Dipublikasikan: redaksi
batamcyberzone.com
Published: 28 April, 2011
Gagalnya Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Janda Berhias DPRD Batam beberapa waktu lalu, memunculkan kabar tak sedap. Kabarnya, sekitar 30 anggota Dewan menerima suap agar tak menyetujui pembentukan Pansus itu.
”Itu (Pansus Janda Berhias, red) sangat fatal. Isu suap besar, teman-teman mendapat Rp5 juta sampai Rp25 juta per orang supaya menggagalkan itu,” ujar anggota Komisi I DPRD Batam, Riki Syolihin kepada Batam Pos di ruangannya, Rabu (27/4).
Riki mengatakan, ada kesalahan saat hasil rapat konsultasi pimpinan Pansus. Siapa yang memberikan dana suap tersebut? “Yang jelas ini terkait dengan kepentingan OB yang tidak menjalankan peraturan. Itu muncul dari PP Nomor 5 tentang FTZ, siapa yang mengurus FTZ? Ya OB,” ujarnya.
Dia sangat menyayangkan ulah para teman-temannya di Dewan yang menggagalkan Pansus hanya karena mendapat uang sogok Rp5 sampai Rp25 juta. Kalau sebelumnya mereka sangat ngotot dan lantang berbicara tentang Janda Berhias, namun saat pembentukan pansus, malah berbalik arah.
“Lebih dari setengah fraksi menggagalkan. Saya sangat menyayangkan,” ujarnya.
Ada empat fraksi yang menolak pembentukan Pansus tersebut secara terang-terangan yakni Partai Demokrat, PDIP, PAN, dan juga Hanura serta satu orang dari PKB, Sementara Fraksi Golkar meminta supaya pembentukan pansus dilakukan sesuai mekanisme.
“Saya lagi fight sendiri, saya berharap fraksi PKS dan PKB mendukung dan kita berdiskusi mengenai masalah seputar Janda Berhias ini,” ujarnya.
Dia mengatakan ada banyak kecurangan yang terjadi saat pengalihan Janda Berhias masuk menjadi kawasan FTZ, dimana dalam pembentukan kebijakan tidak melibatkan pemerintah dan tanpa rekomendasi dari DPRD setempat.
“Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah pasal 9, pembentukan kawasan khusus wajib mengikutsertakan Pemda. Nah ini didukung dalam tata cara pembentukan sesuai PP Nomor 43 Tahun 2010 harus mendapat rekomendasi dari DPRD. Ini kita tidak dilibatkan,” ujarnya.
Riki mengatakan tidak akan pernah berhenti mengusut hal ini. “Terkait dana suap, kita sudah laporkan ke BK dan sampai saat ini masih proses dan kami bersifat menunggu. Tidak ada balasan nanti, kami tengah berdiskusi akan membawa kasus ini ke MK untuk Judicial Review,” ujar Riki.
Riki mengatakan, dampak dari perubahan fungsi Janda Berhias yang tidak melibatkan Pemerintah Kota dan anggota Dewan akan semakin banyak warga yang miskin akibat kepentingan penguasa yang mendahulukan pengusaha. ”Jadi wajar saja kalau warga demo menolak pajak dinaikkan oleh Pemko, sementara pontensi PAD yang sangat besar di depan mata seperti Janda Berhias, namun Pemko tidak menikmatinya dan malah seenaknya OB mencaplok,” ujarnya.
Salah satu fraksi yang menolak pansus adalah Golkar. Namun Ketua Fraksi Golkar Asmin Patros membantah sikap fraksinya karena menerima uang suap. “Siapa yang bilang saya menerima? Tidak ada itu, itu bisa menimbulkan fitnah,” ujarnya.
Menurut Asmin, Golkar menolak dibentuknya pansus, karena fraksinya minta supaya pembentukan pansus harus sesuai mekanisme dan tujuan yang jelas sesuai dengan notulen yang ada.
“Pansus itu tidak bisa langsung ujuk-ujuk, semuanya harus jelas dari awal sampai akhir. Jangan sampai keliru. Kita pastikan seluruh anggota Fraksi Golkar tidak menerima suap. Saya bisa tuntut siapa yang bilang saya menerima suap,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Bagian Humas dan Publikasi BP Kawasan, Dwi Djoko Wiwoho mengatakan tidak ada kepentingan dalam kandasnya pembentukan Pansus Pulau Janda Berhiasa di tubuh anggota DPRD Kota Batam.
“Kandasnya pansus tidak ada hubungan sama sekali. Fitnah kalau OB dituduh melobi fraksi di DPRD Batam, apalagi anggotanya,” ujar Djoko kepada Batam Pos di Batam Center, Selasa (12/4).
Kata dia, Pulau Janda Berhias masuk dalam HPL OB untuk kawasan industri. (cha/par)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar