Tribun Batam - Rabu, 2 Januari 2013
Laporan Tribunnews Batam, Alfian, Aprizal, Kartika, Dewi
TRIBUNNEWSBATAM.COM, BATAM- Peraturan
Menteri Perdagangan tentang tata niaga impor gadget tertentu belum
dirasakan oleh para pedagang gadget, namun mulai menimbulkan
kekhawatiran bagi importir. Mereka menilai pemerintah pusat membuat
aturan seperti main-main.
Seorang importir
yang selama ini memasok gadget di kawasan Lucky Plaza, Nagoya mengaku
tidak terkejut dengan aturan tersebut karena sudah kebiasaan pemerintah
pusat membuat bingung masyarakat. Setiap tahun selalu saja aturan baru
yang aneh-aneh.
"Kita ini kan seperti mainan
saja bagi pemerintah. Bikin aturan hari ini begini, besok lain lagi. Ya,
kita lihat saja," katanya, Selasa (1/1).
Menurut
dia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/M-DAG/PER/12/2012
sebenarnya tidak ada yang baru karena tata cara impor seluruh barang
sama saja. Importir harus mengurus izin sebagai Importir Terdaftar (IT)
dan memiliki API (Angka Pengenal Impor). Begitu juga setiap mengimpor
produk, kita harus mengajukan persetujuan impor. "Itu sudah lazim, nggak
ada masalah," katanya.
Sedangkan tentang tidak
masuknya Batam sebagai pelabuhan impor memang bisa menimbulkan
penafsiran berbeda. Bisa jadi tiga produk gadget itu tidak boleh masuk
melalui Batam, tetapi bisa juga karena Batam ini belum dihitung sebagai
impor. Pihaknya akan mempelajari lagi dan menanyakan hal ini kepada
pihak-pihak terkait, seperti Bea dan Cukai serta Badan Pengusahaan
Kawasan.
"Bila maksud Menperindag Batam tidak
boleh masuk barang elektronik, kecuali pelabuhan yang ditunjuk dalam
Permendag itu, artinya pemerintah menyuruh kita jadi penyelundup. Coba
dipikir, mana mungkin kita jual barang dari Jakarta sementara Singapura
lebih dekat dan murah," katanya.
Seperti
diberitakan kemarin, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengumumkan
aturan baru tentang tata cara impor barang IT tertentu, yakni telepon
selular, komputer genggam dan komputer tablet. Ketiga produk itu, dalam
peraturan itu hanya boleh diimpor melalui pelabuhan laut dan udara
tertentu.
Pelabuhan lautnya adalah Belawan di
Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak
di Surabaya, dan Soekarno-Hatta di Makassar. Sedangkan pelabuhan udara
adalah Polonia di Medan, Soekarno-Hatta di Tangerang, Ahmad Yani di
Semarang, Juanda di Surabaya, dan Hasanuddin di Makassar.
Importir
lainnya mengatakan, selama ini para importir sudah sangat repor dengan
berbagai perizinan yang mereka urus. Selain API, mereka juga mengurus
persetujuan impor (PI) dari BP Kawasan, kemudian harus mendapatkan Tanda
Pendaftaran Produk (TPP) dari Direktur Jendral Industri Unggul Berbasis
Teknologi Tinggi (IUBTT), Kementrian Perindustrian dan sertifikat alat
dan perangkat telekomonikasi dari Kementrian komunikasi dan Informatika.
"Belum
lagi persyaratan lainnya saat memasukkan barang, mengurus kapal hingga
angkutan ke gudang. Belum lagi izin gudangnya. Kita ini sudah
bulan-bulanan dari berbagai aturan, dan itu semua tidak gratis,"
katanya.
Nah, setelah mendapatkan izin itu, importir juga
tidak bisa seenaknya bisa mengimpor barang karena setiap importir diberi
kuota oleh BP Batam. Hal ini untuk menjaga agar tidak terjadi
persaingan harga di pasaran. "Meskipun bebas pajak, tetapi tak bisa
sebebasnyalah. Ada kuota. Kalau pedagang di toko-toko itu kan tidak tahu
soal ini karena mereka hanya menjual saja. Barang kosong mereka akan
minta pada agen," katanya. (*)
Editor : widodo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar