| | |
Ditulis oleh Evi Risdianti , Jumat, 14 May 2010 (sumber Batam Pos,versi asli) |
Banyak Pakai VoA, Ada yang Palsukan Izin Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam Riki Indrakari mengatakan, permasalahan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Batam sangat kompleks. Dewan melihat indikasi ”permainan” seperti surat izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) bodong dan TKA memakai Visa on Arrival (VoA). ”Contohnya di PT Drydocks, saat sidak Maret lalu, manajemen mengaku ada 97 TKA. Namun saat terjadi kerusuhan 22 April lalu, mereka mengklaim ada 230 orang. Angka ini harus diselidiki. Hal ini bukan hanya terjadi di PT Drydocks saja,” katanya. Contoh lain, kata Riki, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun pihaknya, di salah satu perusahaan di Mukakuning ada TKA yang sudah 12 tahun bekerja namun menggunakan VoA. ”Modusnya mereka bolak-balik ke Singapura ketika masa VoA hampir berakhir,” imbuhnya. RPTKA, lanjut Riki, selama ini dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) sehingga Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam sulit mengawasi TKA. ”Bahkan, kita menemukan, di salah satu perusahaan galangan kapal di Tanjunguncang, seorang TKA yang di izin RPTKA sebagai manajer superintendent, malah bekerja di bidang lain. Ini berarti pemalsuan RPTKA,” tambahnya. Dengan kacaunya sistem TKA ini, pihaknya yakin tak ada satu pihak pun yang mempunyai data akurat terkait jumlah TKA di Batam. ”Disnaker dan RPTKA tak bisa dijadikan acuan. Bahkan kita sudah dua kali melayangkan surat ke Imigrasi namun tak ada jawaban,” akunya. Imigrasi, lanjut Riki seakan tutup mata dengan ketidakberesan TKA di Batam. Sebenarnya pihak Imigrasi mengetahui siapa saja orang asing yang bekerja atau hanya melancong. ”Praktisnya, seharusnya Imigrasi bisa melihat pola kedatangan orang asing. Apabila seseorang menggunakan VoA keluar masuk Batam dengan pola yang sama semestinya patut dicurigai,” katanya lagi. Fungsionaris PKS ini mengaku, surat kedua tersebut ditembuskan ke Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Dirjen Administrasi Kependudukan. “Apalagi Batam sudah dijalankan Perda Kependudukan yang baru di mana orang asing yang tinggal di Batam harus punya KTP. Kita harus mengetahui secara pasti jumlah orang asing di Batam,” tegasnya. Riki tak menampik kesemrawutan ini dimungkinkan ada pihak-pihak yang bermain baik di Imigrasi maupun Kemenakertrans yang mengeluarkan RPTKA. ”Jumlah orang asing yang tidak sesuai menungkinkan adanya loss pajak. TKA yang memakai VoA tentu tak membayar pajak dan pendapatan negara bukan pajak sebesar 1.200 dolar AS per tahun,” tuturnya. ”Pasti akan kita temukan bias yang besar. Memang tidak ada sanksi yang mengaturnya. Kita harap bisa menjadi acuan bagi pemerintah pusat untuk menentukan sikap dan kebijakan,” pungkasnya. (vie) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar