BATAM: Penanganan Kepabeanan di kawasan perdagangan bebas di
Batam-Bintan-Karimun yang melibatkan Bea Cukai, Dewan Kawasan FTZ dan
Badan Pengusahaan BBK dengan dasar revisi PP 02/2009 masih menjadi
perdebatan.
Dalam sosialisasi dengan pengusaha di Batam kemarin, pertanyaan dan kritisi tentang penggunaan revisi yang berubah nama menjadi PP 10/2012 mengalir dari beberapa kalangan pengusaha. PP itu sendiri padahal akan segera diberlakukan pada 9 Maret 2012 setelah diproses oleh Menteri Keuangan.
Kalangan pengusaha, menegaskan kembali sikap Pemerintah Pusat, DK FTZ, Bea Cukai serta BP Batam dalam tata laksana kepabeanan di BBK berdasarkan PP 10/2012 yang dinilai masih belum mencerminkan pelaksanaan FTZ.
Pengusaha mengkhawatirkan, tentang aturan pemeriksaan fisik terhadap barang yang dimasukan ke Kawasan Bebas belum diamanatkan dalam PP 10/2012. Dalam lampiran pasal 6 ayat 3 tentang Pemeriksaan Pabean termasuk tata cara penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik, masih menunggu aturan dari Peraturan Menteri. Sama halnya terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas.
"Menurut Kadin, kita harus mengkaji dulu, kita lihat mana yg betul-betul bertentangan dengan peraturan diatasnya atau payung hukum UU FTZ, itu yang paling penting. Kita juga akan tunggu petunjuk teknis dari Menteri Keuangan," ujar Caretaker Ketua Kadin Batam, Nada F Soraya usai acara.
Menurutnya, langkah berikutnya yang akan diambil pengusaha sebelum PP ini berlaku adalah segera membentuk tim kajian hukum yang berfungsi untuk menguji materi dan mengambil keputusan dalam implementasi kepabeanannya. Kemudian akan diajukan ke Gubernur Kepri agar bisa disampaikan ke Kementerian terkait.
Dengan hasil kajian itu, lanjutnya, akan diambil keputusan apakah pengusaha akan mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung tentang tata laksana PP ini kedepannya.
Terkait hasil PP ini, Nada mengatakan Pemerintah pusat masih menyampingkan UU FTZ dalam menangani kepabeanan. Padahal menurutnya, di kawasan bebas Batam memiliki dua payung hukum yang mengatur kepabeanan.
"PP ini tentang pelaksana, sebenarnya, pengusaha menginginkan PP yang lebih baik, tapi hanya berganti baju saja. Masterlist tidak ada, tapi masih ada yang namanya pemeriksaan fisik, tapi belum dijelaskan rinci, itu yang kami tunggu dari Menkeu,"
Heri Supriyadi, pengurus Kadin Batam menilai tata pelaksanaan PP ini masih dianggap salah alamat dengan konsep FTZ di Batam. Justru, PP ini menurutnya menggunakaan konsep Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berupa insentif fiskal.
"Usulan kita tidak sama dengan yang ini, PP 10/2012 adalah konsep KEK. Padahal insentif dalam FTZ bukan barang aneh, tetapi lengket dalam FTZ," tegasnya.
Ketua Apindo Kepri, Cahya, melihat isi PP itu tidak banyak perubahan, selain pengahapusan masterlist. Selebihnya, ia mengatakan pengusaha masih memiliki tanda tanya besar.
"Kenapa UU FTZ dikalahkan PP itu, kita sudah berjuang selama 2,5 tahun. Malah dalam setahun saja sudah banyak peraturan baru yang masuk, contohnya saja Permentan,"
Gubernur Kepri selaku Ketua Dewan Kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun, M Sani menyesalkan sikap pengusaha yang masih memperdebatkan setelah revisi PP sudah hampir rampung.
Ia mengatakan selama ini pihaknya sudah berjuang untuk membuat rumusan-rumusan yang menguntungkan seluruh pihak. Namun, kata dia, sebagai negara hukum tentu ada aturan-aturan yang harus diikuti.
Dia meminta supaya para pengusaha menjalankan aturan dalam PP 10/2012. Jika dalam pelaksanaannya masih ada hambatan, baru diusulkan direvisi ulang.
* "Jangan tangisi PP 10/2012 ini. Jalankan dulu sambil evaluasi," katanya. (K17/Bsi)
Dalam sosialisasi dengan pengusaha di Batam kemarin, pertanyaan dan kritisi tentang penggunaan revisi yang berubah nama menjadi PP 10/2012 mengalir dari beberapa kalangan pengusaha. PP itu sendiri padahal akan segera diberlakukan pada 9 Maret 2012 setelah diproses oleh Menteri Keuangan.
Kalangan pengusaha, menegaskan kembali sikap Pemerintah Pusat, DK FTZ, Bea Cukai serta BP Batam dalam tata laksana kepabeanan di BBK berdasarkan PP 10/2012 yang dinilai masih belum mencerminkan pelaksanaan FTZ.
Pengusaha mengkhawatirkan, tentang aturan pemeriksaan fisik terhadap barang yang dimasukan ke Kawasan Bebas belum diamanatkan dalam PP 10/2012. Dalam lampiran pasal 6 ayat 3 tentang Pemeriksaan Pabean termasuk tata cara penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik, masih menunggu aturan dari Peraturan Menteri. Sama halnya terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas.
"Menurut Kadin, kita harus mengkaji dulu, kita lihat mana yg betul-betul bertentangan dengan peraturan diatasnya atau payung hukum UU FTZ, itu yang paling penting. Kita juga akan tunggu petunjuk teknis dari Menteri Keuangan," ujar Caretaker Ketua Kadin Batam, Nada F Soraya usai acara.
Menurutnya, langkah berikutnya yang akan diambil pengusaha sebelum PP ini berlaku adalah segera membentuk tim kajian hukum yang berfungsi untuk menguji materi dan mengambil keputusan dalam implementasi kepabeanannya. Kemudian akan diajukan ke Gubernur Kepri agar bisa disampaikan ke Kementerian terkait.
Dengan hasil kajian itu, lanjutnya, akan diambil keputusan apakah pengusaha akan mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung tentang tata laksana PP ini kedepannya.
Terkait hasil PP ini, Nada mengatakan Pemerintah pusat masih menyampingkan UU FTZ dalam menangani kepabeanan. Padahal menurutnya, di kawasan bebas Batam memiliki dua payung hukum yang mengatur kepabeanan.
"PP ini tentang pelaksana, sebenarnya, pengusaha menginginkan PP yang lebih baik, tapi hanya berganti baju saja. Masterlist tidak ada, tapi masih ada yang namanya pemeriksaan fisik, tapi belum dijelaskan rinci, itu yang kami tunggu dari Menkeu,"
Heri Supriyadi, pengurus Kadin Batam menilai tata pelaksanaan PP ini masih dianggap salah alamat dengan konsep FTZ di Batam. Justru, PP ini menurutnya menggunakaan konsep Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berupa insentif fiskal.
"Usulan kita tidak sama dengan yang ini, PP 10/2012 adalah konsep KEK. Padahal insentif dalam FTZ bukan barang aneh, tetapi lengket dalam FTZ," tegasnya.
Ketua Apindo Kepri, Cahya, melihat isi PP itu tidak banyak perubahan, selain pengahapusan masterlist. Selebihnya, ia mengatakan pengusaha masih memiliki tanda tanya besar.
"Kenapa UU FTZ dikalahkan PP itu, kita sudah berjuang selama 2,5 tahun. Malah dalam setahun saja sudah banyak peraturan baru yang masuk, contohnya saja Permentan,"
Gubernur Kepri selaku Ketua Dewan Kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun, M Sani menyesalkan sikap pengusaha yang masih memperdebatkan setelah revisi PP sudah hampir rampung.
Ia mengatakan selama ini pihaknya sudah berjuang untuk membuat rumusan-rumusan yang menguntungkan seluruh pihak. Namun, kata dia, sebagai negara hukum tentu ada aturan-aturan yang harus diikuti.
Dia meminta supaya para pengusaha menjalankan aturan dalam PP 10/2012. Jika dalam pelaksanaannya masih ada hambatan, baru diusulkan direvisi ulang.
* "Jangan tangisi PP 10/2012 ini. Jalankan dulu sambil evaluasi," katanya. (K17/Bsi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar