Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Senin, 27 Oktober 2014

43 Tahun BP Batam Membangun Perbatasan

Senin, 27 Oktober 2014 (Sumber : Batam  Today)

SEJAK Selasa, 9 Oktober 2007 lalu, Batam memiliki payung hukum, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 2007 tentang Perdaganan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone/FTZ). UU ini tidak hanya memayungi kepastian hukum berinvestasi di Pulau Batam saja, tapi juga dua pulau lain di Bintan dan Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Dan payung hukum itulah yang memberikan "baju baru" bagi Badan Otorita Batam (BOB) bernama Badan Pengusahaan (BP) Batam.


Tapi kalau ditarik lagi ke belakang, ke tahun 1971 saat Presiden Soeharto menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 74 tahun 1971 yang melahirkan BOB. Tugas utamanya adalah merencanakan dan mengembangkan pembangunan industri serta prasarana di Pulau Batam, menampung dan meneliti permohonan izin usaha, dan mengawasi pelaksanaan proyek-proyek industri yang dibangun agar dapat berjalan dengan lancar dan tertib sesuai dengan rencana.
 
Maka, itu berarti sudah 43 tahun BOB atau Badan Pengusahaan (BP) Batam berkarya membangun Pulau Batam. Itu berarti juga sudah 43 tahun BOB atau BP Batam membangun kawasan perbatasan, khususnya di perairan Selat Malaka. Dan proyek yang sedang dibangun oleh BP Batam yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka itu adalah Pelabuhan Kargo Tanjung Sauh.
 
Sebagai badan yang sudah 43 tahun berhadapan langsung dengan pihak Malaysia dan Singapura, BP Batam memiliki cukup banyak pengalaman manis dan pahit. Salah satunya adalah, pahitnya membangun pelabuhan cargo. Tidak mudah ternyata membangun pelabuhan di tanah tumpah darah sendiri. Sudah berkali-kali Pelabuhan Kargo Batu Ampar "diganggu" oleh pihak Singapura dengan berbagai cara. Sehingga, proyeknya berjalan alot dan molor terus. Bahkan, hingga hari ini belum juga rampung. Padahal, rencana pembangunannya sudah disusun sejak era mantan Presiden BJ. Habibie di awal tahun 1970-an.
 
Kini, di era kepemimpinan Mustofa Widjaya yang sudah berkarir di BOB lebih dari 20 tahun lalu itu, juga menghadapi tantangan yang sama saat hendak membangun Pelabuhan Kargo Tanjung Sauh. Yaitu, gangguan dari dalam dan luar. Sehingga, proyek ini pun dicoret dan dikeluarkan dari rencana pembangunan infrastruktur di Bapenas Jakarta. Sungguh ini satu pukulan telak. Untungnya, itu dilakukan oleh kabinet-nya SBY yang sudah lengser.
 
Semoga, proyek ini akan mendapat perhatian dari Presiden Jokowi. Sehingga, kehadiran pelabuhan cargo 4 juta TEUs ini dapat mendorong kegiatan bongkar muat barang dan kegiatan ekspor impor di Batam. Karena sebagai negara pemilik Selat Malaka, nyaris kita tidak maksimal mendapatkan manfaat financial dari selat tersibuk di dunia itu. Sebaliknya, Singapura sudah memiliki pelabuhan kargo dengan kapasitas 30 juta TEUs. Begitu juga halnya dengan Singapura yang sudah memiliki pelabuhan cargo degan kapasitas 7 juta TEUs. Sungguh ironi, jika di era Presiden Jokowi yang memiliki semangat kembali ke laut, tidak mendorong pembangunan pelabuahan cargo Tanjung Sauh itu.

Jika Batam memilki pelabuhan cargo berkelas internasional, itu adalah sebuah lompatan besar untuk membawa Pulau Batam mampu memberi kontribusi positif secara nasional. Dan ini juga berarti peninggalan sangat berarti dari Mustofa Widjaya dan seluruh kru BP Batam bagi pembangunan kawasan perbatasan. Semoga, Cak Mus dan pasukannya tidak kendur menghadapi "tembok-tembok" yang menghadang kerja-kerja besar mereka. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar