Batam Lokomotif Pembangunan Ekonomi Nasional
Batam – SK Menhut No.463 Tahun 2013 yang memasukkan kawasan industri
dan perumahan menjadi hutan lindung tidak hanya mendapat reaksi dari
masyarakat.
Pengamat ekonomi dari Jakarta juga menanggapi SK tersebut. Kemenhut
diminta realistis, karena Batam dan Kepri merupakan pusat pertumbuhan
ekonomi nasional. Demikian disampaikan anggota Komite Ekonomi Nasional,
Umar Juoro, Kamis (10/10) di Harmoni One Batam.
“Daerah ini pusat pertumbuhan ekonomi yang orientasinya pada
industri. Kemenhut harus realistis. Kita bersama pak Harry Azhar Azis
(anggota DPR RI dari Kepri), sudah bicara. Ini perlu diperhatikan
Menhut,” ungkapnya.
Diingatkannya, harusnya Menhut memahami jika Batam sebagai daerah FTZ
yang diinginkan pusat sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional.
Karena itu, dia meminta Menhut mengubah keputusannya, tanpa harus masuk
dulu ke perubahan UU.
“Ini tidak perlu perubahan UU, tapi keputusan menteri saja. Kalau ini
menjadi masalah, akan menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran
investor,” cetusnya.
Pengamat ekonomi Jakarta, Fadhil Hasan, mengingatkan jika Indonesia
membutuhkan Batam. “Indonesia mengakui Batam sebagai daerah pertumbuhan
baru. Tapi kenapa menjadi kawasan industri dikategorikan hutan. Ini
bertentangan dengan realitas di lapangan,” cetus Fadhil.
Bahkan dia menilai, Menhut sudah melakukan tindak kriminal. Menurut
dia, jika hutan lindung masuk ke Komisi IV DPR RI, akan menimbulkan
persoalan baru. Batam dalam ketidakpastian hukum.
“Saya punya teman pengusaha yang sudah 20 tahun menjalankan usaha di
Batam. Yang kemudian lokasi usahanya masuk hutan lindung,” imbuhnya.
Di tempat sama, anggota DPR RI asal Kepri, Harry Azhar Azis
mengatakan, agar mendorong menukar fungsi hutan lindung dengan beberapa
pulau yang tidak berpenghuni menjadi pengganti hutan lindung Batam.
“Tapi pulau harus masih dalam wilayah Kepri,” katanya. Selain itu,
dia mendorong pola penyelesaian dengan pelepasan dilakukan dengan
mengubah lahan yang ditetapkan masuk kawasan tidak bebas oleh SK Menhut
463, menjadi lahan bebas.
“Sehingga bisa tetap difungsikan sebagaimana eksistingnya saat ini. Tapi ini harus ada persetujuan dari DPR,” katanya.(MARTUA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar