpang di dermaga. Sementara mengenai penumpang, pihaknya tidak bisa mengetahui apakah sebagai parawisata atau tidak.
Pernyataan Ali ini berbeda dengan apa yang disampaikan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batam.
Kepala Bidang (Kabid) Laut dan Udara Dishub Kota Batam, Failasuf Asyikmengatakan izin operasioanal Pelsus Harbour Bay, bisa dicabut oleh Kementrian Perhubungan (Kemhub) melalui Kanpel Laut Batam. Ini dilakukan jika dalam operasioanalnya melanggar perizinan.
Disebutkannya, sesuai UU Nomor 17 tahun 2008, tentang pelayaran dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan, jika pengajuan perizinan awal tidak sesuai dengan pelaksanaan dan pengoperasian di lapangan, sanksinya pencabutan izin.
"Ada UU dan PP yang mengatur tentang ketentuan tersebut. Bahkan sudah jelas sanksinya pencabutan izin operasi dari Kemenhub melalui Kanpel Laut Batam," kata Failasuf di ruang kerjanya, Selasa (29/5).
Menurut Failasuf, meskipun pihak pengelola Pelsus Harbour Bay sudah mengajukan perubahan perizinan dari Pelsus menjadi pelabuhan penumpang umum, tapi izin tersebut belum dikeluarkan oleh Kementrian Perhubungan RI. Jadi, selama izin tersebut belum diterbitkan maka pihak manajemen Harbour Bay tidak boleh mengalihfungsikan izin tersebut.
"Jadi sampai sekarang Harbour Bay masih berstatus sebagai Pelsus, tidak boleh mengangkut penumpang umum apalagi kargo, baik masuk maupun ke luar Batam," tandasnya.
Dia menjelaskan, prosedur perubahan status pelabuhan dari Pelsus menjadi pelabuhan penumpang umum, maka Pelsus tersebut harus diserahkan terlebih dahulu kepada pemerintah sampai perizinannya disetujuai dan dikeluarkan oleh Kemenhub.
"Pelsus tersebut diserahkan ke pemertintah untuk diaudit, termasuk persyaratan, kelaikan pendukung layaknya pelabuhan penumpang umum," ujar mantan pejabat Kanpel Laut Batam ini.
Edi Yulianto, Sekretaris DPW Lembaga Kelautan dan Perikanan Nasional Indonesia (LKPNI) Provinsi Kepri mengatakan, seharusnya pengelola pelabuhan mengikuti peraturan dan ketentuan izin semula sebagai Pelsus atau terminal khusus wisata. "Jika menyalahi izin seharusnya Kanpel memberikan sanksi keras, cabut saja izin operasinya," ujarnya.
Sebelumnya penyalahgunaan izin operasional Pelsus Harbour Bay mendapat perhatian khusus anggota DPR RI. Mereka berjanji akan membawa kasus tersebut ke Komisi V.
" Saya akan membawa masalah tersebut ke Komisi V DPR RI untuk dibahas," janji Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, Senin (28/5).
Dia menilai selama ini BP Batam dan Pemko Batam telah melakukan pembiaran atas perubahan izin operasianal pelabuhan tersebut. Hal ini tentu mengakibatkan kerugian bagi negara.
"BP Batam dan Pemko Batam telah melakukan pembiaran. Ini tidak bisa dibiarkan," kata anggota DPR dari dapil Kepri ini.
Kerugian negara dari praktek penyalahgunaan izin operasional Pelsus tersebut ditaksir sekitar Rp64 miliar lebih. Itu adalah potensi pendapatan negara dari pajak penumpang (seaport tax) selama ini (2009-2012) yang seharusnya dipungut.
Asumsinya jika dalam satu kali jadwal keberangkatan dengan jumlah penumpang 100 orang maka seaport tax yang bisa dipungut adalah 100 penumpang x 7 dolar Singapura (Rp7.000) x 9 trip pelayaran. Sedangkan jika dikalikan selama satu tahun atau 365 hari dan dikalikan selama Pelsus Harbour Bay beroperasi (empat tahun), maka total kehilangan pajak negara adalah sekitar Rp64 miliar lebih.
Seperti diketahui, di pelabuhan yang lokasinya hanya berjarak 1,5 kilometer atau sekitar 7 menit dari pusat Kota Batam, Nagoya, hanya ada satu armada operator fery yang beroperasi, yakni Wavemaster. Fery ini melayani rute Batam-Singapura, dan sebaliknya. Setiap harinya jadwal pelayaran fery adalah 18 trip. Batam-Singapura sebanyak 9 trip dan Singapura-Batam juga 9 trip.
Kapasitas isi fery adalah 200-an penumpang. Sedangkan seaport tax yang selama ini dipungut seperti di Pelabuhan Internasional Sekupang, yakni 7 dolar Singapura per orang. (tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar