BATAM: Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepulauan Riau menyebutkan dalam
setahun terakhir belum ada satupun PMA yang merealisasikan investasinya
di Kota Batam sebagai salah satu dampak belum maksimalnya implementasi
free trade zone di kawasan tersebut.
Oka Simatupang, Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepulauan Riau,
mengungkapkan sejauh ini implementasi free trade zone di kawasan Batam,
Bintan dan Karimun (BBK) belum mampu menggenjot pertumbuhan industri
yang signifikan.
“Malah industri PMA baru belum ada yang buka dalam setahun terakhir,” ujarnya.
Dia mengatakan implementasi free trade zone masih berkutat pada masalah
hambatan importasi barang-barang kebutuhan industri dan perizinan.
Kedua masalah terbesar itu dia yakini salah satunya disebabkan
otoritas-otoritas terkait, yakni Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan
Kawasan serta Bea Cukai, belum juga sinergis dalam melaksanakan
fungsinya secara teknis.
Akibatnya, pertumbuhan industri di kawasan BBK, khususnya Batam,
dinilainya malah mengalami perlambatan, bukan percepatan seperti yang
menjadi tujuan implementasi FTZ.
Kenyataan yang ada, dalam beberapa waktu terakhir sejumlah industri
justru berhenti beroperasi akibat mengalami kerugian yang drastis.
Diakuinya, kerugian yang dialami industri-industri di Batam, terutama
pabrik-pabrik manufaktur, lebih banyak dipengaruhi gejolak ekonomi Eropa
mengingat sebagian besar permintaan order pekerjaannya dari
negara-negara di benua tersebut.
Namun menurutnya tekanan itu bisa diminimalisir jika FTZ di BBK bisa
diimplementasikan dengan baik sehingga industri mampu bertahan dan tetap
beroperasi.
Sementara itu, Cahya, Ketua Apindo Kepri, mengatakan pihaknya juga
menilai belum ada perkembangan industri yang signifikan di kawasan FTZ
BBK.
“Badan Pengusahaan Kawasan sering memberikan data pertumbuhan industri
yang tinggi. Tapi sering faktanya industri hanya relokasi,” ujarnya.
Bahkan dia meyakini, walaupun data yang ada hanya PT Exas dan PT Nutune
saja yang sangat berpeluang menghentikan operasinya, masih banyak
perusahaan lain yang terancam mengalami kondisi serupa.
Untuk diketahui, PT Exas sudah menghentikan operasi industrinya pada
dua bulan lalu dan PT Nutune berencana berhenti operasi pada 9 Maret
2012 mendatang dimana menajemen kedua perusahaan tersebut mengaku
mengalami kerugian sehingga harus gulung tikar.
“Industri di kawasan FTZ BBK masih menanggung biaya tinggi, apalagi industri-industri pendukungnya masih mengalami perlakuan insentif yang jauh berbeda,” kata dia.
Industri-industri pendukung tersebut khususnya yang bergerak disektor
konsumsi dimana sektor ini masih sangat tertekan karena hambatan
pemasukan, perizinan dan pengaturan jumlah (kuota).
Menurut Oka, perubahan regulasi teknis yang tercantum dalam PP
No.10/2012 yang sudah meniadakan penggunaan masterlist dalam pemeriksaan
importasi barang kebutuhan industripun belum dapat menjadi jaminan
mampu menggenjot investasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar