Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Rabu, 02 Januari 2013

Warga Kampung Suka Damai Dirikan Tenda Setelah Digusur Pengembang

BATUAJI (HK)-Warga rumah liar (Ruli) kampung Suka Damai RT02 RW14 Kelurahan Sei Binti Kecamatan Sagulung mendirikan tenda, lantaran belum mendapatkan biaya ganti rugi sepeser pun dari pihak pengembang, pasca dilakukan penggusuran.

Tenda yang akan didirikan itu, dijadikan sebagai tempat tinggal warga yang tak jauh dari lokasi rumah mereka yang gusur. Akibat penggusuran tersebut, barang-barang milik masyarakat tampak berantakan. Dan sebagian lainnya diamankan di tenda tersebut.

Pantauan Haluan Kepri di lapangan, Kamis (27/12) lalu, sebanyak 40 rumah kampung Kolam dan kampung Suka Damai dirobohkan oleh pihak pengembang yang menggklaim telah memiliki pengalokasian lahan (PL) dari Otorita Batam (OB)/ BP Kawasan itu, hingga rata tanah. Anehnya, warga sama sekali tidak mendapatkan uang ganti rugi sepeserpun.

"Kami akan tetap dirikan tenda penginapan didaerah ini. Walaupun terik matahari melanda ataupun hujan membahasi tubuh kami, kami tetap berjuang demi hak kami. Jangan menggusur kami secara semena-mena, tanpa ada ganti ruginya," ungkap Darma, Ketua RT 02.

Dikatakan Darma, sebelum dilakukan penggusuran, Warga telah minta ganti rugi kepada pihak pengembang yang mengklaim sudah memiliki surat pengalokasian lahan (PL). Tapi, hingga rumah warga dirobohkan, ganti rugi yang diminta warga itu, tak juga dipenuhi. Permasalahan tersebut, kata Darma, sudah terjadi sejak tahun 2005 lalu.

Selain PT Glory Propertindo, ada dua perusahaan lain yang memiliki permasalahan atas lahan tersebut dan memiliki PL. Yakni PT Inkopau-Pakudara dan PT Rezeki Pendawa Utama. Sehingga, lahan tersebut saat ini diklaim oleh tiga perusahaan.

Meski demikian, kata Darma, warga hanya meminta ganti rugi yang sewajarnya dikisaran Rp 6 juta sampai Rp 8 juta sesuai dengan kondisi bangunan rumah dan isi rumah yang mayoritas pedagang dan usaha bengkel motor. Adapun tawaran dari pihak pengembang kepada warga, hanya di kisaran Rp 800 ribu sampai Rp 1,2 juta, sehingga ditolak oleh warga.

"Tawaran mereka itu tak sesuai dengan perundingan. Yah, memang setiap kali perundingan tak pernah ada kesepakatan. Beberapa kali pemerintah terkait kami surati terkait masalah ini seperti ke BP Batam, DPRD dan Pemko Batam tetap tak ada jawaban. Mungkin mereka sengaja membuat kami terlantar," ujar Darma ditemui Haluan Kepri dilokasi, Minggu (30/12).

Darma mengaku sedih melihat kondisi warganya saat ini yang tinggal di bawah tenda. Lantaran tak ada lagi tempat tinggal yang dimiliki warga setelah digusur. Maka terpaksa upaya untuk membangun tenda secara swadaya. Sebab, setelah penggusuran oleh tim terpadu, warga ditinggal begitu saja terlantar tanpa ada kejelasan hingga saat ini.

Penggusuran tersebut, kata dia, merupakan bentuk diskriminisasi yang dilakukan pemerintah daerah terhadap warga. Sebab, warga yang tinggal di lokasi adalah penduduk miskin yang tidak mampu melakukan perlawanan antara pengembang dan pemerintah. Sementara, banyak bangunan-bagunan lain yang ada di row jalan daerah lain di kota Batam ini sama sekali tak ada disentuh.

"Sebenarnya warga bukan tak mau digusur, tapi ganti rugi harusnya diperkirakan. Dan juga kenapa bangunan lain yang ada di row jalan tak gusur, kenapa hanya tempat kami. Meskipun kami miskin, kami juga masih warga Batam, jangan didiskriminisasikan lah," ungkap Darma, sembari meratap puing-puing bangunan yang telah rata tanah itu.(Dedy Manurung, Liputan Batam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar