7 Januari 2013 - (sumber Batam Pos)
Tidak masuknya Batam, Bintan dan Karimun sebagai
pintu masuk impor telepon selular (ponsel), komputer genggam dan tablet,
seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
82/MDAG/12/2012, sempat membuat pengusaha gusar. Namun, ternyata aturan
itu tak berlaku di wilayah perdagangan dan pelabuhan bebas Batam,
Bintan, dan Karimun (BBK).
“Itu hanya berlaku di wilayah pabean, bukan di kawasan FTZ BBK. Jadi pengusaha tak perlu khawatir, tetap bisa impor ponsel, komputer dan tablet seperti sebelumnya,” ujar Sekretaris Dewan Kawasan FTZ BBK, Jon Arizal, kemarin (6/1) di Tanjungpinang.
Penegasan ini, katanya mengacu pada pasal-pasal yang ada dalam Permendag Nomor 82/MDAG/12/2012 ini. Antara lain, pasal 4 menyebutkan impor barang ke dalam daerah kepabeanan. Kemudian pasal 11 yang menerangkan pemasukan produk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet, ke kawasan FTZ, tetap mengacu ketentuan yang ada selama ini.
“BP Batam tak perlu takut mengeluarkan izin impor produk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet. Penerbitan permendag 82 ini hanya untuk kawasan kepabeanan,” ujar Jon, lagi.
Namun untuk lebih memastikannya, Jon mengaku telah ditugaskan Ketua DK FTZ BBK yang juga menjabat Gubernur Kepri HM Sani, untuk menanyakan hal ini ke Menperindag, Dirjen Perdagangan Luar Negeri, dan Biro Hukum Perdagangan Kementerian Perdagangan RI.
“Penegasan ini penting supaya di lapangan tidak terjadi kesalahpahaman,” kata Jon.
Pria yang sehari-hari juga menjabat sebagai Kepala Badan Penanaman Promosi dan Investasi Daerah Pemprov Kepri juga menyayangkan terbitnya beberapa peraturan Menperindag, terkait pemasukan barang ke wilayah kepabeanan atau FTZ yang ada di Indonesia, tanpa berkoordinasi dengan DK, mau pun BP FTZ setempat.
Akibatnya, saat peraturan itu dilaksanakan timbul gejolak di tengah masyarakat. Anehnya, penerapan FTZ BBK juga terkesan dianaktirikan oleh pemerintah pusat. Padahal, pembentukannya dilakukan pusat.
“Rencana semula, FTZ BBK akan dijadikan pilot project pusat. Tapi, hingga kini pusat terkesan lupa akan hal itu,” kata Jon.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri dan Batam, Abidin Hasibun, mendesak Ketua Dewan Kawasan yang juga Gubernur Kepri HM Sani, BP Batam, Wali Kota Batam dan pihak terkait lainnya untuk memperjelas status Permendag itu untuk Batam, Bintan, dan Karimun.
“Jangan sampai aturan itu diterapkan di Batam, kalau diterapkan, sama saja memangkas keistimewaan FTZ BBK,” katanya, belum lama ini.
Kalaupun diterapkan, otomatis Permendag itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yakni UU 44 dan Peraturan Pemerintah nomor 10/2012 tentang FTZ dan Lalulintas barang dari dan ke kawasan FTZ BBK. “Status UU dan PP itu lebih tinggi dari Permendag,” tegasnya.
Abidin juga menilai pusat kurang serius dengan FTZ BBK. Pasalnya, dalam beberapa bulan terakhir, selalu keluar aturan baru yang menggerogoti keistimewaan BBK.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, Permendag itu salah satu tujuannya untuk memproteksi produsen ponsel, komputer, dan tablet di tanah air. Selain itu, membantasi serbuan produk impor yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. “Tidak sedikit produk impor yang masuk ke Indonesia yang tak memenuhi standar,” kata Gita, pekan lalu di Jakarta. (zek) (152)
“Itu hanya berlaku di wilayah pabean, bukan di kawasan FTZ BBK. Jadi pengusaha tak perlu khawatir, tetap bisa impor ponsel, komputer dan tablet seperti sebelumnya,” ujar Sekretaris Dewan Kawasan FTZ BBK, Jon Arizal, kemarin (6/1) di Tanjungpinang.
Penegasan ini, katanya mengacu pada pasal-pasal yang ada dalam Permendag Nomor 82/MDAG/12/2012 ini. Antara lain, pasal 4 menyebutkan impor barang ke dalam daerah kepabeanan. Kemudian pasal 11 yang menerangkan pemasukan produk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet, ke kawasan FTZ, tetap mengacu ketentuan yang ada selama ini.
“BP Batam tak perlu takut mengeluarkan izin impor produk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet. Penerbitan permendag 82 ini hanya untuk kawasan kepabeanan,” ujar Jon, lagi.
Namun untuk lebih memastikannya, Jon mengaku telah ditugaskan Ketua DK FTZ BBK yang juga menjabat Gubernur Kepri HM Sani, untuk menanyakan hal ini ke Menperindag, Dirjen Perdagangan Luar Negeri, dan Biro Hukum Perdagangan Kementerian Perdagangan RI.
“Penegasan ini penting supaya di lapangan tidak terjadi kesalahpahaman,” kata Jon.
Pria yang sehari-hari juga menjabat sebagai Kepala Badan Penanaman Promosi dan Investasi Daerah Pemprov Kepri juga menyayangkan terbitnya beberapa peraturan Menperindag, terkait pemasukan barang ke wilayah kepabeanan atau FTZ yang ada di Indonesia, tanpa berkoordinasi dengan DK, mau pun BP FTZ setempat.
Akibatnya, saat peraturan itu dilaksanakan timbul gejolak di tengah masyarakat. Anehnya, penerapan FTZ BBK juga terkesan dianaktirikan oleh pemerintah pusat. Padahal, pembentukannya dilakukan pusat.
“Rencana semula, FTZ BBK akan dijadikan pilot project pusat. Tapi, hingga kini pusat terkesan lupa akan hal itu,” kata Jon.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri dan Batam, Abidin Hasibun, mendesak Ketua Dewan Kawasan yang juga Gubernur Kepri HM Sani, BP Batam, Wali Kota Batam dan pihak terkait lainnya untuk memperjelas status Permendag itu untuk Batam, Bintan, dan Karimun.
“Jangan sampai aturan itu diterapkan di Batam, kalau diterapkan, sama saja memangkas keistimewaan FTZ BBK,” katanya, belum lama ini.
Kalaupun diterapkan, otomatis Permendag itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yakni UU 44 dan Peraturan Pemerintah nomor 10/2012 tentang FTZ dan Lalulintas barang dari dan ke kawasan FTZ BBK. “Status UU dan PP itu lebih tinggi dari Permendag,” tegasnya.
Abidin juga menilai pusat kurang serius dengan FTZ BBK. Pasalnya, dalam beberapa bulan terakhir, selalu keluar aturan baru yang menggerogoti keistimewaan BBK.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, Permendag itu salah satu tujuannya untuk memproteksi produsen ponsel, komputer, dan tablet di tanah air. Selain itu, membantasi serbuan produk impor yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. “Tidak sedikit produk impor yang masuk ke Indonesia yang tak memenuhi standar,” kata Gita, pekan lalu di Jakarta. (zek) (152)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar