Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Senin, 27 Oktober 2014

Rempang Galang Masih Tetap Status Quo

Senin, 27 Oktober 2014 (sumber : Batam Pos)

BATAM (BP) – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Medan menguatkan putusan PTUN Tanjungpinang di Batam dengan membatalkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) Nomor 463 tahun 2013 tentang perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan Kepri, Senin (8/9) lalu. Keputusan di tingkat banding tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah), karena Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tak melakukan kasasi.
”Setelah dinyatakan batal, SK 463 tak bisa dijadikan rujukan lagi,” beber Deputi Bidang Pengusahaan Sarana dan Usaha Badan Pengusahaan (BP) Batam, Istono, kemarin.
Untuk itu, dikaitkan dengan SK Menhut 867 yang menyebutkan SK Menhut 463 masih berlaku diangap Istono cacat hukum, bahkan keputusan tersebut menimbulkan kerancuan.
”Karena saya bukan orang hukum. Istilah hukumnya, mengutip pendapat dari pakar hukum, SK 867 cacat hukum karena masih mencantumkan SK 463 masih berlaku,” ujar Istono.
Meskipun SK Menhut 867 mengeluarkan keputusan baru, namun bukan revisi maupun pengganti aturan sebelumnya. ”Logika berpikir praktisnya, kalau revisi ataupun diganti, harusnya aturan yang lama tidak berlaku. Namun ini tidak,” ungkapnya.
Munculnya SK Menhut 867, menurut Istono, hanya melepaskan kawasan yang masuk Daerah Penting dalam Cakupan Luas Bernilai Strategis (DPCLS). Sementara kawasan yang non DPCLS, status hukumnya masih sama. Seperti halnya kawasan Rempang dan Galang (Relang) maupun Tajungundap, serta kawasan lainnya masih tetap status quo.
Kawasan Rempang Galang, menurut Istono, masih menjadi konflik kewenangan antara BP dengan Kemenhut. “Dasar hukum, Undang-undang (UU) yang dimiliki BP Batam bersifat khusus, bertemu dengan UU yang bersifat general (umum),” katanya.
Tumpang tindih kewenangan hak pengelolaan lahan (HPL) yang menjadi kewenangan BP Batam sesuai dengan peraturan perndang-undangan dengan aturan kehutan yang bersifat penunjukan. Hal tersebut mulai dipersoalkan sejak tahun 2000an. ”Padahal sebelumnya tak pernah dipersoalkan,” ungkapnya.
Istono menjelaskan, melalui Kepres 28 tahun 1992, kawasan wilayah kerja BP Batam hingga Relang. Kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai kawasan bebas dan pelabuhan bebas untuk menarik investasi.
”Bayangkan dari 1992 sampai dengan sekarang, belum ada kejelasan. Ini merupakan kerugian besar, kehilangan peluang menarik investasi,” ungkapnya.
Dalam Perpres 87 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan Batam, Bintan, dan Karimun sudah dijelaskan peruntukan wilayah Relang.
Menurut Istono, sebagus apapun pembangunan dan infrastruktur, tanpa adanya ketersediaan lahan, tidak akan ada penambahan investasi. “Semakin banyak investor yang masuk, makin banyak kebutuhan lahan kita,” ucapnya.
Menurutnya, penyelesaian konflik kehutanan ini membutuhkan kearifan untuk penyelesaiannya. ”Spiritnya pro investasi serta bisa cepat melakukan penyelesaian, kalau tidak diselesaikan kami sudah jenuh mengingat lahan kita sudah habis,” bebernya.
Direktur Humas dan PTSP BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho mengaku banyak pengusaha atau investor luar negeri yang menunggu kejelasan status lahan. “Banyak yang menunggu,” singkat Djoko.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Batam, Ahmad Makruf Maulana mengatakan bahwa terbitnya SK Menhut 867 sudah mengakomodir tuntutan Kadin dan sesuai harapan masyarakat. Di mana semua kawasan perumahan dan perkantoran terlepas dari status kawasan hutan lindung.
Menurut Makruf, meski dalam SK Menhut 867 dikatakan bahwa SK 463 berlaku, itu tidak berlaku untuk kawasan DPCLS Batam. Di mana menurutnya SK 463 lebih mengatur kepada kawasan hutan non Batam atau pun non DPCLS.
”Jadi SK 867 ini sudah lebih spesifik untuk membebaskan kawasan DPCLS di Batam. Kalau SK 463 yang lalu, itu lebih mengatur kawasan hutan se-Kepri,” katanya.
Menurut Makruf, terbitnya SK Menhut 867 ini dilatar belakangi permohonan Kadin dan Pemerintah. Ini juga mengukuhkan surat dari Menteri Kehutanan ke DPR RI nomor S375/Menhut-II/2013 tentang permohonan pelepasan kawasan hutan yang masuk DPCLS.
”Jadi ini juga sudah dimohonkan sebelumnya. Sesuai dengan ketentuan, itu adalah hak DPR RI. Jadi SK 867 itu pengukuhannya,” jelasnya.
Menurut Kadin semua keinginan sebagian besar warga sudah terpenuhi. Kadin yang berhasil menggugat SK Menhut 463 untuk dibatalkan menemui titik terang dengan terbitnya SK 867. Di mana semua warga bisa mengagunkan sertifikat rumah di bank. (hgt/ian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar