Batam, Bintan dan Karimun. Salah satunya adalah batasan impor mobil.
Namun demikian, hingga saat ini pemerintah pusat belum menentukan
berapa banyak kuota impor kendaraan roda empat dalam kondisi brand new
itu karena masih menunggu peraturan menteri keuangan (PMK) untuk
petunjuk pelaksanaannya.
Kebijakan batas impor mobil itu telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 10 2012 (revisi PP No 02/2009) tertanggal 9
Januari lalu.
“Untuk keperluan industri tidak perlu izin impor dari
BP Batam, sementara untuk barang konsumsi, termasuk mobil akan
dibatasi,” ujar Gubernur Kepri sekaligus Ketua Dewan Kawasan Muhammad
Sani dalam rapat rutin anggota DK Senin (30/1) lalu.
Sani juga mengungkapkan dalam PP nomor 10 tersebut, terlihat adanya
kemudahan dalam proses impor di antaranya penghapusan master list, tidak
ada lagi pengajuan izin impor ke Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk
barang-barang industri, dan tidak ada pemeriksaan fisik Bea dan Cukai
(BC) dan beberapa hal lain.
“Yang
ada nantinya hanya pemeriksaan dokumen barang-barang apa saja yang
masuk,” ujar Sekretaris Dewan Kawasan Jon Arizal, menimpali ucapan
gubernur itu di Lantai 5 Gedung Graha Kepri.
PP nomor 10 tahun 2012 itu menurut Sani maupun Jon, aktif berlaku per
tanggal 9 Maret nanti atau 60 hari setelah PP tersebut ditandatangani
oleh Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono.
Pelaksanaannya sambil menunggu PMK di mana ada sekitar 20 pasal yang membutuhkan petunjuk teknis dari Menteri Keuangan (Menkeu).
“Setelah Peraturan Menteri Keuangan selesai, maka efektif berjalan.
Tapi walau PMK belum keluar, Bea Cukai telah menyatakan akan tetap
memberlakukan PP nomor 10 ini,” kata Muhammad Sani.
Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Humas BP Batam, Dwi
Djoko Wiwoho, mengatakan PP nomor 10/2012 mempertegas wilayah wewenang
BP Kawasan dan bea cukai dalam hal keluar masuknya barang industri dari
wilayah kawasan.
Dalam peraturan tersebut, ekspor dan impor hanya bisa dilakukan oleh pengusaha yang sudah terdaftar di BP Batam.
Walau tidak dikenakan cukai, namun seluruh pengusaha tersebut diwajibkan untuk melakukan pendaftaran.
“Pengusaha hanya bisa memasukkan barangnya sesuai usahanya,” ungkapnya.
Selain itu, bongkar buat diluar kawasan kepabeanan atau pelabuhan
resmi dianggap penyelundupan. Sanksinya barang tersebut harus
dikembalikan ke negara asal atau dimusnahkan. Sementara untuk barang
yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar daerah Pabean wajib ada
pemberitahuan dengan Pemberitahuan Pabean.
Namun, ketentuan bongkar harus diwilayah pabean tidak berlaku untuk
barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai dengan batas nilai pabean atau dalam jumlah
tertentu. (spt/nal)
Pemerintah pusat tetap membatasi semua jenis impor barang ke kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas (FTZ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar