Demikian disampaikan Wakil Ketua IV DPRD Kota Batam Aris Hardy Halim, Jumat (8/4).
"Kegiatan reklamasi di sana tidak ada izin. Selain itu, ada pelanggaran pajak soal galian C. Dari 200 hektar, 10 hektar sudah dilakukan reklamasi yang menggunakan tanah hasil cut and fill (pemotongan lahan). Pajaknya bisa mencapai Rp3 miliar jika dihitung per satu kubiknya Rp3.000," kata Aris melalui sambungan telepon.
"Dan selama ini, pajak galian C tersebut tidak pernah disetorkan ke kas daerah. Izin memang diberikan BP Batam, tapi mestinya pajaknya disetor ke Pemko Batam."
Kata Aris, pengelolaan Pulau Janda Berhias sudah diberikan Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada perusahaan asing dari Qatar dan Cina. Dalam kegiatannya, menurut Aris, perusahaan tersebut juga tidak mengantongi izin Amdal (analisis dampak lingkungan).
Padahal, kata Aris, di sekitar pulau ini terdapat kawasan hutan mangrove yang sangat berpengaruh terhadap ekosistem. Tanaman dan perairan termasuk ekosistem bawah laut bisa rusak akibat limbah dan proses reklamasi ini.
"Karena itu, kami akan membentuk pansus. Waktu rapat gabungan tanggal 30 Maret, semua pimpinan fraksi sudah setuju membentuk pansus. Banmus (badan musyawarah) juga sudah menentukan jadwal paripurna untuk pembentukan pansus yakni hari Senin (11/4) nanti," katanya.
Landasan BP Batam mengalokasikan lahan kepada perusahaan asing itu adalah Peraturan Presiden (PP) nomor 5 tahun 2011. kegiatan reklamasi sudah dilakukan sejak tahun 2008. PP itu, menurut Aris telah mengangkangi semangat otonomi daerah. Pasalnya, Pemko Batam dan DPRD Bota Batam sama sekali tidak pernah dilibatkan.
"Padahal, Pemko Batam memiliki hak pendapatan dari pajak galian C hasil dari pengembangan kawasan itu," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini. (ybt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar