Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Kamis, 14 April 2011

Politisi PPP Didakwa Terima Suap dari Otorita Batam

Dipublikasikan: redaksi
batamcyberzone.com (sumber Batam Pos)
Published: 14 April, 2011
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Komisi IX DPR periode 1999-2004, Sofyan Usman, didakwa menerima suap dari Otorita Batam (OB). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, Sofyan menerima uang total sebesar Rp 1 miliar dalam bentuk uang kontan dan Mandiri Travellers Cheque (MTC) terkait persetujuan anggaran APBN bagi Otorita Batam tahun 2004 dan 2005.

Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (13/4), anggota tim JPU Dwi Aries Sudarto, memaparkan, Sofyan Usman pada Juli 2004n bertemu dengan Staf Ahli bidang Hubungan Antarlembaga Kepala Otorita Batam, Oemar Lubis. Pada pertemuan itu, Oemar meminta Sofyan sebagai polititi yang duduk di Panitia Anggaran DPR, agar membantu usulan anggaran dari OB untuk Tahun 2005.
Selain itu, Oemar juga meminta Sofyan membantu anggaran tambahan bagi OB dari APBN Perubahan (APBN-P) 2004. Akhirnya rapat panitia anggaran DPR dan pemerintah menyetujui tambahan untuk OB dari APBNP 2004 sebesar Rp 10 miliar.
Pada 23 September 2004, Oemar Lubis kembali menghubungi M Iqbal (Kabag Anggaran Deputi Adren) tentang tambahan Rp 10 miliar di APBNP 2004.
”APBN 2005 sedang dibahas, Untuk ABT 2004 sudah diputuskan Otorita Batam mendapat Rp10 miliar dan tolong dibantu untuk pembangunan masjid di Komplek DPR Cakung, Jakarta Timur. Saya sudah hutang bahan dan biaya tukang hampir Rp200 juta,” ucap Sofyan.
Selanjutnya pada Agustus 2004, Sofyan menghubungi M Iqbal selaku Kepala Bagian Anggaran pada Deputi Administrasi dan perencanaan (Adren) OB. ”APBN 2005 sedang dibahas, Untuk ABT 2004 sudah diputuskan Otorita Batam mendapat Rp10 miliar dan tolong saya dibantu untuk pembangunan masjid di Komplek DPR Cakung, Jakarta Timur. Saya sudah hutang bahan dan biaya tukang hampir Rp200 juta” kata JPU Dwi Aries menirukan ucapan Sofyan ke M Iqbal.
Atas permintaan itu, Iqbal melaporkannya ke pimpinan OB. Dalam surat dakwaan bernomor Dak-07/24/03/2011, JOPU menguraikan, guna memenuhi permintaan Sofyan maka Ketua OB Ismeth Abdullah melalui Deputi Adren, M Prijanto, memerintahkan M Iqbal meminjam Rp150 juta dari Kas Karyawan Kantor Perwakilan OB di Jakarta. ”Terdakwa (Sofyan Usman) pada 24 September 2004 bertemu dengan M Iqbal di restoran Hotel Hilton, Jakarta. Dalam pertemuan itu terdakwa menerima Rp 150 juta yang diserahkan M Iqbal,” lanjut JPU.
Beberapa hari kemudian, Sofyan Usman kembali menghubungi Oemar Lubis untuk memberi bocoran tentang kesepakatan antara pemerintah dan DPR perihal anggaran untuk OB di APBN 2005. JPU menyebut Sofyan membocorkan kesepakatan Panitia anggaran tentang disetujuinya anggaran Rp 85 miliar untuk PB dari APBN 2005.
Selanjutnya pada 27 September, Sofyan Usman kembali menghubungi Oemar Lubis, guna menyampaikan permintaan uang terkait disetujuinya anggaran Rp 85 miliar untuk OB itu. ”Pak Lubis, kan Otorita sudah disetujui alokasi anggarannya di APBN 2005. Tolong saya dibantu dana untuk pembangunan masjid di Komplek DPR Jakarta Timur karena masih banyak sekali dana yang dibutuhkan untuk penyelesaian,” pinta Sofyan seperti ditirukan JPU.
Selanjutnya Prijanto atas perintah Ismeth melakukan pertemuan dengan Ngabas Affandi (Kepala Biro Keuangan Adren OB), Budiman Maskan (Kepala Biro Perencanaan Deputi Adren OB), M Iqbal dan Indra Sakti, untuk menyetujui permintaan Sofyan Usman, Dalam pertemuan itu, lanjut JPU, disepakati penggunaan dana Rp 850 juta dari kas OB dalam bentuk MTC.
”Selanjutnya Prijanto memerintahkan Budiman Maskan, Sunaryo Poesposoegondo (Kepala perwakilan OB di Jakarta) dan Oemar Lubis untuk menyerahkannya ke Sofyan Usman, dengan tujuan untuk membantu pembangunan masijd,” lanjut JPU pada persidangan yang dipimpin hakim ketua Masruddin Nainggolan itu.
Hanya saja, Sofyan Usman tidak memberi tanda terima penerimaan MTC itu. Sebaliknya, Sofyan justru membagi-bagi sebagian MTC itu ke Oemar Lubis, Sunaryo dan Budiman Maskan. Sunaryo mendapat 2 lembar senilai Rp50 juta, Budiman Maskan menerima lima lembar senilai Rp125 juta dan Oemar Lubis menerima 3 lembar senilai Rp75 juta.
Selembar MTC senilai Rp 25 juta diserahkan ke Khouw Amirudin untuk pembayaran pembelian bahan bangunan. Sedangkan dua lembar MTC diserahkan ke seseorang bernama Hari Prasad.
Sisanya, sebanyak 21 lembar MTC diserahkan Sofyan ke sejumlah pihak termasuk Niman (sopir Sofyan Usman) dan Mulazim (pengurus Masjid Jami’ As-Syafaqof Komplek DPR RI Pulo Gebang). MTC itu kemudian dicairkan. ”Seluruh uang hasil pencairan telah diserahkan lagi kepada terdakwa,” ucap Dwi Aries.
Karenanya, JPU menganggap Sofyan Usman telah melanggar aturan karena menerima pemberian yang bertentangan dengan jabatannya sebagai anggota DPR RI.  Atas perbuatan itu, dalam dakwaan primair Sofyan diancam pidana sebagaimana diatur pasal 5 ayat (2) juncto pasal 5 ayat (1) huruf b UU nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 mtahun 2001 dengan ancaman hukuman masksimal lima tahun penjara.  Sedangkan dalam dakwaan kedua, Sofyan Usman diancam pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001.
Selain didakwa dalam kasus suap dari OB, Sofyan juga didakwa dalam perkara penerimaan travellers cheque pada Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Bersama politisi PPP di Komisi IX DPR Periode 1999-2004, Danial Tandjung, Sofyan Usman menerima TC Bank International Indonesia dari Nunun Nurbaeti melalui politisi PPP Endin AJ Soefihara.
Sofyan Usman menerima 5 lembar TC BII senilai Rp 250 juta. Sedangkan Danial Tandjung menerima 10 lembar TC senilai Rp 500 juta.
Terkait perkara TC pemilihan DGS BI itu, dalam dakwaan pertama Sofyan dan Danial didakwa melanggar pasal 5 ayat (2) juncto pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidan korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPIdana dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Dalam dakwaan kedua, Sofyan dan Danial diancam pasal 11  UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPIdana. Sedangkan dalam dakwaan ketiga, Sofyan dan Danial diancam dengan pasal 12 b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPIdana.
Atas dakwaan dari JPU, Sofyan Usman mengaku dapat memahami dakwaan JPU dan tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). Sementara Daniel langsung menyampaikan eksepsi.
Penasehat hukum Danial, Priyatna Abdurrasyid mempertanyakan dikenakannya pasal 12 b UU Nomor 31 Tahun 1999 yang mengatur tentang gratifikasi. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar