Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Senin, 03 Mei 2010

DPR Tanyai KPK Soal Ismeth

Ditulis oleh Redaksi ,
Sabtu, 01 May 2010 08:34 (sumber Batam Pos,versi asli)
ANTONI, Jakarta
antoni@batampos.co.id Alamat E-mail ini dilindungi dari robot spam. Anda perlu mengaktifkan JavaScript untuk melihatnya
Penanganan kasus korupsi pengadaan pemadam kebakaran (Damkar) di Otorita Batam (OB) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipersoalkan. Kebijakan pemisahan berkas dalam kasus korupsi damkar OB, dianggap sebagai bukti KPK menerapkan standar ganda.
Pada rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III KPK dengan KPK, Kamis (29/4) malam, Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsudin, menyatakan bahwa ada ketidakkonsistenan KPK dalam penanganan korupsi damkar. Menurut Azis, jika menganggap pimpinan proyek (pimpro) bisa ditangani KPK, mengapa hanya Ismeth Abdullah saja yang menjadi tersangka di KPK.

”Kenapa Pak Ismeth ditarik ke KPK, tetapi pimpronya di-split ke Kejari. Saya tidak paham dengan kebijakan KPK. Ada standar ganda dalam kasus damkar ini,” ujar Azis dalam RDP yang dipimpin Ketua Komisi III DPR Benny K Harman itu.
Azis mempertanyakan standard operation procedure (SOP) yang digunakan KPK dalam menganai kasus. Sebab, kata Azis, dalam suatu kasus ada tersangka yang ditangani KPK, tetapi tetapi pula tersangka yang ditangani kepolisian atau kejaksaan. ”Saya ingatkan agar (KPK) jangan sampai mengadili orang yang tidak bersalah,” ujar Azis.
Seperti diketahui, ada dua tersangka dalam dugaan kasus korupsi damkar di OB. Ismeth Abdullah yang menjadi salah satu tersangka dalam dugaan korupsi itu, ditangani oleh KPK. Sedangkan pimpinan proyek Nur Setiajid, ditangani Kejaksaan Negeri Batam.
Wakil Ketua KPK, Chandra Hamzah, dalam RDP itu mengungkapkan bahwa kasus korupsi yang ditangani KPK harus melibatkan penyelenggara negara dan angka kerugian negaranya di atas Rp1 miliar.
Namun demikian, KPK juga dimungkinkan menangani dugaan korupsi oleh pimpro sekalipun levelnya hanya PNS biasa.
Namun pernyataan Chandra itu malah memancing kalangan Komisi III DPR untuk mencecar KPK. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Dewi Asmara, menilai ada inkonsisteni KPK dalam hal tersebut.
”Kalau begitu, mengapa Journal Effendy Siahaan (mantan Kepala Biro Hukum Pemda DKI yang jadi pimpro proyek iklan Pemda DKI) ditangani KPK? Sementara pimpro di tempat lain tidak?” ujar Dewi.
Hal serupa juga ditanyakan Nudirman Munir, yang juga politisi Golkar di Komisi III DPR. ”Kita ingin tahun SOP yang dipegang KPK itu seperti apa? Dari kemarin kita minta tidak diberi. Jangan-jangan SOP itu tidak ada,” ujar Nudirman.
Sedangkan Martin Hutabarat dari Fraksi Gerindra menyatakan, kasus damkar sudah terlalu banyak memakan korban. Namun menurut Martin, inti masalah korupsi damkar tidak pernah terungkap jelas. ”Siapa lagi kepala daerah yang akan jadi korban? KPK harus menyentuh inti masalahnya,” ujar Martin.
Namun menurut Wail Ketua KPK Chandra Hamzah, model splitsing tidak hanya sekali dilakukan. Chandra mencontohkan, KPK pernah menangani kasus korupsi APBD Situbondo dan kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah daerah, yang berkasnya displits.

Penonaktifan Ismeth
Sementara itu, terkait proses penonaktifan sementara Ismeth Abdullah dari posisinya sebagai Gubernur Kepri, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengaku masih menunggu surat dari pengadilan dan nomor register perkaranya. ”Kita masih belum menerima,” ujar Gamawan menjawab Batam Pos di Jakarta, Jumat (30/4).
Menurutnya, surat dari pengadilan itu penting adanya karena akan digunakan sebagai pertimbangan penonaktifan. ”Proses penonaktifan itu harus ada konsideran. Nah keterangan dari pengadilan bahwa Pak Ismeth sudah terdakwa itu yang kita tunggu,” ucapnya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar