Selasa, 29 Oktober 2013 ( sumber : Tribun Batam )
Tribunnewsbatam.com/Argianto DA Nugroho
Petugas
dari BPM Batam (bertopi merah) didampingi perwakilan masyarakat Tanjung
Uma saat mengukur luas kampung tua di Tanjung Uma, Batam, Senin
(28/10/2013). Berdasarkan pertemuan Gubernur Kepri, Wali Kota Batam, BP
Batam, dan tokoh Tanjung Uma, disepakati luas kampung tua Tanjung Uma
55,8 hektare.
Laporan Tribunnews Batam, Anne Maria Silitonga
BATAM, TRIBUN - Pengurus RKWB (Rumpun Khasanah) meminta ketegasan BP Batam dalam mengurus legalitas 33 titik kampung tua. Menyusul dihitung kembalinya luasan titik kampung tua di Tanjung Uma, Senin (28/10/2013) kemarin.
Menurut H Machmur Ismail, Ketua RKWB, 32 titik kampung tua lain pun sudah mulai gelisah mempertanyakan kejelasan nasib kampung mereka.
"Kami hadir di sini lengkap pengurus inti dan bagian hukum kami. Menyikapi tentang Tanjung Uma yang merupakan bagian dari 33 titik kampung tua, kan sudah diukur lagi.
Nah, terus bagaimana nasib yang 32 lagi. Jangan sampai ada kesan yang diistimewakan," ujar Machmur di Batam Centre kepada Tribun kemarin.
Sesuai SK 105 tahun 2004, menurutnya sampai saat ini pihak terkait yakni BP Batam terlihat kurang serius dalam perjalanan melegalitaskan kampung tua.
"Ini hampir lima tahun, kesungguhan BP kawasan itu setengah-setengah. Dalam waktu segitu panjang masih tanda tanya sama BP Batam ini. Sampai saat ini pengukuran kampung tua yang baru diverifikasi cuma lima kampung.
Dan yang sudah diukur kembali tujuh kampung itupun belum diverifikasi. Tapi dari 12 itu, belum satupun kampung tua ada yang didapat legalitasnya secara penuh. Makanya kami bertanya-tanya," jelasnya.
Ia pun menilai pantas saja warga kampung tua Tanjung Uma melakukan aksi demo untuk menuntut haknya. Pihaknya khawatir ketidakseriusan BP Batam dapat menjadi ancaman kemarahan warga kampung tua lainnya.
"Ini macam bom waktu. Kami mau nyatakan sikap kalau seandainya dalam waktu singkat 32 kampung itu tidak disikapi secara bijaksana, jangan salahkan kalau untuk mendapatkan legatilasnya mereka pun akan berdemo.
Ini bukan ancaman, tapi realita, sebab yang mereka lihat pun harus begitu caranya," tegas Machmur.
Sebagai bagian dari tim pokja, menurut korwil RKWB, Abdul Kadir, biasanya dalam rapat pengukuran kampung tua selalu saja tidak selesai.
"Kami nggak bisa jamin kami nggak akan turun juga. Sebab BP Batam ini sering tidak hadir kalau rapat soal kampung tua. Kalau rapat di kantornya pun, yang datang rapat nggak jelas-jelas, kroco bukan pengambil keputusan.
Makanya nggak pernah selesai, sebab mereka setengah-setengah," tegas Abdul Kadir.
Penyelesaian Tanjung Uma pihaknya akan mengawal seperti yang dijanjikan Gubernur.
"Dan perlu di catat, ini bukan soal melayu saja, tapi semua yang tinggal di kampung tua. Jawa, Flores, Cina, Padang, semua tinggal disitu," tegas Abdul Kadir.
Sementara itu, ditempat bersamaan, Abdul Kadir .H bagian hukum RKWB pun menegaskan agar BP Batam segera menyelesaikan masalah 33 kampung tua.
"Artinya supaya nggak ada diskriminasi. Kok ada kampung tua yang diistimewakan. Kami kapan ? Segeralah selesaikan. Hindari yang buruk terjadilah.
Soalnya ini jalan di tempat. RKWB kan masuk tim pokja, bukan kami nggak kerja, tapi sering kali pihak-pihak tertentu nggak hadir saat rapat penyelesaian kampung tua. Jadi nggak bisa melakukan pengukuran," tegas pengacara itu.
Abdul Kadir S.H pun menegaskan agar BP Batam segera mencabut PL-PL yang ada di kampung tua, sesuai dengan maklumat kampung tua itu sendiri.
BATAM, TRIBUN - Pengurus RKWB (Rumpun Khasanah) meminta ketegasan BP Batam dalam mengurus legalitas 33 titik kampung tua. Menyusul dihitung kembalinya luasan titik kampung tua di Tanjung Uma, Senin (28/10/2013) kemarin.
Menurut H Machmur Ismail, Ketua RKWB, 32 titik kampung tua lain pun sudah mulai gelisah mempertanyakan kejelasan nasib kampung mereka.
"Kami hadir di sini lengkap pengurus inti dan bagian hukum kami. Menyikapi tentang Tanjung Uma yang merupakan bagian dari 33 titik kampung tua, kan sudah diukur lagi.
Nah, terus bagaimana nasib yang 32 lagi. Jangan sampai ada kesan yang diistimewakan," ujar Machmur di Batam Centre kepada Tribun kemarin.
Sesuai SK 105 tahun 2004, menurutnya sampai saat ini pihak terkait yakni BP Batam terlihat kurang serius dalam perjalanan melegalitaskan kampung tua.
"Ini hampir lima tahun, kesungguhan BP kawasan itu setengah-setengah. Dalam waktu segitu panjang masih tanda tanya sama BP Batam ini. Sampai saat ini pengukuran kampung tua yang baru diverifikasi cuma lima kampung.
Dan yang sudah diukur kembali tujuh kampung itupun belum diverifikasi. Tapi dari 12 itu, belum satupun kampung tua ada yang didapat legalitasnya secara penuh. Makanya kami bertanya-tanya," jelasnya.
Ia pun menilai pantas saja warga kampung tua Tanjung Uma melakukan aksi demo untuk menuntut haknya. Pihaknya khawatir ketidakseriusan BP Batam dapat menjadi ancaman kemarahan warga kampung tua lainnya.
"Ini macam bom waktu. Kami mau nyatakan sikap kalau seandainya dalam waktu singkat 32 kampung itu tidak disikapi secara bijaksana, jangan salahkan kalau untuk mendapatkan legatilasnya mereka pun akan berdemo.
Ini bukan ancaman, tapi realita, sebab yang mereka lihat pun harus begitu caranya," tegas Machmur.
Sebagai bagian dari tim pokja, menurut korwil RKWB, Abdul Kadir, biasanya dalam rapat pengukuran kampung tua selalu saja tidak selesai.
"Kami nggak bisa jamin kami nggak akan turun juga. Sebab BP Batam ini sering tidak hadir kalau rapat soal kampung tua. Kalau rapat di kantornya pun, yang datang rapat nggak jelas-jelas, kroco bukan pengambil keputusan.
Makanya nggak pernah selesai, sebab mereka setengah-setengah," tegas Abdul Kadir.
Penyelesaian Tanjung Uma pihaknya akan mengawal seperti yang dijanjikan Gubernur.
"Dan perlu di catat, ini bukan soal melayu saja, tapi semua yang tinggal di kampung tua. Jawa, Flores, Cina, Padang, semua tinggal disitu," tegas Abdul Kadir.
Sementara itu, ditempat bersamaan, Abdul Kadir .H bagian hukum RKWB pun menegaskan agar BP Batam segera menyelesaikan masalah 33 kampung tua.
"Artinya supaya nggak ada diskriminasi. Kok ada kampung tua yang diistimewakan. Kami kapan ? Segeralah selesaikan. Hindari yang buruk terjadilah.
Soalnya ini jalan di tempat. RKWB kan masuk tim pokja, bukan kami nggak kerja, tapi sering kali pihak-pihak tertentu nggak hadir saat rapat penyelesaian kampung tua. Jadi nggak bisa melakukan pengukuran," tegas pengacara itu.
Abdul Kadir S.H pun menegaskan agar BP Batam segera mencabut PL-PL yang ada di kampung tua, sesuai dengan maklumat kampung tua itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar