Dipublikasikan: redaksi
batamcyberzone.com
Published: 29 April, 2011
Siap Jelaskan soal Suap Janda Berhias
Riki Syolihin, anggota DPRD Batam yang mengungkap dugaan suap kepada 30 anggota Dewan untuk menggagalkan pembentukan Panitia Khusus Pulau Janda Berhias, mendapat tekanan dari sesama anggota Dewan. Namun, Riki menegaskan, tak gentar, dan siap memberi keterangan agar kasus tersebut kian terang.
“Saya menyampaikan (pernyataan) itu supaya semua terang. Tidak ada yang ditutup- tutupi,” katanya, Kamis (28/4).
Karena itu, kata Riki, ia siap bila Badan Kehormatan memanggilnya untuk dimintai keterangan. “Saya siap menjelaskan,” katanya.
Seperti diberitakan Batam Pos kemarin, Riki mengungkapkan, sebanyak 30 dari 45 anggota DPRD Batam telah menerima suap dari institusi yang berkaitan dengan Pulau Janda Berhias. Tujuannya agar fraksi-fraksi di DPRD batal membentuk pansus untuk meneliti prosedur masuknya Pulau Janda Berhias ke dalam kawasan FTZ. Besar uang suap, menurut Riki, antara Rp5 juta hingga Rp25 juta per anggota.
Pernyataan Riki ini tak urung membuat sejumlah anggota Dewan bak kebakaran jenggot. “Terus terang saya langsung menegur dia (Riki). Karena ini bisa menimbulkan fitnah,” kata Sekretaris Fraksi Demokrat, Helmy Hemilton, Kamis (28/4).
Senada dengan Helmy, Ketua Fraksi PDI-P Nuryanto, juga menyayangkan pernyataan Riki Syolihin itu. Katanya, pernyataan tersebut telah melukai perasaan institusi DPRD Kota Batam.
“Pernyataan seperti ini sudah mengarah pada pencemaran nama baik. Kalau kami mau, ini bisa diperkarakan,” katanya.
Baik Helmy maupun Nuryanto menegaskan, pembatalan rencana pembentukan Pansus Janda Berhias merupakan keputusan sidang paripurna. Artinya, keputusan tersebut merupakan keputusan bersama.
Adapun menyangkut sikap Fraksi Demokrat dan PDIP yang menolak rencana pembentukan pansus tersebut murni karena pertimbangan efisiensi dan efektivitas kerja. Sebab, mereka menilai belum ada urgensinya untuk membentuk pansus itu. Namun, berdasarkan keputusan rapat, kasus ini akan dikembalikan ke masing-masing komisi.
“Kami melihat tidak ada celah hukum yang dilanggar. Jika memang pemerintah merasa tidak dilibatkan dalam kasus Janda Berhias, sebaiknya mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung, bukan membentuk pansus,” kata Helmy dan Nuryanto, kompak.
Tak hanya anggota Dewan, Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Batam juga terusik dengan berita miring tersebut. BK pun berencana memanggil Riky Syolihin untuk dimintai penjelasan.
“Tentu kami akan klarifikasi. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan data-data,” kata anggota BK Muhammad Musofa.
Berbeda dengan anggota Dewan kebanyakan, Ketua Komisi IV yang juga Ketua Fraksi PKS DPRD Batam, Ricky Indrakari, mengaku sangat mendukung Riky Syolihin. Namun, kata dia, dukungan ini bukan mengarah pada pembuktian isu suap melainkan fokus untuk mengungkap proses terbitnya PP Nomor 5/2011 tentang Penetapan Pulau Janda Berhias Sebagai Kawasan FTZ Batam.
“Baik secara individu dan kolektif kolegial, saya siap memback-up Riki Syolihin,” kata Ricky Indrakari, kemarin.
Kata Ricky Indrakari, lahirnya PP 05/2011 ini telah melanggar tiga undang-undang. Yakni UU Lingkungan, UU Otonomi Daerah dan UU Pembentukan Kota Batam. Sebab, pembentukan PP ini sama sekali tidak melibatkan Pemeritahan Kota Batam, dalam hal ini Pemko Batam dan DPRD Kota Batam.
Ketua DPRD Batam, Surya Sardi, yang ditemui wartawan enggan berkomentar mengenai isu suap tersebut. Katanya, pembentukan Pansus Janda Berhias dibatalkan atas dasar kesepakatan bersama dalam forum rapat pimpinan.
“Saya tidak mau komentar soal suap,” kata Surya, kemarin. (suparman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar