Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Kamis, 02 Februari 2012

Kadin: PP 10/2012 Beratkan Pengusaha

(sumber Batam Pos) 2 Februari 2012 

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam dan Kepri meminta supaya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2012 direvisi. Padahal PP yang merupakan perubahan dari PP nomor 02/2009 ini baru diterbitkan pada 9 Januari lalu.
Ketua Kadin Batam Nada Faza Soraya, mengatakan PP 10/2012 belum memenuhi apa yang diinginkan para pengusaha di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun. Menurut dia, PP tersebut masih mengatur kepabeanan secara umum sehingga tidak pas diterapkan di kawasan FTZ.

“PP ini hanya ganti baju saja. Isinya masih tetap memberatkan pengusaha,” kata Nada Faza Soraya usai rapat evaluasi FTZ di Hotel Novotel, Rabu (1/2).
Dia mengatakan, PP 10/2012 belum sejalan dengan napas pelaksanaan FTZ di Batam, Bintan dan Karimun yang diatur dalam UU nomor 44 tahun 2007. Untuk itu pihaknya akan membuat tim kajian untuk membahas PP tersebut. Selanjutnya, Kadin minta difasilitasi untuk bertemu dengan kementerian terkait guna mempresentasikan hasil kajian timnya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Kepri Alfan Suhaeri. Menurut dia, PP 10/2012 masih memberikan kewenangan besar bagi Bea dan Cukai dalam memeriksa barang masuk ke kawasan FTZ. Padahal, menurut dia kawasan FTZ BBK merupakan daerahnon pabean yang semestinya tidak memerlukan peran Bea dan Cukai.
“Seharusnya tidak perlu Bea dan Cukai. Kecuali untuk pengawasan barang yang keluar ke daerah kepabeanan. Kalaupun harus ada Bea dan Cukai, mestinya masuk dan bergabung dengan Dewan Kawasan,” kata Alfan.
Herry Supriyadi dari Kadin Batam menambahkan, selama ini usulan para pengusaha dalam revisi PP tidak banyak diakomodir. Sehingga revisi ini tidak membawa perubahan yang signifikan.
“Kami tidak tahu, siapa yang diutus ke Jakarta dan ikut membahas revisi PP ini,” katanya.
Ketidakjelasan status hukum di wilayah FTZ ini, kata Heri, membuat kawasan FTZ BBK menjadi wilayah abu-abu (grey area). Dia juga mempertanyakan keseriusan pemerintah pusat dalam mengimplementasikan perdagangan dan pelabuhan bebas di BBK.
Sementara itu, Ketua Apindo Kepri Cahya, mengajak seluruh pihak terkait bersatu memperjuangkan kejelasan hukum FTZ di pusat. Menurut dia, selama ini pengusaha, pemerintah dan instansi terkait tidak kompak dan belum satu persepsi, sehingga terlihat lemah di mata pemerintah pusat.
“Kalau perlu kita demo ke pusat bersama pak gubernur,” ujar Cahya.
Menanggapi hal ini, Gubernur Kepri yang juga Ketua Dewan Kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun M Sani, mengatakan selama ini pihaknya sudah berjuang untuk membuat rumusan-rumusan yang menguntungkan seluruh pihak. Namun, kata dia, sebagai negara hukum tentu ada aturan-aturan yang harus diikuti.
Sani justru menyesalkan sikap pengusaha yang terus menolak dan ribut setelah PP diterbitkan. Untuk itu dia meminta supaya para pengusaha menjalankan aturan dalam PP 10/2012. Jika dalam pelaksanaannya masih ada hambatan, baru diusulkan direvisi ulang.
“Pengusaha kurang bersyukur. Jangan tangisi PP 10/2012 ini, jalankan saja sambil evaluasi,” katanya.
Senada dengan gubernur, Wakil Gubernur Kepri Soerya Respationo, menyarankan supaya para pengusaha tidak membaca PP 10/2012 secara parsial. Dia meminta PP tersebut benar-benar dipelajari dan dibaca secara utuh sebelum mereka menyatakan keberatan dan menolak.
“Tolong dibaca dengan teliti. Jangan hanya dibaca satu dua pasal saja,” kata Soerya.
Ketua Dewan Penasehat Apindo Kepri Abidin Hasibuan juga menyampaikan hal senada. Menurut dia, pengusaha tidak bisa serta merta menolak PP tersebut sebelum melakukan evaluasi dalam pelaksanaannya di lapangan. (par)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar